Bab 44

1.2K 173 13
                                    

pengen banget tak museumkan lagi ceritanya (⁠╯⁠︵⁠╰⁠,⁠)

Bab 44

"Apa yang terjadi?" Tanya Itachi, di sela kegiatan bertarungnya. Rekan satu pasukan yang ditanyainya hanya menjawab sekenanya saja, jika mereka sedang melawan Jenderal Naruto yang berada dalam kendali iblis.

"Sialan!" Itachi menebas musuhnya dengan ganas. Ia pada akhirnya tidak bisa menyimpulkan apapun. Jika seseorang sekuat Naruto bisa dikendalikan, bagaimana dengan yang lain. "Argh!" Pada akhirnya ia hanya bisa mengerang frustasi, manahan emosi. Dia dan pasukannya datang terlambat, dan dia baru bisa mencerna keadaan yang baru saja terjadi. Sedangkan di lain sisi, mereka sedang melakukan pengejaran ke medan perang.

.

Tendangan Naruto berubah menjadi semakin brutal. Kurama hampir saja mati jika saja tidak ditolong oleh Kakashi. Sedangkan Kakashi sendiri, ia membawa Kurama untuk semakin jauh dari radar Naruto. "Dia bukan Naruto!" Tutur Kakashi, menyadarkan Kurama yang sempat memberontak untuk kembali mendekati gadis yang sedang dikendalikan tersebut. "Kau tidak akan menang, meskipun kau juga sama Iblisnya dengan dia." Lanjutnya, yang mampu membuat Kurama terhenyak.

Kurama menatap Kakashi dengan pandangan yang sulit diartikan. "Jangan menatapku. Aku bukan wanita cantik." Kelakarnya, membuat Kurama menormalkan ekspresinya kembali.

"Bagaimana bisa kau tahu?" Balas Kurama. Ia mencoba berdiri kembali, setelah dijagal Kakashi agar tidak berlari ke arah Naruto yang sedang mengamuk. "Sepertinya kau bukan orang biasa." Tambahnya, sembari melirik Kakashi dengan ekor matanya. Ia sedikit curiga, namun menyadarinya.

Kakashi menatap ke arah Naruto, yang sepertinya sedang dikepung oleh teman-teman Sasuke. "Aku tidak sepertimu," ujarnya, dengan nada bersahabat. "Kau lihat dia?" Dengan dagu menunjuk Naruto yang tak terkalahkan melawan tiga orang sekaligus. "Dia sudah bukan Naruto lagi, jika kau sudah tahu." Tambahnya, menjelaskan sekaligus mengingatkan Kurama kembali seperti apa kenyataannya.

Mendengar hal itu, Kurama juga sudah menyadarinya lebih dulu. Semakin kuat kekuatan yang diterima, maka semakin kecil adanya kesadaran di diri Naruto. Dilihat dari sekarang pun Naruto sudah benar-benar dalam genggaman musuh. Tidak ada secuil kesadaran pada gadis itu.

"Pasti ada satu cara untuk menyadarkannya kembali." Balas Kurama, setelah jeda beberapa detik. "Apa kau punya solusi?" Lanjutnya, sembari menatap ke arah Kakashi yang masih diam mengamati.

Merasa dilirik oleh Kurama, Kakashi pun kembali memasang mimik serius. "Ada. Tapi akan sangat berbahaya bagi dia."

"Apa itu?"

.

Naruto menarik pedang milik seseorang yang sudah mati, dan menggunakannya sebagai senjata. Kedua netra hitamnya menatap dingin dan tajam ke arah Sasuke. Entah sejak kapan Suigetsu dan Karin juga sedang bertarung dengan Minato, dan Juugo melawan Danzo. Pertarungan yang terlihat seimbang tersebut pun tidak ada habisnya.

Di kejauhan, anggota Akatsuki datang untuk membantu. Pain yang masih menjadi ketuapun mempercepat laju kudanya. Ia yang kembali merasakan energi dari Naruto segera mencari keberadaan gadis tersebut. Di sepanjang jauh mata ia memandang, Pain hanya bisa menyaksikan pertarungan yang terlihat aneh menurutnya. Ia tidak menemukan Naruto di mana pun.

Para mayat yang kembali dihidupkan menyerang para manusia yang masih hidup. Ia tidak menemukan kepala bersurai pirang yang biasanya selalu berada di garis depan. "Di mana dia?" Gumamnya, pelan. Tatapannya pun terfokus ke arah gadis bersurai merah yang sepertinya unggul dari siapapun.

.

"Sepertinya sekutu kalian banyak juga." Cibir Toneri, ke arah Kurama. Ia bisa melihat rombongan Akatsuki yang mulai mendekat ke arah mereka.

"Mereka bawahan Naruto." Balas Kurama, sedikit enggan menjelaskan.

"Baiklah, sudah cukup. Ternyata dia cukup populer di sini." Ujar Toneri, yang sedikit membingungkan Kurama. Apa maksud dari kalimat tersebut?

Toneri dan Kakashi menatap Kurama dengan pandangan yang sulit diartikan. "Sekarang giliran kami yang akan melindunginya." Lanjut Toneri, mengakhiri pembicaraan tidak jelas itu dan berlalu pergi dengan Kakashi untuk ikut menyerang Naruto.

Sedangkan di bagian Naruto sendiri, ia sedang menatap Sasuke dengan wajah datar. Sasuke terluka parah namun masih berusaha untuk tetap bertahan. "Kau payah!" Tukasnya, dengan nada dingin.

Sasuke yang mendengarnya pun terhenyak sesaat. Sepertinya jiwa Naruto juga sedang berusaha untuk terlepas dari kendali musuh. Ia pun berusaha untuk bangkit kembali. Sasuke yakin, jika Naruto saat ini sedang berusaha juga untuk mengendalikan dirinya. Saat ia bersiap untuk kembali menyerang Naruto, Sasuke membeku di tempatnya berdiri, lalu tersenyum menyeringai setelahnya tanpa ia sadari.

"Akhirnya kau mengatakan itu!" Gumam Sasuke, pelan. Entah kekuatan apa yang sebenarnya sudah Sasuke sembunyikan sejak tadi. Sejak penyerangan untuk melumpuhkan Naruto, ia hanya bisa mengalah dan tidak menggunakan keahliannya dengan sepenuhnya.

Jika diingat kembali, Sasuke ingin tertawa saat itu juga. Beberapa hari yang lalu, Naruto sempat bertukar cerita saat sedang membantu dirinya dalam melawan musuh. Naruto berpesan, jika ia dalam bahaya dan tidak bisa mengatasi hal tersebut, Naruto berharap Sasuke mau membantunya. Namun, Sasuke memiliki penilaiannya sendiri. Ia akan membantu Naruto dengan satu syarat, dan syarat itu pun mampu membuat Naruto berubah ekspresi menjadi masam saat mendengar penuturannya.

Seringaian itu semakin lebar. Mungkin seperti ini rasanya, jika ia berhasil membuat Naruto itu kesal di waktu tertentu. Ingatan Sasuke pun berputar ke beberapa hari yang lalu.

"Sasuke, ada yang ingin kukatakan padamu." Katanya, setelah mereka berhasil mengalahkan para musuh. Ia menyandarkan punggungnya ke arah punggung Sasuke. Mereka saat ini sedang duduk dengan posisi saling memunggungi. Napas mereka saling berderu, akibat kelelahan melawan musuh yang tidak ada habisnya.

"Hn." Balasan Sasuke cukup ambigu memang.

"Jika semisal aku tidak bisa mengatasi suatu hal, maukah kau membantuku?"

"Untuk apa?"

"Tentu saja membantuku. Apapun itu. Bagaimana?"

Sasuke menolehkan kepalanya ke arah Naruto, yang juga ikut menoleh ke arahnya. Bibir tipisnya menyeringai, dan Naruto merasa hal itu tidaklah baik. "Dengan satu syarat, bagaimana?"

"Apa maksudmu?"

"Jadilah istriku."

Naruto membuang muka ke arah samping dengan ekspresi masam. "Lamaran macam apa itu?" Cibirnya, pelan. "Jangan bercanda, Sasuke." Tambahnya.

Sasuke yang sudah menebaknya pun hanya bisa menatap hamparan hutan, dengan sekeliling yang dipenuhi tubuh prajurit musuh. "Aku tidak bercanda. Aku serius. Jika kau menyetujuinya, aku akan membantumu."

Dan kalimat terakhir itu mampu membuat hati Naruto sedikit menghangat, meski ia tidak percaya sepenuhnya dengan kalimat lamaran yang dilontarkan oleh laki-laki macam Sasuke. Musuh pun datang kembali, sehingga mereka berdua harus bersiap kembali untuk melakukan pertarungan. "Kau tidak ada romantis-romastisnya." Kata Naruto, mengakhiri obrolan mereka berdua.

"Hn."

tbc.

akhirnya kelar.
btw, Happybesdey buat Naruto sendiri (⁠。⁠♡⁠‿⁠♡⁠。⁠)

btw, Happybesdey buat Naruto sendiri (⁠。⁠♡⁠‿⁠♡⁠。⁠)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jenderal & Putra MahkotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang