27. Favorite Girl

158 32 1
                                    

Karpet tebal berbulu lembut, serta wewangian beraroma Sandalwood yang menyembur dari diffuser berbentuk kepala tokoh kartun Sailoor Moon di ujung ruangan membuat suasana kamar semakin mirip seperti ruangan di tempat spa. Fara memang sengaja mengatur sedemikian rupa agar tiap lelah sepulang bekerja ia bisa beristirahat dengan nyaman. Selain membuat tidurnya pulas, Fara jadi betah berlama-lama di kamarnya juga saat libur. Pengaturan cahayanya pun bisa ia ubah sesuai dengan keinginannya. Terang jika ia sedang bekerja, gelap saat tidur, serta temaram ketika menonton film atau series.

Saat ini temaramnya lampu kamar menjadi pilihannya. Di mana ia dan Dino menyandarkan punggungnya di pinggiran ranjang, duduk di atas karpet bulu. Meski kedua tangan mereka saling menggenggam, entah sudah berapa lama mereka saling diam. Fara yang mulanya mengikuti emosinya kini lantas mereda karena ia tidak bisa melihat Dino pergi begitu saja tanpa meluruskan kesalahpahaman yang ada.

"Udah nih nyuekin gue nya?"

Dino yang masih tertunduk lesu hanya menyeringai mendengar pertanyaan Fara. Sebab ia sendiri bingung pada perasaannya sendiri. Kecewa dan amarah yang ia tertahan menguasai pikirannya. Berlawanan dengan seluruh tubuhnya yang terus menginginkan Fara dalam dekapannya.

"Lo nggak bisa seenaknya dateng terus pergi gitu aja Yang... perasaan gue bukan candaan. Kalau gue bilang tunggu, ya tunggu. Dengan lo nyuekin gue beberapa hari ini emangnya masalah bisa kelar gitu aja?"

"Aku nggak ada maksud buat nyuekin kamu Kak, tapi aku perlu waktu buat mikir."

"Kita pikirin sama-sama, jangan malah lo diemin gue."

"Apa masih bisa semua ini kita jalani kayak biasa?"

"Bisa Dino..."

"Nggak" Dino menaikan nada bicaranya, "Aku rasa nggak bisa. Meski kamu bilang Nathan kesini karena Mama kamu, itu nggak nutup kemungkinan kalau nanti kalian akan terus di tuntut untuk saling deket lagi. Mama kamu nggak akan kehabisan cara buat bikin aku mundur."

"Kita juga nggak kehabisan cara kan buat terus bareng-bareng?"

"Tempat aku bukan di sini Kak, kamu terlalu berharga buat cowok pengecut kayak aku."

"Siapa bilang? dari dulu sampe sekarang masih ada kok lo di hati gue. Jangan begini lagi dong Din, bantuin gue buat ngelarin ini semua."

Dengan penuh beban Dino berkata meski sebenarnya ia tidak menginginkannya. "Aku harus pulang dulu. Nanti kita omongin lagi di suasana yang lebih baik."

Fara menghela nafas mencoba untuk mengontrol raut wajahnya. Melayangkan senyuman dan tatapan berbinar demi menghangatkan kembali suasana. "Ya udah kalau lo maunya begitu. Gue nggak mau maksa lo buat tetep di sini. Tapi jangan diemin gue lagi, ada gue buat temen lo diskusi. Jangan lagi-lagi lo kalut sama pikiran yang lo bikin sendiri."

Sebelum pergi dari rumah Fara, Dino memberikan pelukan untuk kekasihnya. Dengan berat hati ia meninggalkan Fara yang masih bingung menebak-nebak isi pikirannya. Dino sendiri terkadang merasa semua perangainya terlalu berlebihan, jika saja Fara tidak lelah menahannya untuk kembali, mungkin saja ia sudah kehilangan arah. Dan berakhir dengan kesedihan yang mendalam.

Sulit menemukan alasan mengapa Fara begitu membutuhkan Dino. Meski ia tahu dunianya seakan tidak memungkinkan untuk bersama Dino dalam waktu yang lama, Fara tetap pada pendiriannya dan mengingatkan Dino untuk saling menguatkan. Setelah tangis, tawa dan waktu yang di jalani bersama, Fara percaya entah bagaimanapun rupanya nanti kabar gembira akan datang pada akhirnya.

----------

Barangkali Nathan boleh selalu teguh pada pendiriannya untuk berhenti berharap pada siapa pun dan apapun. Sekuat tenaga ia suarakan sendiri dalam hatinya jika ia harus lapang dada dan menerima segala hal yang membuatnya kecewa. Jernih mata lembut bak malaikat yang ia miliki, serta wajah teduhnya kini perlahan berubah. Seakan-akan mengambil alih tubuhnya begitu saja.

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang