3. Ardino

453 83 9
                                    

ARDINO Nawang Pramayoga menguci pintu apartementnya, kini ia sudah besiap dengan jaket kulit hitam, celana jeans biru langit dan masker yang sengaja diturunkan hingga dagu. Tangan kirinya menenteng helm full face hitam doff, sedangkan tangan kanannya sibuk membawa pizza yang di arahkan kemulutnya. Dino mengikuti saran Fara kemarin untuk memanaskan pizza sisa semalam untuk sarapan.

Pagi hari yang hectic, Dino enggan menaiki lift karena sudah pasti banyak penghuni yang kini menggunakannya. Ia memilih berjalan menelusuri koridor apartement dan menuruni dua lantai dengan tangga darurat.

Ketika Dino berniat mampir ke minimarket yang tak jauh dari parkiran motor, matanya menangkap sosok perempuan yang sudah sering ia lihat sejak masa SMA. Duduk tertunduk di bangku besi, dengan satu kaleng cola serta goodie bag biru muda di atas meja tergeletak begitu saja. 

"Carissa? sepagi ini?" sapa Dino keheranan. Dari situ Dino sudah menangkap hawa yang tidak enak. Ia memberi tanda agar gadis itu tetap menunggunya di sana, "sebentar Ris, gue beli minum dulu, seret ini abis makan" tunjuk Dino kearah lehernya.

Carissa mengangguk diam, matanya mengikuti langkah Dino yang memasuki minimarket. Tak lama, Dino kemudian meletakan sebotol air mineral di meja. "Nih buat lo juga. Diminum dulu, ide dari mana sih pagi-pagi minum cola?"

Dengan nada lesu Carissa menyahut, "makasih.."

Dino menepuk-nepuk kursi di hadapan Carissa dengan sarung tangannya, menyingkirkan dedaunan kering yang tertiup angin semalaman. "Habis dari mana, kayaknya kusut amat muka lo?"

"Dari ruko"

"Ruko? lo nggak pulang?" tanya Dino lagi.

Carissa melempar kasar ponselnya ke meja, melipat kedua tangannya ke dada kemudian. "Males, bokap bawa wanita ular itu kerumah lagi."

"Jangan sembarangan ngecap orang lain kayak gitu. Apa lagi dia temen baik nyokap lo".

"Ibu dulu terlalu percaya sama dia, sampai akhir hidupnya dia nggak sadar udah di tipu sama perempuan itu. Mana ada sih Din, hari gini temenan  nggak ada maksud di belakangnya?" cibir Carissa kesal.

Dino menghembuskan asap rokok nya asal keudara. "Lo tuh kebanyakan negative thinking, itu yang malah ngebikin lo jadi begini."

"Gue nggak neting ya! nyatanya kan kebukti, sekarang toko Ibu di kuasain, bahkan Ayah juga dia sikat, apa namanya kaya gitu kalau bukan ular?"

Sebenarnya Dino sudah tidak kaget dengan perangai mantan kekasihnya itu. Tidak satu dua kali tiba-tiba Carissa menampakkan diri di sekitaran apartementnya. Kalau sudah begini, Dino paham. Sesuatu yang buruk pasti sedang menimpanya.

Seperti ribut dengan Ayahnya. Putus atau bertengkar dengan pacarnya saja entah sudah keberapa kali Dino menyempatkan diri untuk jadi pendengar. Atau mungkin Carissa hanya sekedar iseng untuk bertemu Dino tanpa tujuan yang jelas. Sudah biasa

"Rissa.. lo harus belajar ikhlas. Kalau nggak ada Tante Sarah, keteteran yang ada hidup lo. Emang lo sanggup handle dua toko almarhum nyokap sendirian? apalagi di masa-masa kita tugas akhir gini?. Beneran deh lo harus bersyukur banget gue rasa. Bokap lo juga ada yang nemenin disaat-saat dia terpukul kehilangan teman hidupnya."

"Ya karena emang tujuan dia itu...ngerebut-"

Dino beranjak dari kursi. Dan Carissa pun dibuat kaget, "Udah, udah... gue mau cabut, lo mau gue anter ke kampus atau mau di sini aja?"

"Buru-buru banget sih... temenin gue dulu ngapa?" ucap Carissa memelas.

"Temenin apa? temenin lo ngeracunin hal-hal buruk di kepala ini?". Ucap Dino sambil menjentikan jarinya di kening Carissa. "Gue ada kerjaan pagi-pagi. Buruan!"

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang