Bab 33

1.4K 293 49
                                    

ada kalanya kalian bakal bosen sama cerita ini...

Bab 33

Setelah pembantaian itu selesai, Naruto dan Anggota Akatsuki memilih untuk segera kembali. Entah bagaimana ceritanya, Kurama tiba-tiba juga memilih untuk ikut Naruto saja. Ia tidak bergabung dengan Anggota Akatsuki, ia hanya ingin ikut dengan Naruto.

Pain yang melihat jika Kurama ingin lebih dekat dengan Naruto, hanya bisa memisahkan jarak antara mereka berdua dengan adanya kehadiran dirinya di tengah-tengah keduanya. Dan Kurama yang menyadari hal inipun, melirik sinis Pain dengan tidak suka secara terang-terangan.

Untuk Naruto sendiri, ia hanya bisa menggelengkan kepala, pelan, tidak ingin ikut dalam pertarungan konyol yang entah apa yang ingin mereka perebutkan. Naruto bisa melihat Sasuke yang menunggangi kuda hitamnya. Sedangkan Raja Fugaku, ia berada di dalam kereta kuda yang sekalian Naruto kawal selama dalam perjalanan saja. Ia hanya ingin membalas budi, tidak lebih.

Naruto memilih mendekat ke arah kuda Sasuke. Ia melirik sebentar laki-laki tersebut. "Kau tidak berduka?" Tanyanya, sembari menatap lurus ke depan. Angin semilir menerbangkan beberapa anak rambutnya.

Sasuke menoleh ke asal suara tersebut. Ia bisa melihat Naruto yang menatap lurus ke depan, dengan surai pirangnya yang diterpa angin. Jantungnya mendadak berdebar tanpa disadarinya. Seperti kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya yang berusaha memberontak ingin keluar. Sasuke berpikir, jika ia harus menemui tabib kerajaan, setelah ini. Ia kembali menatap ke arah depan. "Untuk apa?" Balasnya, singkat. Siapa yang berduka, dan berduka untuk siapa? Pikirnya.

Naruto masih fokus menatap ke depan. Mereka menunggangi kuda dengan kecepatan sedang. "Tentu saja, calonmu yang baru saja meninggal."

"Di tanganmu."

"Ya." Jawab Naruto, cepat. Naruto sedikit berpikir. Ia kembali menatap Sasuke yang sepertinya terlihat biasa saja, tidak ada ekspresi berduka atau kehilangan sama sekali. "Kau tidak bersedih?"

"Tidak. Dan tidak akan pernah." Dan obrolan mereka pun berhenti di situ saja.

.

Naruto yang baru saja tiba di kerajaan bersama Anggota Akatsuki, segera berpisah setelah ia didatangi oleh seorang dayang dari Permaisuri Sara. Sebelum ia menemui orang itu, Naruto memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu dan bergegas pergi.

"Semoga Anda panjang umur seribu tahun!" Hantur salam hormat Naruto pada Sara, ibu dari kakaknya, Shion. Naruto sedikit membungkuk, dan kembali tegak menatap Sara dalam diam. Ia diundang secara pribadi di paviliun milik Sara sendiri. Ada hal penting apa sehingga memaksa Sara untuk menemui Naruto secara langsung dan untuk pertama kalinya.

Sara hanya mengangguk pelan. Ia mengkode gadis itu untuk segera duduk di kursi meja teh yang sudah disiapkan dayangnya. Ia mengangkat teko yang berisi air teh, dan menuangkannya ke dalam cawan Naruto. "Minumlah," awal Sara, yang sebenarnya hanyalah berbasa-basi saja. Naruto dengan patuh meminum teh tersebut.

"Tugasmu di sini sudah selesai. Jadi, aku ingin kau pergi, Naruto."

Perkataan Sara mampu membuatnya bungkam dan langsung berekspresi datar dan dingin. Apa yang dia maksud dengan kata pergi? Pikirnya, di dalam hati. "Apa maksud Anda?"

"Aku tahu kau berjasa banyak pada kerajaan ini. Namun, sekali lagi aku menegaskan hal ini padamu. Kau sudah tidak dibutuhkan lagi di kerajaan ini."

Naruto yang mendengarkannya pun hampir saja mematahkan kepala Sara dengan tangan kosong. Apa seperti ini, balasan yang harus ia terima? Apa seperti ini, setelah perjuangan yang sudah ia lakukan untuk kerajaan ini? "Kenapa Anda mengusir kami?" Tanya balik Naruto. Ia mengambil teko teh, dan menuangkannya ke dalam cawannya sendiri. "Bukankah aku sudah berkontribusi banyak terhadap Kerajaan Namikaze?" Balasnya, yang seakan tidak takut dengan semua kejujuran Sara yang sebenarnya berniat mengusir dirinya dan ibunya secara halus.

Jenderal & Putra MahkotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang