Pancaroba

682 58 9
                                    


Aku mengeluarkan baju yang kotor dari dalam koper. Kemudian memasukkan ke dalam keranjang pakaian kotor di belakang. Lanjut membersihkan kamar, mengganti sprei, nyapu. Lantas ke belakang mengambil alat untuk ngepel.

Aku berhenti mengepel saat kurasakan bokong ini menabrak sesuatu. Detik kemudian berbalik, ternyata si bocah tengil itu. Eh, bukan! Maksudku suamiku. Dia sudah berdiri di belakang. Memasang senyum, mengedikkan alis. Ajaib!

"Udah ngambeknya?"

"Siapa yang ngambek?" kilahnya. Aku memutar bola mata.

"Terus tadi itu apa? Banting pintu, ngunci diri di kamar? Apa kalau bukan ngambek?"

"Gak ada yang banting pintu. Pintunya aja yang gak ada akhlak!"  Aku mencebik lantas lanjut mengepel, tapi lagi-lagi terhenti karena gagang pel-pelannya dicekal.

"Ck, gak usah ganggu deh, Cil! Aku udah capek banget. Pengen cepet selesai pekerjaannya terus istirahat."

"Eh, barusan manggilnya apa?" ketusnya.

"Udah deh, gak usah permasalahin itu! Awas, minggir!"

"Tadi kamu bilang capek, kan?"

"Hmmm."

"Ya udah, kamu buruan mandi terus istirahat. Biar sisa pekerjaannya aku yang kerjain."

"Kamu yakin?" Dia mengambil alih alat pel dan mengepel.

Usai ngepel, dia lanjut mencuci, kemudian masak. Dia benar-benar tidak mengizinkan aku membantunya. Karena memang capek dan ngantuk banget, akhirnya aku istirahat di kamar. Niatnya sih, cuma mau rebahan aja sebentar. Eh, malah ketiduran beneran dan bangun-bangun sudah jam setengah lima sore.

"Selamat sore istriku yang tetep cantik kuadrat meski baru bangun tidur," sapanya. Entah meledek atau beneran muji. Aku tak peduli dan langsung menuju ke kamar mandi. Dia menghadang langkahku.

"Eh, mau ke mana? Mau mandi?"

"Iya. Nanti kalau kesorean keburu dingin."

"Tenang aja. Nih, udah aku siapin air hangat buat Mimu mandi." Sekian detik aku bergeming. Merasa aneh aja dengan sikapnya yang berubah-ubah kayak musim pas lagi pancaroba. Tadi siang dia kekanakan, sorenya mendadak penuh perhatian lagi.

"Malah bengong. Udah sana mandi. Nanti keburu air hangatnya dingin."

"Iya. Terima kasih, suami." Cepat aku ambil alih ember berisi air hangat dari tangannya dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi.

"Tapi ingat, semua itu tidak gratis, loh!" teriaknya dari luar pintu yang sudah aku tutup.

"Maksudnya aku suruh bayar gitu?"

"Iya. Nanti malem aku minta imbalannya. Triple!" teriaknya lanjut berdehem dan terkekeh.

"Gak ada triple-triple-an!"

"Kamu harus tanggung jawab karena udah membuat aku kecanduan!"

"Jangan ngadi-ngadi kamu ya, Cil! Bukan aku yang mulai! Kamu yang udah memporak-porandakan benteng pertahananku!" Dia terbahak. Kemudian pergi setelah aku usir supaya menjauh dari depan pintu kamar mandi. Menyebalkan! Kumat ngeselinnya.

*****

Lagi duduk-duduk di teras sepulang kerja. Tiba-tiba ada mobil berhenti di depan pagar. Aku hafal betul itu mobil siapa. Ibu yang datang. Entah akan bikin huru hara apa lagi sekarang?

Aku berdiri menyambut kedatangannya. Kemudian menyalami dan mengecup punggung tangannya. Dahiku sedikit mengernyit saat beliau tidak menolak saat aku salami. Ibu sedikit berbeda hari ini. Tidak seperti yang sudah-sudah. Wajahnya ketus dan datar. Kali ini terlihat lebih enak dipandang mata.

SUAMIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang