Bab 05

2.6K 360 22
                                    

Bab 05

Para kandidat calon istri putra mahkota sudah di arahkan ke tempatnya masing-masing untuk beristirahat, sebelum mereka dipanggil kembali untuk penyambutan di aula utama istana Kerajaan Uchiha. Para dayang yang dibawa oleh kandidat hilir mudik membantu untuk mempersiapkan diri para tuanya masing-masing.

Di salah satu kamar yang ditempati Putri Hyuga, seorang pelayan baru saja memasuki kamar tersebut. Kamar ini terlihat luas dengan dekorasi yang didominasi warna hijau dan emas. Pelayan itu membawa nampan yang di atasnya sudah ada teko teh beserta gelas kecilnya. Dia meletakkannya di atas meja kecil, yang berdampingan dengan meja tuan putrinya.

Putri Hinata Hyuga namanya. Dia adalah gadis yang berperawakan semampai dengan rambut berwarna hitam keunguan serta memiliki netra yang bewarna seperti bulan. Dia dikenal sebagai putri dari pejabat pertahanan kerajaan Uchiha, yang terdahulu sebelum diambil alih oleh Pangeran Uchiha Itachi. Terlihat anggun dan sopan adalah ciri khasnya.

Hinata memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Neji Hyuga. Neji adalah anak dari adik ayahnya(Hizashi Hyuga), atau bisa dibilang Neji adalah saudara sepupu yang dekat dengannya. Neji juga adalah salah satu pengawal milik putra mahkota. Dia berperan sebagai kaki tangannya, Putra Mahkota kerajaan Uchiha.

Hinata yang masih sibuk dengan kaligrafinya sejenak tak merespon. Setelah beberapa menit, dia berhasil menyelesaikan kaligrafinya dengan sempurna. Dia mengangkatnya ke udara dan memperlihatkan ke arah dayang pribadinya, sembari bertanya, "Bagaimana menurutmu?"

Dayang yang setia menemaninya mulai melihat dengan teliti ke arah kaligrafi yang baru saja dibuat tuannya. Entah untuk ke berapa kalinya dayang itu dibuat terpukau dengan tulisan tangan itu?

"Anda selau membuat saya tak bisa berkata-kata, Tuan Putri." akunya, jujur. Senyum simpulnya menuai balasan yang begitu memuaskan. Hinata kembali meletakan kertas gulungan tersebut. Dayang dengan respon yang baik itu mulai menuangkan teh ke dalam cawan dan meletakkan di depan meja tuannya. "Seperti biasa, kau selalu mengertiku, Dayang Mei." lanjutnya. Senyum Hinata yang begitu anggun membuat dayangnya hanya bisa menahan buncahan sesuatu yang menggelitik di hatinya.

"Saya yakin, Putri Hinata adalah kandidat yang paling tepat untuk Putra Mahkota." seru dayang itu, menarik perhatian Hinata yang sedang menghirup uap teh yang mengepul dari dalam cawannya.

Hinata kembali meletakan cawan teh itu ke atas meja. Dia menatap penuh bangga ke arah dayang yang balik menatap dirinya. "Tentu saja. Aku dan Putra Mahkota sudah berteman sejak kami masih kecil." jawabnya, dengan nada yang terdengar aneh. Dia kembali melanjutkan acara minum tehnya.

"Ditambah lagi, Tuan Hyuga Neji juga sudah dekat dengan beliau. Tuan Putri tidak akan diragukan lagi." sahut dayang itu, membuat Hinata menyeringai dengan anggun di balik cawan tehnya. Semua berada di genggamannya, pikirnya.

.
.
.

Di kamar yang di tempati oleh Naruto dan Shion. Kedua dayang mereka berdua sedang menyiapkan segala keperluan tuannya, dan yang bersangkutan tidak menghiraukan. Shion masih sibuk dengan penampilan seperti apa yang akan dia kenakan hari ini, sebelum jamuan untuk penyambutan para kandidat. Sedangkan Naruto, dia hanya berdiri menatap ke arah luar jendela yang menyuguhkan pemandangan taman salah satu milik kerajaan Uchiha.

Pikirannya melayang ke beberapa hari yang lalu. Saat itu cuaca di luar area latihan sangat terik. Naruto memutuskan berlatih pedang setelah bangun tidur, tadi pagi. Dia menancapkan pedang itu ke tanah dan kepalanya mendongak ke atas langit yang berwarna biru. Seekor elang terbang memutar di atas udara. Dia tahu siapa pemilik elang tersebut.

"Jendral, Yang Mulia memanggil Anda." seruan penuh hormat itu membuat Naruto menoleh. Orang itu bernama Sai Shimura, teman sekaligus mata-mata dari kerajaan lain. Naruto pernah berpikir untuk menghabisinya, namun sesuatu yang entah apa itu membuat Sai tidak mau menjauh dari dirinya barang sedetikpun. Sejak saat itu, Naruto merasa masa bodoh dengan tingkah Sai yang menurutnya 'Biarkan saja'.

"Baiklah." jawabnya. Naruto mulai berjalan meninggalkan area latihan. Dia berjalan beriringan dengan Sai, di sebelah kanannya. Naruto berhenti membuat Sai juga ikut berhenti. Dia menoleh ke arah Sai, sedangkan yang bersangkutan lagi-lagi hanya tersenyum seperti biasanya. "Kenapa kau mengikutiku?" tanyanya. Mereka berdua kembali berjalan beriringan, hanya saja Sai satu langkah di belakang Naruto.

"Beliau juga memerintahkanku untuk menghadap," jelasnya, singkat.

Mereka berdua telah sampai di sebuah gazebo yang terletak di tengah-tengah danau buatan kerajaan Namikaze. Di sana, raja tengah duduk dengan penuh wibawa sembari meminum teh yang telah dihidangkan para dayang. Naruto dan Sai yang berdiri beberapa meter dari jarak sang raja, memberi hormat dengan gaya prajurit.

"Aku akan langsung ke intinya saja." jelasnya. "Aku mendapatkan undangan dari salah satu kerajaan yang mengundang kita. Aku ingin kalian mencari tahu seluk-beluk kerajaan demi keamanan Putri Shion." terangnya. Raja Namikaze itu berdiri lalu berjalan menepi ke arah pembatas gazebo, berpunggung tangan dan membelakangi mereka berdua. Tatapannya menerawang jauh ke arah taman yang selalu tertata apik. "Aku ingin kalian memata-matai kerajaan Uchiha!" perintahnya, dengan suara yang tegas.

"Kami melaksanakan perintah!" jawab mereka berdua, mengakhiri pertemuan itu.

.
.
.

Hutan di pagi buta yang diselimuti kabut itu terlihat mencekam saat ini. Suara derap langkah kaki kuda terdengar dari seberang selatan menuju ke arah utara. Naruto dan Sai mengendarai kudanya masing-masing dengan cepat. Udara yang masih terasa dingin tak menghalangi pergerakan mereka berdua yang diburu oleh waktu.

Seperti biasa, Naruto mengenakan mantel bertudung dan cadar berwarna hitam. Di balik punggungnya, Naruto membawa busur panah dan di pinggangnya sudah ada belati kecil sebagai alat pertahanan diri. Sedangkan Sai, dia juga hampir mirip dengan Naruto, hanya saja Sai membawa pedang yang panjangnya hanya sekitar tiga puluh centimeter sebagai alat pelengkap saja.

Meraka dalam perjalanan menuju ke arah kerajaan Uchiha. Setelah tiga hari perjalanan yang jauh itu, mereka berdua bisa melihat banyak orang yang berbondong-bondong memasuki gerbang kerajaan tersebut. Sai dan Naruto akan menyamar sebagai pengelana di ibu kota nanti, dan jika situasi memungkinkan dan aman mereka akan berusaha memasuki gerbang yang menuju ke istana. Misi mereka berdua tidak boleh sampai gagal.

Di malam hari, Naruto dan Sai berpencar dengan tujuan masing-masing yang sudah direncanakan sebelum mereka tiba di sini. Naruto bertugas mencari tahu semua tentang seluk-beluk penghuni kerajaan, sedangkan Sai bertugas mencari daftar semua peserta yang akan menjadi kandidat calon istri Putra Mahkota kerajaan Uchiha.

Seperti biasa, Sai ahli dalam bersembunyi. Pembawaannya yang terlihat tenang dan penuh perhitungan membuatnya entah bagaimana bisa menjadi mata-mata untuk kerajaan Namikaze. Sebenarnya, Sai adalah prajurit bayaran yang ditugaskan Danzo untuk mengawasi kerajaan Namikaze, karena Danzo berniat untuk menguasai kerajaan tersebut dan memonopoli semua wanita yang ada di sana. Namun, semua rencananya berubah total setelah Danzo mendapatkan informasi jika salah satu wanita yang ada di sana berprofesi sebagai prajurit.

Mendapatkan informasi yang begitu penting, Danzo harus lebih hati-hati lagi dalam membuat rencana. Dia harus memotong ekor itu lebih dulu sebelum menahklukan kerajaan Namikaze. Setelah menyewa prajurit bayaran, Danzo berusaha untuk mendapatkan lukisan seorang jendral tersebut. Dan upaya itu membuahkan hasil. Dia berhasil mendapatkan lukisan jendral wanita tersebut, yang diketahuinya identitas jendral itu sangat dirahasiakan di kalangan luar kerajaan Namikaze.

"Dia cantik seperti burung Peony. Akan membanggakan jika aku bisa menjadikan jendral itu sebagai selirku." kekehnya, setelah melihat lukisan Namikaze Naruto.

"Aku perintahkan kau menjadi mata-mata di kerajaan Namikaze, dan dapatkan informasi sebanyak apapun tentang kerajaan itu beserta jendral wanita itu!" serunya, setelahnya diiringi seringaian yang terlihat menjijikkan di mata Sai.

Sai yang mengingat kejadian itu, kembali tersadar. Dia sedang dalam waktu bertugas untuk menjadi mata-mata, dan Sai harus hati-hati untuk melakukannya. Setelah semua ini selesai, aku akan membawa pergi 'Dia' bersamaku tanpa sepengetahuan Danzo.

.

.

.

Tbc.

Jenderal & Putra MahkotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang