48. Forgotten

143 29 0
                                    

Keringat yang mulai bermuculan di dahi serta lehernya membuat Dino perlahan menggeliat tak nyaman. Ia menyibakan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya sejak tadi. Kamar hotel tiba-tiba membuatnya kegerahan, padahal beberapa jam lalu jelas-jelas ia menggigil kedinginan dengan kesadaran berada di awang-awang. Dino menatap layar ponsel, ternyata sudah jam tiga sore. Obat yang ia minum membuatnya tertidur pulas serta berhasil menghilangkan demamnya. Tapi, ternyata tidak dengan rasa pusing yang seketika menyerangnya saat ia beranjak dari tempat tidur.

Dino meringis, meremas rambutnya. Menuju kamar mandi sambil memanggil nama Fara lirih.

"Kak Fara... a..ku... kayaknya mau muntah..."

"Kak...!!" Serunya lagi kini sambil mengetuk pintu. Dino menarik nafas dalam-dalam, matanya terpejam beberapa kali. Menahan rasa mual yang semakin menusuk ulu hatinya.

"Buka dulu sebentar!"

Dino terdiam sesaat, mencari-cari suara dari balik pintu. Dan ia tersadar, dari dalam kamar mandi hotel itu, tidak ada sahutan sejak tadi. Benar saja, pintu itu ia dapati tak terkunci. Kosong, tidak ada siapapun di sana saat dibuka. Dino buru-buru kembali ke tempat tidur, matanya memindai seisi ruangan. Kunci mobil dan kunci kamar Fara yang tadinya ia ingat betul diletakkan di samping teko listrik, kini sudah tidak berada di tempatnya lagi.

Rasa pusing dan mual yang ia derita kemudian ia kesampingkan. Melangkah cepat menyusuri lorong hotel dan berhenti tepat di depan lift. Lama, rasanya begitu lama menunggu pintu lift itu terbuka, hingga Dino memutuskan untuk menggunakan tangga darurat yang berada di sisi lorong berlawanan dari tempatnya sekarang berdiri. 

Tiga lantai ia turuni dengan pikiran yang melayang-layang. Ia masih sempat berfikir positif, mungkin Fara hanya sedang bekeliling di sekitaran hotel. Sebab waktu sudah sore, bisa saja gadis itu pergi sebentar untuk mencari makan siang yang sempat terlewat. Dengan ponsel yang melekat di telinganya Dino berjalan menuju basement. Dan kemudian langkahnya terhenti ketika ia mendapati slot parkiran mobil itu bahkan nyaris kosong. Tersisa hanya tiga mobil.

"Permisi Pak, lihat mobil kecil warna putih keluar nggak? Platnya B, pagi tadi masuk terus parkir di situ." Telunjuknya mengarah ke parkiran tak jauh dari pos security yang jaga pada saat itu.

"Oh, perempuan kan Mas yang bawa? Tadi kira-kira jam sebelasan dia keluar, buru-buru banget kelihatannya."

Dino mendecak kesal. Seluruh kata umpatan dalam ujung lidahnya hampir terlontar jika ia tidak pintar-pintar mengontrol emosinya. Langkahnya terhenti di lobby hotel, memandangi ponselnya yang tak kunjung mendapatkan notifikasi balasan dari Fara. Upaya menghubunginya pun nihil, tersambung, tapi sama saja, tidak ada niatan Fara untuk menjawab panggilan Dino.

Saat itu terlintas dalam pikiran Dino, memesan ojek online dan melesat menuju rumah kost Fara kembali. Tetapi setelah ia ingat semua rentetan kejadian yang membawanya hingga ke titik ini, kemudian Dino mengurungkan niatnya. Bahwa segencar apapun dirinya mencoba mengejar Fara, ia tidak akan menemui titik temu. Karena gadis itu sepertinya benar-benar sudah muak. Benar-benar serius mengenai perkataan bahwa ia tak mau lagi berurusan dengannya.

Buktinya kini Fara tidak ada saat ia terbangun dari tidurnya. Membiarkan Dino kembali hilang arah. Jangankan romansa, sepertinya rasa pedulinya pada pemuda yang pernah menjadi kekasihnya itu pun benar-benar sudah hilang. 

Berbalik dan melangkah menuju kamarnya kembali adalah hal yang paling berat saat itu bagi Dino. Karena dalam sekali langkahnya itu, ada arti kalau ia terpaksa harus mulai menerima keputusan Fara. Lama-lama pikirnya tindakannya ini akan membuat Fara semakin tidak nyaman, semakin mengerikan dan kemudian perlahan membuatnya gila. 

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang