26. Just Stay

188 35 12
                                    

Selayaknya manusia pada umumnya, berharap pada sesuatu tentu menjadi sah-sah saja. Sebagai titik balik di mana seseorang tidak akan menyerah pada suatu hal. Seperti berharap pada pasangan, kawan, keluarga dan tentunya Tuhan Sang pemilik kehidupan. Harapan disandarkan demi terhindar dari peliknya masalah yang ada. Karena tidak bisa dipungkiri, sebuah harapan mampu mengalihkan pandangan seseorang di masa-masa tersulitnya meski hanya sesaat.

Namun tidak dengan Nathan, ia sudah di titik tidak peduli. Karena di manapun ia menaruh harapan, di sanalah ia kecewa. Seperti yang sudah terjadi, Fara, harapan terbesarnya tidak ia sangka berbalik menjadi kekecewaan terbesarnya saat ini. Meski belakangan ia mengetahui fakta mengenai rencana perjodohannya dengan gadis pujaannya itu, sedikit pun ia tak lantas menganggap hal itu sebagai titik terang harapannya.

Baginya harapan adalah jalan mulanya luka. Nathan memutuskan untuk berhenti berharap pada hal apapun dan siapapun. Meski ia meyakini, semua manusia sangat berpotensi untuk saling menyakiti, bukan karena mereka benar-benar berniat jahat, tapi mungkin ia lah yang terlanjur berekspektasi terlalu tinggi. Hingga kini rasa sakit yang dirasa sudah tidak bisa membuatnya menitikan air mata lagi.

Nathan sudah terlalu akrab dengan keadaan macam ini, ia tidak mampu lagi merajuk pada Tuhan. Bukan berarti ia menyerah begitu saja, namun lebih ke berserah dan pasrah. Belakangan ia lebih belajar merelakan segalanya. Karena baginya, sesuatu yang memang benar miliknya akan datang sendirinya meskipun dengan cara yang tidak pernah diduga.

Terakhir saat ia kembali terluka karena Fara dengan tegas menolak rencana perjodohan kemarin, Nathan hanya tersenyum dan mendecih di depan cermin sambil bermonolog.

Kenapa sih gue begini lagi? udah tahu rasanya sakit, kenapa gue musti pake acara ngarep segala?

Pagi itu Nathan sudah tiba di rumah Carissa. Kemarin malam Mamanya meminta pertolongannya untuk pergi bersama ke toko tanaman rekomendasi Tante Lita. Karena hanya Fara yang mengetahui di mana lokasinya berada, selepas menjemput Mamanya, Nathan juga berencana untuk menjemput Fara.

Meski lokasinya bisa ia tempuh berbekal dengan nama toko dan Google Maps, Mamanya memaksa untuk mengajak Fara. Dengan alasan jika si pemilik toko sudah hafal dengan muka Fara yang kerap kali mengantar Tante Lita kesana. Jadi, mengajak Fara selain sebagai penunjuk jalan, juga sebagai tanda agar mendapat potongan harga langganan. Mungkin juga itu adalah salah satu cara Mamanya agar anaknya dan Fara bisa pergi bersama di luar urusan pekerjaan.

"Mama mana?" tanya Nathan pada Carissa yang membukakan pintu untuknya.

Memasang wajah sinis, bukannya menjawab pertanyaan Nathan, Carissa malah berbalik meninggalkan Nathan begitu saja. Gelagat menyebalkannya itu selalu berhasil membuat Nathan jengkel. Ia reflek menarik kunciran rambut Carissa sehingga sontak membuat langkah gadis itu terhenti dan hampir terjungkal.

"ADUH SAKIT!!!!!!!"

"Kalo ditanya tuh jawab..."

"Nggak tahu! pergi sama Ayah dari pagi." jawab Carissa sambil meringis mengusap kepalanya.

"Lah gimana sih kan udah janji mau pergi bareng gue."

Carissa kemudian melangkah kembali menaiki tangga. "Gue bangun tidur mereka udah nggak ada."

"Bentar dulu." Nathan menyerahkan paper bag yang tercetak dengan logo kantornya di sana pada Carissa. "Jurnal buat lo, kalender juga. Udah mau masuk akhir tahun jadi ada banyak ginian di kantor gue, siapa tau bakalan berguna buat lo."

"Hah? mau belagak jadi abang nih ceritanya?" ucap Carisa bersungut-sungut.

"Sini kalau nggak mau, balikin...!"

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang