55. Crossroads

354 29 0
                                    

Sampai di gedung tempat resepsi Damar Gayatri, Fara dan Dino di buat bingung karena kursi pelaminan yang kosong. Sebagian tamu undangan sedang sibuk menyantap makan siang dan memenuhi stand-stand kecil makanan ringan. Tengah hari itu agaknya terlambat untuk Fara datang tepat waktu. Padahal lewat pesan singkat beberapa hari yang lalu, Damar sudah mewanti-wanti agar ia dan Dino datang sebelum jam sebelas siang.

Fara pun bertanya pada seorang pria yang nampak seperti panitia atau kru dari wedding organizer yang mondar mandir. Ternyata si pengantin sedang mengambil jeda untuk berganti pakaian di ruangan sebelah.

Tanpa pikir panjang, Fara menarik lengan Dino dan mengajaknya mencari di mana ruangan yang di maksud. Tidak terlalu sulit, begitu ia keluar dari ballroom Fara mendapati beberapa orang memakai baju senada. Sudah pasti ini pasti keluarga Damar atau Aya yang sedang menikmati makan siang di ruangan terpisah dari tamu-tamu undangan.

"Permisi Bu, kalau boleh tahu pengantinnya di mana ya?" Tanya Fara pada seorang wanita yang tampak seumuran dengan Mamanya.

Wanita yang terlihat baru keluar dari toilet itu kemudian menjawab, "Oh lagi ganti baju, sebentar lagi selesai kok. Mau Ibu anterin ketemu Damar sama Aya Nak?"

"WOYYY DINO....!!!!"

"Lah Kak... itu Bang Damar" Ucap Dino yang sejak tadi mengekori Fara.

Damar terlihat berlari kecil menghampiri dengan segelas kopi di tangannya. "Bu, ini Fara sama Dino. Temen Mas dari Jakarta. Mereka bentar lagi juga nyusul Mas sama Aya tuh. Ra, Din... kenalin ini nyokap gue."

"Oh... ini toh yang namanya Nak Fara? Yang sekantor sama kamu kan dulu? Wah... terimakasih ya kalian sudah nyempetin jauh-jauh ke Semarang. Ibu doain acara kalian nanti lancar, jangan lupa undangannya nanti harus sampai sini ya."

"Terimakasih doanya Bu, pasti sampai kok. Damar sama Aya harus gentian dateng ke Jakarta." sahut Fara setelah menyalami wanita itu.

"Ya sudah, Ibu pamit nemuin tamu yang lain. Kalian kalau mau makan gabung di sini saja ya, nggak usah ke ballroom lagi."

Setelan hitam dengan kemeja putih membalut tubuh Damar yang tegap. Suara derap langkahnya bergema di koridor. Damar mengajak Fara dan Dino untuk duduk di kursi taman tidak jauh dari ruangan di mana tadi ia berganti pakaian. Setelahnya ia mengeluarkan bungkus rokok dan meletakan gelas kopinya di meja.

"Aya mana..." tanya Fara sambil menikmati siomay di piring kecil yang ia bawa.

"Habis ganti baju, tadi sih gue lihat lagi makan."

"Nggak nyariin nanti bini lo tuh Bang?"

Damar agak menjeda jawaban, ia cengengesan tanpa berniat menjawab pertanyaan Dino.

"Hmmm, nggak nyangka ya gue sekarang udah punya bini. Duh... Din, nggak maen-maen ini. Urusan kita sebagai laki-laki semakin berat, nambah musti ngebahagiain anak orang."

"Ya iyalah, emang lo mau sampai kapan maen mulu njir" tukas Fara.

"Gue udah kenyang maen Ra. Buset dah, cewek lo neting sama gue dari dulu nggak ilang-ilang!" ucap Damar pada Dino. Yang kemudian dibalas dengan kekehan singkat.

"Mar, gue boleh nggak ke ruang ganti? Mau liat dandanannya Aya... boleh ya?"

"Gih sana, gue udah bilang kok ke dia kalau lo dateng."

Fara pun bergegas. Sebelum pergi, ia sempat membenarkan kerah kemeja Dino yang tidak sengaja terlipat, "Sayang... gue ke dalem dulu ya. Tolong ini si Damar temenin nyebat dulu, biar nggak mikirin yang berat-berat. Bye..."

Tanpa menunggu Damar dan Dino menyahut, Fara sudah menghilang memasuki gedung kembali. Sisa dua pria yang kini sama-sama membakar tembakau di tangannya. Damar si pengantin baru terlihat campur aduk suasana hatinya, sedangkan Dino diam mengamati sesaat sebelum memulai obrolan.

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang