Basah

1K 70 29
                                    

"Hei, kenapa melamun sambil nangis? Ada apa?"

Aku menggeleng. "Enggak ada apa-apa." Detik kemudian aku berdiri memasuki rumah, dia mengekor. Langkahku terhenti saat dia mencekal lengan ini. Dia melewati tubuhku, dan kini berdiri di hadapanku.

"Gak mungkin Mbak nangis kalau gak ada apa-apa. Pokoknya Mbak harus cerita sama aku! Kalau enggak ...." Dia menghentikan ucapannya. Mungkin sedang memikirkan sambungannya.

"Kalau enggak apa?" ketusku. Dia memelukku erat.

"Aku gak bakalan lepasin pelukan ini, sebelum Mbak janji bakal cerita yang detil dan jujur tentang apa yang membuatmu meneteskan air mata begini!"

"Ya udah, peluk aja selamanya!"

"Oke!" Tantanganku malah disanggupi dengan semangat. Menit telah berlalu dia tak kunjung mengendurkan pelukan. Lama-lama gerah dan capek juga.

"Ya udah, aku cerita. Tapi, nanti setelah kita mandi." Akhirnya aku menyerah.

Dia melepaskan pelukan dan langsung menarik lengan. "Ayuk, mandi!"

"Iiih, apaan sih, narik-narik!" Kutepuk lengannya.

"Tadi katanya ngajak mandi bareeeng."

"Dih, siapa yang ngajak? Halu!"

"Tadi, Mbak bilang gini 'setelah kita mandi' iya 'kan?" Aku mengangguk.

"Naaah, 'kita' berarti kita berdua mandi gitu kaaan?"

"Enggak! Mandinya gantian!" sewotku. Lantas berlari ke dalam kamar mandi duluan. Terus keluar lagi, lupa belum bawa handuk.  Setelah handuk di tangan, aku kembali ke dalam kamar mandi. Menutup pintu, tak lupa kukunci dan berbalik.

"Aaaaak!" jeritku. Bocil pun urung menurunkan celananya.

"Bociiiil! Kamu ngapain nyolong start? Hah?!" omelku.

"Ya, aku pikir Mbak gak jadi mandi."

"Modus!"

"Ya udah, kita mandi bareng aja apa susahnya. Toh, tempatnya luas."

"Gak ada mandi bareng-barengan. Keluar! Aku yang mandi duluan!" tegasku.

"Gak mau!" Dia pasang wajah tengil bin ngeselin. Aku kesal mengambil air satu gayung dan kuguyurkan ke badannya. Dia tak mau kalah, membalas menyiramkan air ke badanku menggunakan ember. Tentu saja seluruh badanku kuyup.

Saat aku manyun kesal hendak berteriak, dia menyiramkan satu ember air lagi. Kubalas menyiramkan air pakai gayung berulang kali. Impas sekarang sama-sama kuyup.

Dia meraih botol sabun cair dan dituangkan ke spons mandi. Kemudian mendekat. Gegas aku pasang kuda-kuda.

"Eits! Mau ngapain?" tanyaku sambil menunjuknya.

"Mau nyabunin Mbak."

"Eh, gak mau!" Aku menjauh menghindar. Mau berlari ke arah pintu dan keluar, tapi dicegat.

"Gak usah aneh-aneh deh, Cil!" tudingku.

"Kan, kita udah sama-sama basah nih, jadi ya udah, kita mandi bareng aja sekalian. Ya kan?"

"Enggak! Aku gak mau! Udah kamu aja yang mandi duluan. Awas, minggir! Aku mau keluar!" Dia malah merentangkan tangan di depan daun pintu.

"Enggak mau! Aku gak akan biarin momen indah ini berakhir."

"Momen indah apaan. Dingin iya, Cil! Udah deh, gosah aneh-aneh. Buruan kalau mau mandi! Biar aku keluar dulu!" Kugeser badannya agar menyingkir dari pintu.

SUAMIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang