||BAGIAN LIMA DUA||

20.1K 2.1K 1.3K
                                    

tandai bila ada kesalahan dalam penulisan akan author perbaiki

-

    Satu jam berlalu tapi aras enggan mepaskan genggaman pada tangan Alya dan tidak mengijinkan siapapun untuk menyentuh dan membawa Alya keluar dari ruarangan rawat  untuk di pulangkan. Aras juga tidak mengijinkan dokter atau siapapun itu melepaskan alat-alat yang menempel pada tubuh Alya.

   Sekarang Rere maju ke depan, mengusap lembut punggung anak laki-lakinya. Sedangkan yang lain masih diam setelah berusaha membujuk Aras untuk mengiklaskan kepergian Alya dan memperbolehkan jenazah Alya di pulangkan. "Aras, kita harus urusin jenazah Alya. Kalo kamu gini terus kasian dia ras," semoga saja dengan bujukan Rere, Aras mengerti dan memahami situasinya.

  "ALYA GAK MATI!!! SIAPA YANG MAMAH MAKSUD JENAZAH? ALYA TIDUR. iya mah, Alya tidur Aras yakin mah. Semua orang bilang Alya mati. Padahal kenyataannya dia tidur. Mamah bisa liat sendiri. Dia tidur," bales Aras dengan nada tinggi namun langsung ia rendahan sembari menunjuk ke arah Alya yang dari tadi sudah memejamkan matanya, dengan warna kulit yang berubah menjadi lebih pucat dan tidur dengan ekspresi wajah yang menggambarkan ketenangan.

  Aras menunduk. Ia tertawa miris lalu menangis tanpa suara. "Aku percaya. Alya masih hidup. Lan, Sya, fan, kalian percaya kan? Kita gak usah denger omong kosong dokter." ucap Aras sambil melihat ke arah Arlan, Marsya, dan Rifan yang sedang melamun dengan tatapan kosong. Tanpa melihat dan mendengar ucapannya.

  "Maaf pak, tapi pasien sudah—" belum selesai dokter berbicara, Aras langsung memotong pembicaraannya dengan nada marah.

  "SUDAH APA HAH? MASIH BERANI LO BOHONGIN GUE? MASIH BERANI LO NGOMONG KALO CEWEK GUE UDAH MENINGGAL?" jawab Aras dengan emosi.

  Anang yang melihat anak laki-lakinya tersiksa dengan kejadian yang masih belum bisa di percaya langsung maju ke depan dan memegang kedua pundak putranya. "ARAS SADAR! ALYA UDAH PERGI!!! KITA HARUS SEGERA PULANGIN ALYA!!! KASIAN ALYA KALO KELAMAAN!" tegas Anang.

  Aras menyingkirkan kedua tangan ayahnya yang berada di kedua pundaknya. "PAPAH!!! ALYA MASIH HIDUP!!! KALO KALIAN TERUS NGOMONG ALYA UDAH GAK ADA! PERGI KALIAN SEMUA! JANGAN ADA YANG BERANI MASUK DAN NGOMONG KAYA GITU LAGI! PERGI!!!" usir Aras. Ia menghampiri Alya. Memeluk Alya sambil terisak.

  "Sayang, jangan di denger. Mereka jahat. Mereka sama sekali gak liat bahwa kamu masih hidup. Sayang, aku percaya. Kamu orang yang tepatin janji. Kamu belum pergi aku percaya. Aku percaya kamu tidur. Jangan dengerin mereka yah...kamu tidur dulu aja gapapa tapi besok harus bangun." bisik Aras di telinga Alya.

  Aras melepaskan pelukannya. Dan menatap semua orang yang ada di belakangnya. "Pergi dari ruangan ini selagi gue nyuruh dengan cara baik-baik. Alya butuh istirahat. Dia lagi sakit. Kalo kalian gak pergi. Alya bakal keganggu dan bangun karna teriakan dan ucapan asal kalian yang pastinya bikin dia sakit hati," usir Aras dengan nada rendah lalu memeluk kembali Alya dan menyimpan kepalanya di leher Alya.

  Aras memainkan jari-jari Alya. "Tidur aja sayang. Gapapa, aku udah usir mereka. Jadi kamu gak bakal keganggu,"

  Hal itu membuat Arlan memejamkan matanya lalu maju dan menarik Aras hingga Aras melepaskan pelukannya di tubuh Alya. Aras yang di tarik langsung saling berhadapan dengan Arlan. "SADAR ANJING! DIA UDAH MATI!!! ARAS!!! ALYA UDAH MA-TI!!!! DIA HARUS PULANG RAS!" teriak Arlan di hadapan Aras.

  Merasa di tarik dan di teriaki seperti itu. Aras menjadi marah. "GUE BILANG! JANGAN BERANI NGOMONG KAYA GITU ARLAN!!!" saat akan membogem rahang bawah Arlan. Kelvin dengan gesit memegang tangan Aras yang sudah menggempal.

KELSYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang