Bab 37
Sasuke bersama Itachi pun bergegas menuju ke perbatasan antara Kerajaan Uchiha dan Kerajaan Namikaze. Setelah beberapa hari menempuh perjalanan, mereka akhirnya sampai di perbatasan. Ia bisa melihat pasukan Namikaze yang masih adu argumentasi tentang perbatasan. Sasuke mengenal laki-laki itu. Dia laki-laki yang pernah menjemput Naruto saat dalam sayembara. Ia pun datang menghampiri mereka semua dengan rombongannya.
"Apa yang kalian lakukan dengan perbatasan kami?" Tegurnya, dengan suara keras. Sasuke masih dalam posisi menunggangi kuda hitamnya. Ia menatap datar pasukan Namikaze.
"Kami hanya melakukan perintah," balasnya, sekenanya. Ia balas menatap Sasuke tanpa takut. Prajurit milik Uchiha sudah bersiap di posisinya masing-masing. Namun, sebelum mereka benar-benar melakukan baku hantam, ada seseorang yang menarik eksistensi mereka dengan kedatangan orang tersebut.
"Suna," gumam Itachi, pelan. Untuk apa seorang Raja Suna datang dengan rombongannya ke perbatasan ini. Apa mereka juga ikut andil karena permasalahan perbatasan ini? Pikirnya, di dalam hati.
"Ah! Ada Putra Mahkota dan Pangeran dari Kerajaan Uchiha, maaf aku menyela kalian." Katanya, sembari menyapa. Ia tidak tahu kedatangannya akan dihadiri anggota Kerajaan Uchiha juga. "Apa yang kalian lakukan di sini?" Lanjutnya.
Sasuke memilih mengabaikan. "Aku menegaskan kembali kepada kalian. Jika kalian tidak ingin berperang, kalian bisa mundur." Terangnya, menjelaskan sekaligus mengancam. Sedangkan Gaara yang menyadari pertikaian mereka pun mencoba menengahi.
"Hei! Sepertinya kalian sedang berseteru di sini. Kedatanganku ke mari bukan untuk menyaksikan pertarungan kalian. Lebih baik kalian berunding dengan kepala dingin." Jelasnya yang berusaha menengahi hal ini. Gaara tidak mau menjadi saksi antara mereka berdua.
Dan seperti yang Gaara harapkan, akhirnya mereka mau berunding dengan kepala dingin meski enggan di awal jalannya perundingan tersebut. Saat ini mereka sedang melakukan perjalanan menuju ke Kerajaan Namikaze, untuk mengadakan pertemuan pembahasan tentang batas perbatasan kerajaan.
Banyak pasang mata yang manatap mereka dengan takjub. Panji-panji Kerajaan Uchiha, Suna dan Namikaze memenuhi jalanan utama ibu kota. Setelah mereka sampai di gerbang utama istana, mereka bisa menyaksikan adanya kaum wanita yang begitu banyak memenuhi dalam istana. Entah apa yang mereka pikirkan, tentunya prajurit Namikaze itu merasa malu sendiri dengan tingkah pimpinannya saat ini.
Kedatangannya pun diumumkan secara mendadak oleh Kasim. "Yang Mulia Putra Mahkota dan Pangeran Uchiha, serta Yang Mulia Raja Suna telah tiba!" Teriakan tersebut pun menghentikan iringan musik dan penari yang ada di dalam aula istana. Permaisuri Sara yang mendengarkannya pun kelabakan di tempat. Pakaian yang ia kenakan tidak terlalu formal seperti gelar yang ia sandang.
Sasuke, Itachi, Gaara dan prajurit Namikaze masuk ke dalam ruangan. Mereka yang menyaksikan hal ini pun merasa jijik di tempat. Aula istana ini terlihat seperti tempat seorang pelacur yang sedang menggelar pesta secara besar-besaran. Entah apa yang dipikirkan Janda Permaisuri itu, intinya ia tidak layak menjadi seorang pemimpin. Belum sempat reda bisik-bisik para tamu itu, mereka dikejutkan kembali dengan pengumuman si Kasim yang berada di luar. "Yang Mulia Putra Mahkota Toneri telah tiba! Ketua Akatsuki telah tiba!"
Bisikan semakin menjadi-jadi. Mereka berusaha menyelinap keluar untuk menyelamatkan diri masing-masing, namun pintu yang akan mereka lewati sudah dikepung oleh prajurit Uchiha tanpa sepengetahuan mereka. Pakaian mereka yang sedikit kurang bahan pun menjadi tontonan bagi mereka yang di mana kadar kewarasannya masih utuh. Mereka harus menanggung malu ini seumur hidup. Baik laki-laki maupun wanita, mereka hampir mengenakan pakaian yang terbuka.
Mereka yang baru saja memasuki aula istana saling menatap satu sama lain. Mereka tidak menyangka akan sifat tidak senonoh pemimpin kerajaan ini. Seorang Janda Permaisuri sekaligus Ratu Namikaze menjadi sorotan akan tindakannya dalam memimpin, semua ini di luar logika. Untuk apa menjadi ratu, jika ia tidak memiliki kualifikasi sebagai pemimpin? Pikirnya, di dalam hati.
Sara merasa ada yang aneh. Kenapa orang penting semacam mereka datang secara bersamaan ke kerajaannya. Apa mereka ingin mempersunting putriku? Pikirnya, di dalam hati. Tanpa merasa malu sedikit pun, Sara mempersilahkan mereka untuk menghadap. "Selamat datang di Kerajaan Namikaze." Serunya, diiringi senyuman. Mereka yang melihat sikap Sara yang langsung berubah, mendadak merasa jijik sendiri. "Ada gerangan apa hingga kalian datang ke mari secara bersamaan?" Lanjutnya.
"Di mana Putri Naruto?" Kata mereka yang hampir bersamaan. Mereka saling menoleh, menatap masing-masing. Untuk apa mereka mencari seseorang dengan nama yang sama.
Wajah Sara yang tadinya ramah berubah menjadi masam. "Untuk apa kalian mencari Putri yang diusir itu!?" Katanya dengan diiringi membuang muka ke arah samping. Kipas yang ia genggam, ia buka untuk menutupi sebagian wajahnya.
"Masalah perbatasan, apa kau yang memerintahkan mereka?" Tanya Itachi, pada akhirnya. Sepertinya, hanya Uchiha saja yang tidak sedang mencari keberadaan Putri Naruto. Rasa sopan Itachi ia buang jauh-jauh.
Sara menoleh dengan cepat. "Benar. Itu aku yang memperintahkan mereka!" Jelasnya dengan nada pongah dan sombong. "Kerajaan kalian tidak maju, jika kalian masih berdiam diri tanpa memperluas wilayah kekuasaan kalian. Apa kalian cukup hanya dengan menguasai sebuah kerajaan saja? Apa kalian tidak ingin menjadi Kaisar untuk semua kerajaan yang ada di dunia ini?" Lanjutnya, dengan nada cibiran yang kentara. Ia menunjukkan jika dirinya bisa memimpin kerajaan ini tanpa bantuan putri yang terbuang itu. Bukankah Sara berhak sombong atas semua ini. Pikirnya.
"Cara meminpinmu benar-benar buruk!" Tukas Toneri, mampu menarik semua eksistensi mereka. Hanya Toneri dan Kakashi saja yang tidak pernah mereka lihat keberadaannya.
"Di mana Putri Naruto? Aku berhutang nyawa padanya." Gaara pun ikut mengajukan pertanyaan pada Sara. Ia pun langsung menjadi sorotan.
"Katakan di mana dia! Jika tidak aku akan menghancurkan kerajaan ini!" Pain juga ikut andil bertanya. Ia merasa kehilangan jejak Naruto, setelah besi yang ia tanam di daun telinga Naruto tidak terdeteksi. Besi itu akan meresponnya jika selama objeknya masih dalam keadaan hidup, dan hal ini membuatnya resah.
Pertanyaan demi pertanyaan langsung diucapkan oleh mereka. Dari banyaknya pertanyaan, kenapa mereka semua mencari keberadaan putri yang sudah ia usir beberapa tahun yang lalu. Wajahnya memerah, marah. Semua hanya berfokus pada Naruto semua. Kenapa Naruto memiliki ciri fisik yang sama seperti Minato. Kenapa hanya Naruto yang menjadi prioritas Minato selama ia masih hidup. Dan kenapa hanya Naruto yang bisa menjadi Ratu Kerajaan Namikaze. Sara benar-benar muak. "Kalian selalu mengelu-elukan Naruto seorang, aku juga ingin dihormati oleh kalian juga!" Teriaknya dengan keras.
"Aku juga seorang wanita. Aku juga bisa memimpin sebuah kerajaan. Jika Naruto bisa, kenapa aku tidak bisa!?" Tukasnya, masih dengan nada emosi. "Aku berhak atas Kerajaan Namikaze, dan aku berhak memberi perintah pada mereka untuk membunuh kalian!" Tambahnya, dengan senyuman yang terlihat serakah akan gelar serta kedudukan yang ia miliki. "Prajurit! Bunuh mereka yang mencoba menentangku!" Perintahnya dengan nada penuh amarah.
Sara pun digiring keluar untuk mencari tempat perlindungan, sedangkan para pangeran sibuk berperang dengan ratusan prajurit Namikaze. Pain yang hanya seorang diri pun menjauh dari pertikaian tersebut. Ia memilih mengikuti Sara yang dilindungi oleh barikade prajuritnya, untuk kabur dari kekacauan yang sudah ia buat sendiri.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenderal & Putra Mahkota
Fanfiction[END] Menceritakan kehidupan Uzumaki Naruto, putri dari Selir Uzumaki Kushina dan Raja Namikaze Minato. Selain status sebagai putri dari kerajaan Namikaze, Naruto juga adalah seorang Jenderal Perang. Keselamatan Putri Shion, putri dari Permaisuri Na...