Bab 38

1.2K 237 14
                                    

Bab 38

Pertarungan mereka pun berlangsung seru. Naruto tidak menyangka jika Kuramalah yang menculik Sai selama ini. Ia menarik pedang milik salah satu prajurit dari Kurama. Naruto juga tidak terima dengan semua kebohongan yang sudah Kurama lakukan selama ini. Ia berhak marah, bukan?

Naruto mundur ke belakang. Ia menatap tajam Kurama. "Kau benar-benar b*jing*n, kau tahu!" Desisnya, masih dengan terbawa emosi. Awal mula ia mengetahui semua kebohongan Kurama selama ini adalah, saat ia tidak sengaja menguping dari salah satu prajurit yang mengobrol di lorong istana.

Bagaimana bisa Kurama berbohong hingga bertahun-tahun lamanya? Sesalnya, di dalam hati.

Dua prajurit itu mengobrol tentang status siapa Kurama sebenarnya hingga membawa-bawa namanya dan ibunya yang bisa tinggal di tempat ini dengan mudah, dan yang terakhir adalah tentang tahanan yang bernama Sai. Prajurit itu masih mengobrol dengan seru, dan berhenti saat Naruto datang menghampiri mereka. "Apa kalian tahu di tempat mana laki-laki yang ditahan tersebut?" Tanyanya, mengorek informasi. Sedangkan prajurit itu sedikit ragu untuk menjawab. Selaina ini bersifat rahasia, Raja Kurama juga sudah menurunkan perintah jika Putri Naruto memiliki hak istimewa di kerajaan ini.

Karena tidak bisa menolak, mereka pun mengantar Putri Naruto ke tempat penjara bawah tanah. Di sana Naruto bisa melihat tubuh Sai yang tak sadarkan diri, dengan posisi tubuh terbaring di atas tumpukan jerami dan tubuh penuh luka. Apa selama diculiknya Sai dan diperbudak di tempat ini, adalah Kurama yang melakukannya. "Apa Kurama sendiri yang menyiksanya?" Ini adalah pertanyaan untuk terakhir kalinya Naruto bertanya. Kedua tangannya terkepal erat.

"Benar, Putri." Dan pernyataan itupun sukses membuat Naruto meledak setelahnya. Ia benar-benar marah. Dan pertengkaran yang berujung perkelahian antara dirinya dan Kurama pun tak terhindarkan.

.

"Naruto, aku bisa jelaskan!" Sergahnya, mencoba berbicara baik-baik dengan gadis pirang tersebut. Kurama hanya bisa menghindari serangan Naruto yang di alamatkan padanya.

"Sialan!" Maki Naruto, keras, saat Kurama berhasil menghindari serangannya. Dengan kekuatan yang ia alirkan pada pedangnya, Naruto kembali menyerang Kurama dengan serius. Pedang yang digunakan Naruto menimbulkan efek angin yang mampu merusak apapun yang ditebasnya. Tanah yang tak bersalahpun retak karena ulahnya.

Kurama yang melihat jika Naruto sudah menggunakan kekuatan dalam pun ikut menggunakan pedang miliknya, yang sejak tadi hanya ia simpan. Kurama dengan sedikit ragu mulai membalas serangan Naruto. Pertarungan mereka pun terjadi di dalam hutan. Kurama terpaksa berpindah tempat, agar Kushina tidak mengetahui pertengkaran mereka. Ia tidak sanggup melihat wanita itu menangis jika melihat dirinya dan Naruto sedang bertarung.

Kushina pernah berpesan padanya, "Kurama, apa aku boleh meminta suatu hal padamu?" Tanyanya, waktu itu. Kurama yang mendengarnya pun hanya mengiyakan permintaan tersebut. "Apa kau mau menjadi putraku, dan menjadi kakak dari Naruto?" Tawarnya, dengan diiringi senyuman keibuan. Ia mengusap kepala Kurama pelan, lalu beranjak pergi. Kushina tidak ingin mamaksa Kurama sepenuhnya.

Ia pun berdiri, dan menatap punggung Kushina. "Aku akan menjadi kakak yang baik untuknya!" Jawabnya dengan mantap, membuat Kushina yang sempat berjalan pun berhenti di tempatnya.

"Kalau begitu, panggil aku Ibu mulai sekarang." Dan percakapan itupun membuat hati Kurama menghangat. Sejak saat itu, ia menyayangi Kushina sebagai ibunya sendiri dan Naruto sebagai adiknya.

Pertarungan mereka membuat Naruto gelap mata. Ia tidak suka dikecewakan oleh orang terdekatnya, dan Kurama sendirilah yang membuatnya kecewa saat ini. Ia pun terus melakukan serangan yang mematikan untuk Kurama. Tanpa ia sadari, rambut yang tadinya berwarna pirang secara perlahan berubah menjadi merah. Tubuh Naruto berputar, dengan pedang yang selalu berusaha menebas lawannya.

Kurama yang menyadari jika Naruto mengalami perubahan fisik pun tercengang melihatnya. Ia menghalau serangan Naruto dengan pedang miliknya. Karena tidak berhasil menyerang Kurama dengan pedang, kaki Naruto pun menendang bagian pinggangnya dengan kuat. Kurama mundur ke belakang, sembari memegangi pinggangnya yang berdenyut sakit.

Setelah menendang Kurama, Naruto menghirup udara dengan rakus. Satu air mata turun membasahi pipi tannya. Ia benar-benar kecewa pada Kurama yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri, namun berani membohongi dirinya dan ibunya dengan waktu begitu lama. Ia membuang pedang itu ke tanah, dan berbalik untuk pergi. Namun, saat kakinya akan bergerak melangkah, Naruto pun terjatuh tak sadarkan diri.

"Naruto!" Panggil Kurama, keras. Ia pun berlari datang menghampiri tubuh Naruto yang tak sadarkan diri. Kurama mencoba mengecek denyut nadinya, dan masih berdenyut. Ia pun membawa Naruto ke dalam pelukannya dan kembali ke paviliunnya.

.

Suara pintu paviliun yang terbuka menyadarkan Kurama yang melamun. Ia bisa melihat Kushina yang datang memasuki kamar yang digunakan Naruto untuk beristirahat. Eksistensinya kembali teralih menatap Naruto yang terbaring di atas ranjang. Diam-diam, wajah Naruto saat ini mengingatkan dirinya dengan wanita yang dulu pernah dicintainya.

"Kurama." Panggil Kushina, pelan. Ia datang menghampiri, lalu duduk di ranjang, di sebelah putrinya. "Apa yang terjadi dengan Naruto? Apa kau bisa menjelaskannya?" Lanjutnya. Ia bisa melihat Kurama saat ini yang seperti sedang merasa bersalah karena telah berbohong pada dirinya dan putrinya.

"Maaf, Ibu." Tukasnya dengan penuh sesal. Kurama pun jatuh berlutut di hadapan Kushina, membuat yang bersangkutan salah tingkah karena belum siap menerima perlakuan Kurama seperti ini. "Aku tidak bermaksud melukai Naruto, Ibu. Aku minta maaf." Tambanya. Kedua tangannya menggenggam tangan Kushina dengan erat. Kurama benar-benar menyesal saat ini.

Kushina yang melihatnya pun tersenyum dengan teguh. Ia menjadi tidak tega, setelah melihat kesungguhan di kedua mata putra angkatnya. Ia kembali membalas genggaman Kurama. Satu tangannya mengusap surai merah laki-laki tersebut. "Kurama, bersikaplah seperti dirimu biasanya. Putra Ibu tidak pernah seperti ini." Balasnya, dengan senyuman tulus. Melihat reaksi Kushina yang sepertinya mengerti akan dirinya pun, memilih untuk menyandarkan kepalanya ke pangkuan sang ibu angkat.

"Ibu, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud membohongimu, ataupun Naruto. Sungguh, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya belum siap dengan semua ini." Jelasnya dengan panjang lebar.

Tangan Kushina masih setia mengusap anak laki-lakinya. "Ibu tahu, Kurama. Tapi, apa yang membuat Naruto hingga dibuat marah olehmu? Apa Ibu boleh mendengar ceritamu?" Tanyanya, berusaha mencari tahu.

"Aku memiliki budak yang bernama Sai. Aku tidak tahu jika Sai adalah teman Naruto. Jadi, aku tidak sengaja menyiksanya karena dia selalu berusaha kabur dari tempat ini."

"Apa kau juga akan mengurung Naruto, setelah ini? Jika putra Ibu berpikir seperti itu." Balas Kushina cepat. Ia tahu betul dengan sikap Kurama yang terlihat dingin, namun lama-lama akan terobsesi dengan hal yang baru. Ia juga tidak ingin, Kurama memiliki sifat itu di kemudian hari pada putrinya.

"Aku tidak tahu."

Ia pun menjauhkan Kurama dari pangkuannya dan menatap Kurama dengan serius. "Ibu hanya memintamu untuk menjaganya, Kurama, bukan untuk mengurungnya." Nasehatnya, mencoba mengalihkan pemikiran Kurama agar tidak terlalu terobsesi pada suatu hal apa lagi putrinya.

"Tapi-" Kalimatnya dipotong oleh Kushina dengan cepat.

"Putra Ibu harus menurut dengan Ibu. Dan satu lagi, apa yang membuat Naruto bisa berubah rambut menjadi merah?" Tanya Kushina untuk ke sekian kalinya.

tbc.

ada yang inget cerita yang dulu" di unpublish tidak?
ada yang kangen ?

Jenderal & Putra MahkotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang