22. Fear

187 35 0
                                    

Hingar-bingar suara kendaraan bermotor malam itu membuat Damar harus berbicara lebih keras pada seorang gadis yang bersamanya. Datangnya pengamen bak rangkaian gerbong kereta tak putus, membawakan beragam lagu merdu menambah suasana ramai sebuah tenda nasi goreng yang cukup terkenal di ibu kota. Damar mengelap keringat di dahinya dengan tisu, meneguk es teh tawar di meja demi menghilangkan gerah dan dahaganya yang kelamaan semakin membuatnya tak betah berada di sana.

"Rasanya nggak sesuai sama ekspektasi aku Mas, apa karena aku kebiasa makan nasi goreng di Semarang ya?" 

Gadis bernama Gayatri itu menganggukan kepalanya berkali-kali, memastikan indra pengecapnya merasakan segala rempah di piring makannya. Gelagatnya sudah seperti food vlogger yang sedang mereview makanan dengan heboh. Lidahnya berubah seperti printer, begitu makanan masuk ke tenggorokannya, mulutnya beralih fungsi menyebutkan segala bumbu dan elemen yang baru saja ia cecap. 

"Ini tuh pake kunyit makanya warnanya agak kuning, terus daging kambingnya dimasak dalam waktu yang lama. Mas Damar berasa juga nggak? kayak ada rasa kari gitu kan disini?" Gayatri berucap sambil menunjuk piringnya.

"Buruan ah makannya, makin malem makin rame. Gue kagak betah." gerutu Damar sembari menarik-narik kaosnya kegerahan.

Gayatri mendengus kecewa "Yah Mas, baru jam sembilan lho ini..."

"Nggak usah aneh-aneh ya lo, mentang-mentang lagi nggak di rumah lo bisa keluar ampe malem. Ketahuan nyokap lo bisa mati gue!" Damar mendecak sebal, ia melambai ke arah seorang pelayan berniat untuk membayar pesanannya yang sudah habis tak tersisa.

"Bisa-bisanya lo izin ke nyokap lo mau ke gathering ke Bandung, nyatanya malah nekat ke Jakarta. Udah berasa hebat lo? berasa punya duit sendiri, gini kelakuan lo? kerja belom setahun udah berani bohongin orang rumah." 

"Kalau Mas bales chat aku nggak pake males-malesan juga aku nggak bakalan kesini."

Damar mengurungkan niatnya membuka pintu mobil dan berbalik menatap lawan bicaranya "Gue kerja Aya!" 

"Yaa tahu... tapi kan aku bisa bedain, mana sibuk kerja sama sibuk ngehindarin aku."

Damar lupa, fakta bahwa ia telah mengenal Gayatri sejak duduk di bangku SMP membuat seribu satu sanggahan yang ia ujarkan menjadi percuma. Dahulu saat Gayatri menjadi adik kelasnya, Damar tak jarang harus menjemputnya untuk berangkat ke sekolah bersama. Rumah mereka berdua hanya berjarak satu gang, oleh karena itu Damar tak punya alasan menolak permintaan sang ibu tiap pagi.

"Mas... Dek Aya jangan lupa disamper, kasian kalau harus jalan kaki ke sekolah."

"Disamper tuh kalau dia sama-sama sepedaan kaya Mas, lha ini tiap hari mbonceng terus, puegel kaki Mas Bu..."

Apalah daya, Damar sudah tak bisa menolak jika ibu sudah bertitah. Apalagi mengingat betapa baiknya perlakuan kedua orang tua Gayatri kepadanya. Meski Damar berpendapat Gayatri adalah gadis manja dan menyebalkan, hal itu kadang ia kesampingkan karena lebih banyak hal baik yang ia dapatkan saat mulai mengenal keluarga Gayatri. Dan semakin waktu berjalan, hubungan dua tetangga di sudut perumahan kecil di kota Semarang itu semakin dekat, bahkan bisa diibaratkan seperti keluarga sendiri.

"Chat lo suka nggak penting..."

"Terus aja mikir begitu, nanti suatu hari Mas nyadar kalo balas chat aku tuh penting. Biar aku nggak mendadak nongol lagi di kost kayak kemaren malem."

"Oh jadi lo ngancem gue nih?" Damar terkekeh sinis.

Gayatri terlihat masa bodoh. Sementara pasang matanya memandang nyalang keluar jendela, menatap takjub gemerlap lampu malam gedung-gedung tinggi langit Jakarta. "Bebas deh mau anggepnya gimana. Pokoknya aku mah tergantung Mas."

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang