Bab 45

972 132 19
                                    

Bab 45

Waktu terus berjalan. Keadaan hutan sudah menjadi daratan yang tandus. Beberapa pihak masih belum menemukan solusi untuk mengalahkan musuh. Pain dan regunya berusaha membantu yang lain.

Ia menebas para orang mati yang dihidupkan kembali oleh musuh. "Sasori, Deidara! Kalian bantu pasukan Uchiha." Teriak Pain dengan lantang. Mereka berdua pun hanya mengangguk, dan bergegas pergi sesuai perintah sang ketua.

"Kisame, Hidan, Kakuzu. Kalian bertiga bantu pasukan Suna!" Mereka bertiga yang mendapatkan perintahpun juga segera bergegas pergi. Pain melihat ke arah regunya yang tersisa hanya satu, yaitu Konan. Ia pun berucap, "Kita harus membuat  Naruto sadar kembali. Dia punya banyak hutang kepada kita."

Tatapannya menerawang jauh ke tempat Naruto berada. Kau masih punya hutang jawaban di 'waktu itu', Naruto. Batinnya di dalam hati. Pain menatap Konan, lalu mengangguk. Mereka berduapun menarik tali kekang kudanya masing-masing dan berlari menyongsong Naruto di garis depan.

Pertarungan pun kembali terjadi dari beberapa belah kubu. Itachi bisa melihat ke arah bala bantuan dari pasukan rahasia milik Akatsuki yang datang membantu dirinya. Tiba-tiba semangatnya kembali muncul ke permukaan. Itachi dengan semangat memulai kembali aksinya untuk melumpuhkan musuh. Ledakan yang berasal dari salah satu orang membuat eksistensi Itachi beralih. Dalam hati ia membatin, siapa gerangan yang memainkan alat peledak untuk membunuh musuh?

"Karena seni adalah ledakan!" Teriak salah satu regu dari Itachi, setelahnya. Kepulan asap pun membumbung tinggi ke langit.

Sedangan regu yang membantu Suna juga sudah ikut bergabung. Gaara hampir saja terkena sabitan senjata tajam dari salah satu regunya, yang mencoba membantunya saat Gaara hampir saja diserang dari arah samping. Ia bisa melihat senjata itu dengan tatapan ngeri. Gaara juga tidak tahu jika ada senjata yang sebesar itu dan bisa dikendalikan dengan mudah oleh pemiliknya. "Kupersembahkan semua ini untukmu, Dewa Jasin!" Kalimat itu pun mampu membuat Gaara sedikit takut.

Kakashi dan Toneri berlari menyongsong ke arah Naruto dengan sembari menyerang musuh yang datang menghadang dari arah depan. Tebasan pedang dengan kecepatan kilat berhasil menumbangkan beberapa musuh yang diserang oleh Toneri. Kakashi hanya melirik lewat ekor mata saja. Ia hanya menghela napas lelah, dengan sikap Toneri yang bisa dibilang berlebihan.

Sedangkan di posisi Naruto sendiri, surai merahnya perlahan memudar, kembali ke sedia kala; pirang. Kurama yang menyaksikan hanya bisa berkedip, begitu pun Sasuke. Sebenarnya Naruto itu apa? Pikiran itu sempat berlabuh di pikiran masing-masing.

Tubuh Naruto yang tadinya diam tiba-tiba berputar dengan cepat dan melompat menyerang ke arah mereka dengan diiringi tebasan pedang yang terlihat lincah. Kurama yang menjadi sasaran pertama pun mencoba menghindari serangannya dengan cara mundur ke belakang dengan ilmu meringankan tubuh.

Melihat ada sedikit celah, Sasuke mencoba menyerang dari arah samping Naruto dengan gerakan-gerakan mematikan. Pertarungan satu lawan satu itupun membuat Kurama memutar otak untuk merencanakan sesuatu, agar Naruto terlepas dari kendali sang musuh.

"Hanya ada satu cara, agar Naruto bisa kembali sadar!" gumamnya, pelan. Kurama menatap Naruto dengan mantap. Ia menarik napas dalam, kemudian ikut membantu menyerang Naruto. Pertarungan satu lawan dua orang pun terjadi dengan sangat cepat. Bunyi besi yang saling beradu dengan kekuatan kilat menjadi daya tarik tersendiri.

Bunyi tusukan pedangpun mulai terdengar. Kurama, Sasuke dan Naruto pun terdiam. Kedatangan Pain dan Konanpun seperti tak terdengar. Pain bisa melihat hal nahas itu yang terjadi dengan begitu cepat. Urat-urat amarah pun tercetak di beberapa otot wajah milik Pain.

"Apa yang kau lakukan, bodoh!" Makian keras itu pun lepas. Pain semakin terbawa emosi dan mendekat ke arah ketiga orang tersebut. Konan yang melihat hal ini hanya bisa menggenggam erat tali kekang kuda dengan kuat. Wajahnya mengeras, menahan buncahan emosi yang sudah lama terpendam. Dengan perasaan berkecamuk ia terpaksa menyusul Pain di depan.

Netra hitam itu menatap nanar netra milik Kurama. Ia tak menyangka jika dirinya yang entah sejak kapan menjadi seperti ini. Sasuke semakin tak mengerti apa yang sudah terjadi. Lewat ekor matanya, Sasuke bisa melihat Naruto yang menyeringai penuh kemenangan dalam kendali iblis. Tusukan pedang dari Kurama semakin terasa, ditambah satu tusukan lagi dari arah belakang milik pedang Naruto.

Darah kental pun keluar dari mulut Sasuke yang tertutup rapat, membisu. Tubuhnya terasa panas, dan nyeri di bagian perut sekaligus. Keadaan sekitar pun terlihat tidak jelas di indra pengelihatannya. Teriakan Itachi pun juga tidak terdengar. Napasnya yang tadinya sempat memburu perlahan mulai tersendat-sendat. Detak jantungnya juga mulai melemah. Tanah yang tanduspun menjadi tempat Sasuke Uchiha, Putra Mahkota Kerajaan Uchiha, gugur di medan perang.

Kurama yang tidak menyangka hal ini akan terjadipun hanya bisa diam membatu, kedua netra merahnya menatap Sasuke dengan lebar. Naruto sudah mundur, kembali ke belakang, mencari jarak aman. Kurama menarik pedang dan membuang pedang tersebut jauh ke tanah. Ia menerima tubuh Sasuke yang akan terjatuh ke tanah dengan kedua tangannya yang bergetar. Perasaan menyesal dan merasa bersalah pun muncul ke permukaan.

Makian Itachi yang bergaung di dekatnya tak ia dengar. Itachi sibuk mencoba mencari kesadaran sang adik, dan Kurama yang masih terbawa ke dalam rasa bersalah yang semakin mendalam. Tawa Orochimaru dan Kabuto yang terdengar keras pun menarik perhatian Kurama kembali untuk tersadar.

Netra merahnya semakin menyala, lewat ekor mata ia menatap penuh benci dengan musuhnya. Kedua tangannya tergenggam dengan erat. Dalam hitungan detik ia kembali bangkit dan mengambil pedang yang sempat ia buang tadi. Kurama berusaha berlari dan menyerang ke arah Orochimaru berada, namun dihalangi oleh Naruto. Pertarungan keduanya pun semakin tak terelakkan.











tbc.

Jenderal & Putra MahkotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang