40. Sober

214 30 0
                                    

Kenyataannya, sadar dari sisa mabuk malam tadi tidak membuat masalah hilang menguap begitu saja. Alkohol hanyalah sebuah pengalihan semata. Bagaimanapun caranya, masalah ya harus di hadapi, bukan di hindari. Tidak ada satupun manusia yang meraih kebahagiaanya tanpa harus melalui luka. Seperti hal nya kini Fara, ia selalu meyakini bahwa ia akan segera bertemu dengan kebahagiaan yang selalu ia impikan. Namun semakin ia meyakini, rasanya malah dirinya semakin terjerembab menjauhi garis akhir.

Semua yang dilalui benar-benar bertolak belakang dengan kehendaknya. Sejak segalanya di atur oleh Mamanya, Fara hanya bisa mengikuti arus. Dan kemudian tidak ia sangka Nathan mulai mengambil hatinya pelan-pelan. Tapi kini, nyatanya ia terbangun di dalam kamar yang begitu ia kenali, di mana sudut-sudutnya terdapat memori suka serta duka bersama Dino. Yang sudah lama ia coba tinggalkan.

"Hei... masih pusing nggak? aku bawain teh kesini ya."

Setelah memastikan Fara tidak apa-apa, Dino kemudian menghilang dari balik pintu. Terdengar suara desisan roti yang dipanggang di atas tevlon, serta dentingan sendok beradu dengan gelas. Menandakan ia sedang menyiapkan sarapan untuk Fara. Aroma menteganya menyusupi kamar, membuat rasa lapar seketika Fara meningkat. Maklum semalaman ia telah mengosongkan isi perutnya tak bersisa. Dan Fara pun sendiri menjadi tidak sabar untuk segera menyantap apa yang akan Dino sajikan.

"Adanya ini doang, aku belum sempet belanja." ucap Dino sambil meletakan sepiring roti panggang dan segelas teh hangat di nakas.

Gadis itu tertunduk bersila, "Damar nanti nyariin gue..." lirihnya kemudian.

"Nanti aku harus ketemu dia buat bilang makasih, karena udah biarin aku pergi bawa kamu semalam. Mungkin... aku juga harus minta maaf sama dia."

Lalu Fara mengerutkan dahinya, "Maaf?, makasih?. Sekacau apa semalem sampe gue ngerasa nggak tahu apa-apa sekarang?"

Dino tersenyum, "Nggak usah di pikirin. Kamu makan dulu."

"Harusnya lo nggak usah bawa gue ke sini lagi" ujar Fara dengan roti memenuhi mulutnya.

"Masa aku tega ninggalin kamu sendirian di rumah dalam keadaan kayak semalem Kak?. Meskipun kamu benci tempat ini, tunggu sebentar. Kamu ilangin pusing dulu, baru nanti aku anterin pulang."

Selesai membersihkan tubuhnya dari bau asap rokok yang melekat. Fara duduk di salah satu kursi meja makan. Padangannya ia tempatkan ke arah balkon yang di batasi pintu geser berbahan kaca. Siang hari itu hujan rintik-rintik, memutar ulang begitu banyak kenangan yang ia habiskan bersama Dino di tempat itu. Seperti memandangi gemerlap malam Jakarta, mendengarkan suara kendaraan berlalu lalang, atau mungkin hanya sekedar diam tak berbicara, namun kadang kala tubuh keduanya lekat saling memeluk. Fara seketika bak jatuh kembali di titik mulanya.

Lamunannya terpecah, begitu Dino menarik salah satu kursi dan mendekat padanya. "Kamu mau aku temuin Mama kamu?"

"Hah?! mau ngapain?" sahut Fara kaget.

"Aku nggak tahu kalau kamu masih belum bisa menerima rencana Mama kamu. Selama ini aku pikir kamu bahagia sama dia. Jadi... ngelihat keadaan kamu semalam, aku nggak bisa diem aja Kak, aku harus omongin ini juga sama Mama kamu."

Fara mendecak, "Din... semalem tuh gue mabok, jangan lo anggep serius. Ini tuh salah, harusnya gue nggak di sini."

"Mungkin harus ada kesalahan kayak gini Kak, tandanya kalau kita harus ngelurusin ini semua."

"Nggak akan bisa... udah terlambat. Gue udah terlalu dalem masuk ke permainan ini. Din, Nathan itu baik banget sama gue."

"Kamu cinta sama dia?"

Fara bergeming, karena ia menyadari kalau untuk soal itu Dino masih jadi pemenangnya hingga kini.

"Kalau kamu nggak mau ketemu Mama kamu, aku bisa sendiri."

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang