43. Heartache

161 26 0
                                    

Sudah hilang selera Damar untuk menikmati kopi yang ia seduh beberapa saat lalu. Ia meletakannya begitu saja di meja kerja Fara. Mungkin saat ini juga ia lupa kalau kopi yang baru saja ia seruput satu kali itu nasibnya kini seperti kehilangan tuannya. Tidak tersentuh, tidak jelas, mau ditandaskan atau dibuang nanti pada akhirnya. 

Seperti perasaannya sekarang, tidak pasti. Semakin banyak Si Bos menjelaskan alasan mundurnya Fara, semakin ia tidak mengerti sebenarnya apa niat gadis itu pergi secara tiba-tiba. 

"Dia cuma bilang mau kerja bareng Customernya, dan dia nggak jelasin secara gamblang gimana dan di mana. Lo tahu Fara kan? Dia bener nggak bisa dikorek-korek kalau soal kayak gitu." 

Damar mengerutkan alisnya tanda tak suka. "Soal dia cabut kemana, itu bisa gue cari. Tapi kenapa lo biarin gue nggak tahu sama sekali soal ini? Nggak mungkin kan dia tiba-tiba ngajuin pengunduran diri gitu aja dalam semalem? Lo anggep gue apa Bos? Gue udah anggep lo lebih dari atasan loh selama ini... lo... sumpah sih bikin gue-" 

"Gue serba salah Mar," Si Bos menyelak kalimat Damar. "Beberapa bulan lalu Fara dateng ke gue. Dia nangis, nangisnya sama kayak dulu waktu dia di selingkuhin cowoknya. Bedanya, dia sekarang keliatan capek dan udah jenuh sama kerjaan. Fara minta tolong ke gue buat lakuin ini, katanya dia bener-bener kepengen istirahat dulu." Jelas Si Bos panjang lebar.

Damar pun menyanggah. "Kalau lo ngomong sama gue, kan ini semua nggak kejadian Bos, gue bisa! gue bisa bantu dia. Lo lihat kan selama ini apa sih yang gue tolak dari sekian banyak mintanya Fara...."

"Itu dia Mar poinnya... Soal lo !, Fara nggak mau lagi kalau soal kerjaan selalu lo yang back up dia. Juga... gue nggak tahu apa maksud omongannya..." 

Si Bos menjeda omongannya sejenak, menarik nafasnya dan menatap Damar di sisi berlawanan meja kerjanya yang dingin karena AC diatur dengan suhu paling rendah. "Fara nggak mau jadi penghalang masa depan lo. Dan itu mungkin cuma lo sama dia yang tahu apa artinya."

Pelik kisah hidupnya yang hampir sama, membuat Damar langsung mengerti. Garis finishnya mungkin masih jauh, tetapi dia sudah tahu kalau nanti ada seseorang bernama Gayatri yang setia menunggunya di sana. Fara tidak mau menjadi sumber distraksinya lagi, mungkin cukup dia yang gagal dalam pola hubungan perjodohan yang sangat melelahkan ini. Ia tidak mau menularkannya ke Damar. Sebab itu, Fara memutuskan pergi. Tanpa pamit.

Si Bos menyandarkan punggungnya, ia memandangi pigura yang di dalamnya tercetak fotonya bersama tim yang selalu ia banggakan. "Gue beneran ngerasa nggak enak hati. Fara, dia nggak pernah minta cuti banyak-banyak, dia selalu senang hati nerima jadwal jaga tiap weekend. Meski kadang dia suka galak sama anak-anak tapi gue tahu tujuan dia baik. Ternyata Fara, dia berbakat banget soal nyembunyiin kehidupan pribadinya. Gue ngerasa gagal jadi atasannya dia, juga jadi temen dia. Karena udah ngebiarin dia ngelewatin ini sendirian." 

Damar merapatkan badannya ke tepian meja, ia mendecak sinis. Lama kelamaan, ia jengah dengan penuturan Bos nya yang terkesan tak memikirkan dirinya. "Lo pikir lo hebat udah ngasih dia pergi gitu aja? Lo mikir nggak dia sekarang sendirian?. Gue, Nathan, sekarang kalang kabut nyari dia ke mana. Pikirin dong soal Mamanya juga. Kalau udah begini emang lo mau tanggung jawab kalau dia kenapa-napa?."

"Sorry Mar, gue nggak bisa buat nolak permintaan dia, bukan berarti ini gue nggak anggep lo atau Nathan. Seharusnya lo juga paham... kalaupun lo nggak suka sama cara gue ini, berarti lo egois. Lo nggak bisa lihat dari sisi Fara gimana."

Damar membuang wajahnya, ia kemudian beranjak dari kursi tanpa tanggapan apapun. 

"Mar...! kasih Fara waktu. Gue rasa masalahnya cuma itu." 

Suara Bosnya menghentikan langkahnya, Damar menoleh sinis. "Oke.. dan sama kayak Fara, jangan coba cari gue dulu."

-----------

IMPOSSIBILITY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang