Bab 08

2.3K 329 8
                                    

Bab 08

Elang Hitam terbang mengudara di atas langit yang gelap. Di sebelah kaki kanannya terdapat gulungan surat yang sudah diikat dengan rapi dan harus disampaikan ke tempat tujuan. Kepakan sayapnya terlihat beberapa kali bergerak untuk semakin mempercepat terbangnya ke tempat tujuan yang diperintahkan oleh majikannya.

Di dalam hutan, seseorang sedang menunggang kuda dengan begitu cepat menuju ke Kerajaan Uchiha. Di gelapnya malam ini, dia menggunakan jubah yang bertudung untuk membuatnya tak begitu mencolok di gelapnya hutan. Ditambah jubah itu juga berwarna hitam sehingga seseorang itu terlihat menyaru dengan keadaan hutan yang begitu gelap. Cahaya bulan sesekali menerobos ke salah satu celah dedaunan dan tak sengaja menyoroti orang berjubah tersebut.

Jika dilihat dari dekat, sosok itu terlihat seperti laki-laki dewasa. Perawakannya terlihat tinggi dan bongsor. Mungkin dia juga tampan, jika saja cahaya bulan dan angin tak sengaja untuk tidak jahil terhadap tudungnya. Saat melewati hutan yang tak begitu lebat, tudung orang itu hampir saja terbuka dan memperlihatkan sebagian wajahnya yang mengenakan setengah topeng di bagian atas wajah. Tanpa kesulitan, laki-laki itu menarik tudungnya ke depan dengan tangan kiri. Dia menarik tali kekang kuda itu, dan semakin mempercepat lari kudanya.

.
.
.

Shion hanya diam membisu dan tak merespon semua ucapan Naruto, meski itu hanya hal sepele atau basa-basi saja. Wajahnya ditekuk terus-menerus saat melihat ke arah adiknya, Naruto. "Kenapa kau memakai gaun itu!?" semburnya, yang sudah lelah menahan untuk tidak mengomel kepada Naruto. "Ada banyak begitu gaun yang sudah disiapkan Ibunda, tapi kenapa kau memilih gaun lusuh itu!?" lanjutnya.

Naruto yang hampir meminum teh dari cawannya, melirik dengan tatapan yang terlihat seperti 'Apa peduliku?' lalu melanjutkan acara minumnya yang tertunda. Gaunnya memang terlalu simple dan terlihat seperti, dirinya bisa diremehkan oleh semua orang yang ada di sini. Dalam hati, Naruto tidak akan pernah menggubris omongan seseorang yang selalu menilai penampilannya.

Shion menuang isi teko teh dengan gemas tanpa berpikir jernih, dia tak sengaja menumpahkan isi teh yang panas itu dan mengenai punggung tangannya. Pekikan tertahannya terdengar oleh Naruto yang hanya meilirik lewat ekor matanya. Naruto yang pada dasarnya memang sengaja membiarkan Shion menuang teh dengan tergesa-gesa dan menimbulkan punggung tangannya terkena teh panas hanya menghela napas, lelah.

"Dasar!" gerutu Naruto, pelan. Dia bangkit dari duduknya dan menghampiri Shion serta tak lupa mengeluarkan sapu tangannya untuk mengelap pelan punggung tangan Shion. "Sebaiknya kita mencari obat oles, untuk luka ringan ini!" ajaknya, lalu Naruto memapah Shion meninggalkan aula istana.

Di lain sisi, kejadian yang baru saja ditimbulkan oleh Shion menjadi buah bibir para kandidat yang memang sengaja mengawasinya sejak tadi, sejak pertama kali mereka masuk ke aula istana. Tatapan dan sorotan mata yang benci terlihat jelas begitu kentara. Mungkin mereka memiliki dendam dengan alasannya masing-masing, mungkin.

"Lihatlah! Bahkan seorang dayangpun lebih profesional dalam hal itu!" cibir Tenten, sembari menutup setengah wajahnya dengan kipas yang selalu dia bawa. Sedangkan Hinata, dia hanya tersenyum meremehkan dengan tatapan yang begitu puas. Seorang kandidat yang begitu memukau tidak bisa menuang teh dengan benar, yang benar saja!?

Dan untuk bagian Yamanaka dan Haruno, mereka berdua tersenyum mencibir dalam hati. Bisa-bisanya ada seorang kandidat yang tidak bisa melakukan hal remeh, seperti ini. "Aku tidak tahu, apa yang dipikirkan Raja Namikaze setelah mengikutsertakan putri kesayangannya dalam sayembara ini?" cibir Sakura, dengan suara pelan yang masih bisa didengar oleh Ino.

"Ah, kau benar! Aku tidak tahu, apa dia akan terpilih setelah ini?" dan mereka berdua pun mencoba menahan tawa mereka untuk tidak tertawa begitu lepas.

Sedangkan di tempat para Pangeran Uchiha berada, mereka sedang dalam persiapan untuk datang ke aula istana. Pangeran Uchiha Itachi, malam ini akan menemani sang adik untuk penyambutan di aula istana. Dia saat ini sedang duduk di meja teh, ditemani seteko teh hangat yang memang sudah disiapkan oleh dayang. Itachi mengawali pembicaraan, "Bagaimana menurutmu dengan sayembara ini?" tanyanya.

Putra Mahkota hanya mempersibuk diri dengan beberapa dokumen yang belum sempat dia baca. Tatapan onixnya begitu serius setiap membaca laporan entah apa itu, yang tulisannya selalu tertulis dengan rapi di gulungan perkamen. Terkadang, dia hanya akan membubuhkan stempel dan tanda tangan jika dibutuhkan.

Setelah hening beberapa menit. "Aku tidak peduli," jawab Sasuke, singkat, padat dan jelas. Dia kembali menyibukkan diri.

Itachi menghela napas pelan. Adiknya selalu seperti ini. "Apa kau tidak merasa tertarik dengan beberapa kandidat yang cukup terkenal?" seru Itachi, mencoba memancing reaksi Sasuke. "Salah satu diantara mereka, ada Putri Namikaze." imbuhnya. Itachi menyeringai, saat gerakan Sasuke sempat terhenti beberapa detik saat ingin membubuhkan stempel di gulungan laporan. Dalam hati Itachi, ia merasa puas saat berhasil menarik eksistensi dari adiknya.

Sasuke menatap Itachi beberapa detik, kemudian melanjutkan aktivitasnya kembali. Ada sedikit perasaan tertarik dengan topik yang Itachi ucapkan tadi, namun Sasuke mencoba untuk tidak terpancing, lagi. Dia kembali menyibukkan diri, mengabaikan Itachi yang sejak tadi bercerita tentang para kandidat yang akan menjadi istrinya kelak.

Seruan seorang dayang menghentikan  percakapan Itachi, meski hanya Itachi saja yang berbicara sejak tadi. Sasuke yang menyadari jika waktunya sudah tiba, langsung berdiri. Baju kebesarannya terlihat mewah dengan corak hitam dan biru gelap serta pola-pola yang rumit berwarna perak. Di belakangnya, Itachi mengikuti Sasuke untuk mendampinginya.

.

.

.

Laki-laki berjubah hitam itu memperlambat langkah kaki kudanya. Di depannya yang berjarak beberapa meter sudah terlihat gerbang kerajaan Uchiha. Laki-laki itu mendongak ke atas, dan dia bisa melihat dimana di atas langit yang gelap itu, Elang Hitam terbang mendahuluinya. Elang Hitam adalah nama pemberiannya, sama seperti dirinya yang bergerak di kegelepan malam. Sai begitu bangga dengan nama pemberiannya. Bahkan Naruto sering mengajak Elang Hitam sebagai teman berburu jika mereka sedang ada di medan perang.

Kadang Sai merasa iri, jika Naruto lebih memilih Elang Hitam sebagai teman berburu daripada dirinya. Namun, Sai juga bangga di saat yang bersamaan karena Elang Hitam mampu menjadi mata-mata untuk dirinya menggantikan mengawasi Naruto. Senyum simpul tersemat di bibir tipisnya, dan dia melanjutkan laju kudanya dengan pelan menuju gerbang kerajaan Uchiha.

Sedangkan di tempat Naruto, dia akan kembali ke aula istana setelah Shion selesai di obati oleh tabib kerajaan. Naruto berjalan pelan menuju jendela kamar. Dia membuka jendela tersebut, dan menatap ke atas langit dimana sudah ada Elang Hitam yang terbang berputar di sana. Dahi Naruto berkerut, ada gerangan apa sampai Elang Hitam ingin menemuinya.

Naruto ingat, saat sebelum kejadian Shion yang terkena tumpahan air teh, dia sedikit samar mendengar suara Elang Hitam di balik atap aula istana ini. Dengan kejadian yang baru saja dialami Shion, memberi ide Naruto agar mereka bisa keluar dari aula istana tanpa berbohong mencari alasan. Dan benar saja, Elang Hitam mencoba berkomunikasi dengan dirinya, dengan cara membuat suara di sekitar dirinya berada saat ini. Pasti ada hal penting, batin Naruto. Dia kembali menutup jendela, dan beralih untuk keluar dari paviliunnya.

Tanpa sepengetahuan Naruto, Putra Mahkota yang kebetulan melewati lorong taman untuk menuju aula menyadari adanya sesuatu yang tidak beres di atas langit sana. Sasuke melirik sang kakak, yang dimana sang kakak juga melirik dirinya balik. Ia kembali melihat ke atas langit yang berada di seberang. Elang hitam, batinnya, penasaran. Seingatnya, Sasuke tidak pernah melepaskan hewan peliharaannya secara sembarangan di jam-jam malam begini. Penyusup, batin Sasuke dan Itachi bersamaan.

Itachi yang menyadari adanya keganjilan dengan malam ini, berpikir dalam diamnya. Meski tubuhnya sedang melakukan perjalanan menuju aula bersama Sasuke dan diikuti para dayang beserta pengawalnya, pikirannya sedang melayang jauh. Ia akan meminta bawahnya untuk menyelidiki semua keganjilan ini dengan diam-diam, selagi ia sibuk dengan pesta penyambutan.

.
.
.
tbc.

Jenderal & Putra MahkotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang