18. Station

190 46 13
                                    

Fara memandangi Dino yang terlihat sibuk mengupaskan apel untuknya. Mendengarkan betapa senangnya Dino diterima di perusahaan yang sudah lama ia dan Mahesa incar. Meskipun sudah bekerja sambilan di percetakan selama kurang lebih satu setengah tahun, ia mengaku tidak akan menyangka akan segugup itu, padahal Dino baru akan mulai efektif bekerja tanggal satu di bulan berikutnya nanti.

Kebahagiaanya menjadi berlipat ganda karena penempatan cabang yang ia dapatkan sesuai dengan yang selama ini diharapkan. Tidak jauh dari Jakarta, hanya bergeser sedikit ke kota sebelah. Dino bisa bernafas lega untuk saat ini, karena masih bisa bekerja sambil membantu jalannya perusahaan orang tuanya. Dan yang paling penting, ia tak jauh-jauh dari Fara kekasihnya.

"Weekend nanti cari kemeja sama celana kerja yuk... biar gue yang bantuin pilihin." Fara berucap dengan semangat.

"Emang kamu besok free?"

Fara mengangguk cepat, "iya... Si Bos belum ngasih gue activity weekend, nggak tau tuh padahal kan gue udah beneran sembuh."

"Yaa sudah, sekalian anterin tante ke stasiun ya berarti. Gimana?" seru tante Lita yang tiba-tiba muncul dari arah dapur membawa dua gelas minuman dingin berwarna orange.

"Dih... apaan sih Mama, pagi banget itu mah. Kasian Dino kalau harus bangun pagi terus langsung kesini."

"Loh emang Tante udah mau balik ke Bandung?" tanya Dino.

"Iya.. kalau kelamaan di Jakarta nanti anak-anak kost pada nyariin Tante gimana?."

Dino lantas mengelap kedua tangannya yang lengket setelah mengupas sepiring apel di meja ruang tamu. "Jam berapa nanti Dino kesininya Tante?"

"Nggak usah, nanti biar sama gue aja Yang..." tukas Fara.

"Nggak apa-apa Kak... kamu bilang mau nemenin aku nyari baju kerja, biar sekalian aja."

Dengan nampan yang ia letakkan di pahanya, tante Lita duduk bergabung dengan Fara dan Dino. Matanya memicing, ia menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan sikap anaknya yang lebih memikirkan pacarnya daripada Mamanya sendiri.

"Bener-bener kamu ya, sama Mama begitu banget. Orang Dino nya aja nggak keberatan, kok kamu yang repot sih?"

"Ya dia mana bisa nolak sih Ma..."

"Eh sumpah beneran aku bisa besok, aku libur. Papa juga pergi keluar kota sama Mama, katanya ada undangan reunian temen SMA."

----------

Damar berlari kecil dengan kedua tangan menutupi kepalanya dari derasnya hujan. Langit sungguh gelap, angin kencang terlihat mengayunkan pohon-pohon tinggi di sisi jalan. Suara petir pun tak kalah nyaring bersahutan, hingga bunyinya mampu menggetarkan kaca-kaca dinding showroom sore itu. Damar menepuk-nepuk kemejanya yang basah, ia meluruskan kedua kakinya yang pegal akibat bertarung dengan macet berjam-jam. Menyadari tangannya basah, ia kemudian beranjak mencari tisu yang biasanya ada di meja kerja Fara.

Raut wajahnya nampak terkejut ketika Fara tiba-tiba menghampirinya. Damar tak menyadari, jika tas dan ponsel Fara ternyata masih tergeletak di sana. Menandakan si empunya belum meninggalkan kantor.

"Lo belum pulang?" tanya Damar sambil mengelap tangan dan dahinya.

"Nunggu Valen."

Damar celingukan, ia melihat parkiran yang sudah benar-benar kosong tidak ada satupun kendaraan karyawan di sana, hanya ada dua motor milik security yang akan berjaga malam nanti.

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang