42. Disappear ⚠️

242 29 0
                                    

⚠️ Konten sensitif, terselip adegan kekerasan ⚠️




Di hari rabu pagi itu, Nathan terpaksa tidak bisa menerima panggilan yang terus menerus masuk di ponselnya sejak tadi. Sebab, kini ia sedang berada di ruangan Kepala Cabangnya bersama beberapa rekannya yang lain. Membicarakaan deretan event bulan berikutnya serta evaluasi penjualan tim seperti biasa. Nathan terlihat beberapa kali mengabaikan layar ponselnya karena meeting bulanan para kepala bagian ini sangat penting, hingga akhirnya gelagatnya yang tidak tenang itu kemudian disadari oleh atasannya.

"Jawab dulu Nat, nggak apa-apa..." titah pria dengan rambut yang hampir memutih di seluruh bagiannya itu.

Nathan menimpali, "dari Damar Pak, maaf saya jawab dulu sebentar." ucapnya kemudian sambil berjalan meninggalkan ruangan.

"Ada apaan sih pagi-pagi? Whatsapp aja Bro, lagi meeting sama Kacab gue ini!"

"Fara di mana?" sergah Damar. Nadanya sudah tinggi, seperti ia tidak tahu harus membuka dengan pertanyaan macam apa demi menghilangkan rasa penasarannya.

Nathan melirik jam tangannya, masih pagi. Belum juga jam sepuluh. "Loh, di kantor dong, emang nggak masuk lagi dia? Soalnya kemaren gue ke rumahnya katanya lagi nggak enak badan gitu. Bentar deh gue teleponin, ada perlu apaan sih emang? sekarang banget ya?."

Buset dah Nat, lo nggak tahu aja. Cewek lo abis pergi ke club sama gue, mana di bawa balik sama mantannya lagi.

Untuk sekian detik, Damar terdiam dan jadi tidak enak sendiri. Ia merasa telah melakukan hal yang benar-benar bodoh tanpa sepengetahuan Nathan. Damar berpikir telah mencurangi pria baik itu. Pria baik? Iya, sebab Damar sudah menempelkan label itu untuk Nathan sejak tahu ia sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk singgah di hati Fara.

Toh nyatanya memang Nathan pria baik. Meski Damar tahu Fara belum bisa menerima dengan sepenuh hati, Nathan tetap maju, dan bertahan tak bergeser sedikitpun dari posisinya, selalu ada di sisi Fara. Lain hal dengannya yang selalu terbawa emosi jika Fara kembali mengabaikannya dan menganggap apapun ungkapan perasaannya adalah sebuah candaan belaka.

"Percuma lo teleponin, dari pagi udah gue coba. Ini Si Fara resign, kantor sampe heboh karena sebelumnya dia nggak ada omongan apapun ke gue, ke anak-anak. Jadi lo juga nggak tahu?"

Ucapan Damar barusan menjadi tak jelas saat nada panggilan lain memasuki ponselnya. Nathan kemudian memandangi layar, membeku mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Di pagi hari yang harusnya bagaikan awalan baru untuknya, ternyata ujung permasalahan ini sebenarnya belum tampak sama sekali. Nathan menempelkan kembali ponselnya di telinga, "nanti gue telepon balik Mar, thanks!."

Tante Lita is Calling...

Damar pun semakin emosi setelah Nathan menutup panggilannya secara sepihak. Dan matanya kini tertuju pada sosok tinggi besar yang baru saja memasuki Showroom. Damar bersiap untuk menuntut kejelasan, ia benar-benar merasa dibodohi. Si Bos yang sudah tahu ini akan terjadi, kemudian berjalan cepat memasuki ruangannya, ia terlihat mengangkat sebelah tangannya sebelum pintu ruangannya tertutup "sini, masuk!" serunya pada Damar.

Sambil mengendap, Nathan mendekati Kepala Cabangnya. Semua mata tertuju padanya heran karena ia tidak duduk di kursi yang seharusnya. Dengan berat hati Nathan meminta izin pada pria berumur lima puluh tahunan itu untuk absen dari agenda meeting bulanan kali ini.

"Ya udah, kamu lagi bawa mobil kan?" Atasan Nathan bertanya karena paham betul, anak buahnya yang satu ini tidak jarang datang ke kantor berkendara dengan Mogenya.

"Bawa Pak, terimakasih. Saya permisi."

Entah apa yang Nathan ucap sehingga membuat atasannya yang terkenal dingin itu langsung mengerti, mengangguk dan kemudian membiarkan Nathan berlalu dengan langkah seribu. Decitan suara ban mobilnya yang bergesekan dengan lantai parkiran pun menandakan saat itu Nathan pergi dengan terburu-buru.

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang