Tom & Gery

447 48 13
                                    


Reno melirik si Bocil, kemudian geleng-geleng kepala. Dia lantas berdiri secepat kilat pindah duduk di sebelah kananku. Bocil langsung menyuruhku berdiri.

"Kalian ini apa-apaan, sih? Kayak anak kecil aja!" ketusku sambil berdiri. Bocil menarik lenganku sehingga aku terduduk di pangkuannya. Saat aku akan bangkit berdiri, dia tak mengizinkannya. Tangannya melingkar di pinggang ini. Erat.

Aku menoleh, dia mengedipkan matanya. Memberiku kode agar tetap duduk di pangkuannya. Sedang Reno, dia menoleh kemari, lalu geleng-geleng. Entah sudah berapa kali dia melakukan adegan seperti itu.

"Dasar childish!" ejek Reno.

"Sirik aja lu!" balas Miku.

"Kalian berdua apaan, sih? Udah dong, ih, gak jelas banget, deh!"

"Itu, suamimu tuh, kek bocah tau gak, sih!"

"Eh, mending gua, kek bocah emang masih imut, masih pantes, lah elu? Jambangan, udah kelihatan bangkotan, gak pantes berlagak kek bocah lu!" Bocil tak mau kalah.

"Wah, nantangin lu yak!" Reno berdiri sambil nunjuk-nunjuk. Miku akhirnya melepaskan aku, dia langsung berdiri setelah aku bangkit dari pangkuannya.

"Ayok! Lu pikir gua takut ama elu! Elu tuh ngapain sih, tiba-tiba nongol di sini! Ganggu orang mau pacaran aja lu! Balik sono ke alam lu!" Bocil nyolot.

"Suka-suka gua lah, ini tempat umum. Lu pikir ini halte punya nenek moyang lu?! Elu aja sono balik ke rahim emak lu!" balas Reno tak kalah nyolot. Bocil berang saat disinggung soal emaknya. Dia langsung mencengkeram kerah baju Reno.

"Jangan bawa-bawa emak!" tegasnya. Mata keduanya bertemu, nyalang. Aku berusaha menengahi. Sangat sulit saat aku coba melepaskan cengkeraman tangan si Bocil.

"Hei, udah dong!" bentakku. Gantian menoleh ke arah bocil dan Reno.

"Suamimu duluan yang mulai," ujar Reno.

"Elo!" tuding si Bocil tak mau kalah.

"Elo!" Reno membalikkan tudingan. Keduanya saling tunjuk. Aku tepuk jidat. Pusing sama kelakuan dua bocah bangkotan di hadapan.

"Dahlah, terserah kalian kalau mau gebuk-gebukan, sok! Lanjutkan! Kalian pikir aku peduli? Tidaaak!" Aku kesal, dan berbalik ke arah lain. Membelakangi mereka berdua yang masih terus saling adu argumen.

Kilatan cahaya disusul gelegar petir membuat kami bertiga berteriak secara bersamaan karena kaget. Reflek kami bertiga saling peluk. Setelah kesadaran si Bocil kembali, dia mulai lagi marah-marah dan nuduh Reno ambil kesempatan dalam kesempitan.

"Namanya juga reflek!" dalih Reno.

"Halah, reflek-reflek! Reflek kok meluk istri orang!" sungut si Bocil.

"Eh, Bocil, gua juga kan meluk elu paok!"

"Astagaaa kalian bisa udah gak, sih?!" teriakku sekuat tenaga. Sampek terasa agak sakit tenggorokan. Namun, sukses membuat mereka berdua terdiam beberapa saat.

Tak lama ponsel Reno berdering. Tampaknya ada panggilan masuk. Dia mengiyakan perintah lawan bicaranya di ujung telepon. Sejurus setelah telepon terputus, Reno pamit pulang. Bocil mengucap syukur.

"Bagus, pulang sono ke habitat elu!" Bocil mulai lagi. Reno hanya menatap bocil lekat sambil geleng-geleng. Lantas berjalan ke sisi motornya dan mengenakan helmnya. Hujan memang sudah agak reda. Menyisakan hawa dingin dan gerimis kecil-kecil.

"Udah Fa, laki kek gitu museumin aja!" seru Reno. Detik kemudian dia terbahak sambil starter motornya.

"Kampret lu! Elu aja sono Renosaurus!" Reno terbahak sambil tancap gas, pergi. Bocil masih misuh-misuh tak terima. Aku duduk di kursi halte, melipat tangan di dada, menghela napas menstabilkan emosi yang siap meledak.

SUAMIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang