Temu Kangen

255 21 4
                                    

"Jangan bercanda, dong. Please! Nggak lucu!" teriakku di sela tangis. Namun, tetap tak ada yang menyahuti. Sedang suara auman itu masih terdengar nyaring di dalam hutan sana. Bahkan beberapa semak dan pohon-pohon kecil bergerak-gerak  terguncang hebat.  Sepertinya hewan itu sedang berkelahi. Entah memperebutkan daerah kekuasaan, entah berebut makanan. Suaranya seperti beberapa hewan yang saling serang. Mengerikan sekali.

Aku hanya bisa berteriak sekuat tenaga saat kedua hewan yang ternyata harimau sedang saling kejar berlari ke arahku. Kedua tangan merengkuh tubuhku erat dari arah belakang, tepat saat harimau itu nyaris menabrak tubuhku.

"Hei, Mimu nggak apa-apa, kan? Kenapa nangis sesenggukan gini?"

Aku lekas berbalik dan membalas pelukannya. "Kamu ke mana aja? Aku takut. Kenapa aku ditinggalin sendirian?"

Lelakiku membingkai wajah ini dan mengusap air mata yang berderai di kedua pipi. "Hei, siapa yang ninggalin Mimu. Nggak ada. Dari tadi aku di sini bareng Mimu. Tenang, ya. Mimu cuma mimpi buruk." Ditariknya kepala ini lembut dan dibenamkan ke dalam dadanya.

Aku menarik kepalaku dari dekapannya. Melihat ke sekeliling. Ternyata kami masih ada dalam tenda. Berarti tadi hanya mimpi buruk. Aku menghela napas lega, lalu kembali memeluknya erat. Kurasakan dia menghadiahi kecupan lembut di kening ini.

*****

Pagi harinya setelah sarapan, kami semua diajak menjelajahi hutan. Menikmati panorama hutan yang sejuk dengan aneka pepohonan serta hewan liar. Ada banyak kupu-kupu dan aneka burung yang beterbangan serta berkicau merdu.

Setelah melewati medan yang agak landai, kini kami melewati jalanan yang agak menanjak guna sampai di air terjun. Didampingi oleh pemandu tentunya. Suamiku tangannya tak sedetik pun genggamannya terlepas. Katanya takut aku kenapa-kenapa. Dia bahkan tak peduli meski banyak yang berdehem mengejek.

Keringatku yang membanjiri kening diusapnya menggunakan lengan bajunya. Aku juga melakukan hal yang sama. Keringatnya yang membasahi kening dan pipinya aku lap.

"Maklumlah, ya, kan, masih terhitung pengantin baru," sindir Pak Broto, "Ma, Papa juga mu dong dilap begitu," imbuhnya.

"Ya udah, sini Mama lap," balas Bu Broto, "Kalian ada yang bawa kanebo, gak?" lanjutnya. Sontak semua pun tertawa. Sedang Pak Broto cemberut sebentar sebelum akhirnya merangkul bahu istrinya dan lanjut berjalan.

*****

Sampai di air terjun, semua pun bersorak gembira. Takjub akan keindahan panorama air terjun yang menjuntai indah. Udaranya sangat sejuk. Gemericik air sangat menenangkan. Sebagian langsung menceburkan diri ke bawah aliran air terjun. Sebagian lagi memilih berfoto-foto saja.

Sedang aku dan Miku memilih membasuh muka, tangan dan kaki saja. Selanjutnya hanya duduk bersisian di atas batu yang ada di pinggir kali, menikmati gemericik air yang mengalir. Kusandarkan kepalaku di sisi bahunya.

"Indah, ya, tempatnya."

"Bagiku, tempat ini indah karena ada kamu di sisiku. Tanpa kamu di sini, semua keindahan ini tiada berarti bagiku," balasnya. Sukses membuat aku mengulum bibir merasa tersanjung.

"Kheeem!" Ulfa dan Salim tiba-tiba berdehem di belakang kami berdua. Mereka terbahak penuh kemenangan setelah sukses membuat kami terkejut. Kemudian berlari menjauh dan menjulurkan lidah kemari.

"Sirik aja kelen!" teriak si Bocil.

Ulfa dan Salim terpeleset saat menapaki batu yang berlumut, lalu keduanya tercebur. Kini giliran aku dan si Bocil yang tertawa terbahak. Ulfa cemberut karena bajunya jadi basah kuyup.

"Tiati besti, karma itu terkadang instan!" teriakku, lalu tos dengan si Bocil. Ulfa makin cemberut dan ngomel-ngomel. Pada akhirnya aku dan suamiku juga mandi karena didorong oleh yang lain.

SUAMIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang