بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
-Happy reading-
*****
Seutas senyum menghiasi bibir Fiza. Langkahnya mendekat pada Gus Afkar yang juga tengah berjalan kearahnya dengan binar diwajahnya setelah ber euforia dengan kedua sahabatnya atas kelulusan mereka. Pemuda itu mengenakan toga dengan dua selempang di bahunya yang bertuliskan namanya sebagai peserta wisuda SMA dan satunya lagi, bukti ia menjadi wisudawan terbaik tahun ini.
"MasyaAllah, Selamat atas kelulusannya. Barakallah fii 'ulumik, hubby," ujar Fiza memberikan selamat sembari menyerahkan buket bunga kepada Gus Afkar.
Gus Afkar menerima buket bunga dari istrinya, terenyuh atas ucapannya lalu memeluknya dengan hangat. "Terimakasih, saya pikir kamu tidak akan hadir. Soalnya semalam kayaknya masih marah sama saya."
"Mana mungkin, aku ingkar sama janji aku untuk menghadiri wisuda kamu," ucap Fiza mendongak menatap sisa memar di pipi Gus Afkar.
Perasaan Gus Afkar diliputi sesal. "Afwan, sudah bikin ustadzah cantik ini kecewa kemarin."
Fiza terkekeh kecil. "Asalkan jangan diulangi lagi. Aku gak suka Gus ikut-ikutan balapan."
"Iya, janji yang kemarin terakhir," ucapnya mantap.
"Hm...."
Tiga hari Fiza mendiami Gus Afkar lantaran pemuda itu nekat ikut balapan motor meski telah dilarang olehnya dan tanpa sepengetahuan keluarga ndalem. Sebagai keluarga, mereka hanya mengkhawatirkan keselamatan Gus Afkar.
Benar saja, malam itu bukannya pulang dalam keadaan membawa kemenangan seperti biasanya, justru ia pulang diantar oleh dua temannya, Arfa dan Zidan dalam keadaan luka lebam dan memar disekitar wajahnya. Belum lagi luka di area tubuhnya yang lain. Kata Arfa dan Zidan, Gus Afkar berkelahi dengan sebuah anggota gang motor karena ketidakterimaannya mereka bermain curang.
Seharusnya malam, itu Gus Afkarlah pemenangnya. Namun, mereka dengan liciknya mengganggunya ditengah perlombaan berlangsung sehingga ia kalah. Gus Afkar tentu saja tidak tinggal diam atas perbuatan mereka. Bukan karena tentang nominal uang yang di dapat, melainkan karena ia berusaha menegakkan keadilan dan menyelamatkan harga dirinya yang seolah diinjak-injak.
Siapa sangka kalau amarahnya pada malam itu menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Satu lawan sepuluh mana bisa menang kalau lawannya saja main keroyokan. Pikirannya tak sampai saat itu sehingga ia menjadi samsak mereka dan berakhir pulang dalam keadaan babak belur, dapat ceramah pula. Lengkaplah sudah penderitaannya. Beruntung mereka tak sampai merenggangkan nyawanya malam itu.
"Ekhem, jangan lupa di sini ada manusia lain. Lengket banget kayaknya," ucap Ning Nada menyindir keduanya.
"Umi Senang, Fiza sudah memaafkan Afkar." Nyai Nadya adalah saksi bagaimana Fiza menyiksa Gus Afkar dengan rasa sesal.
Sifat over protektif Fiza memang bukan main jika menyangkut keselamatan Gus Afkar.
"Selamat ya, Nak. Atas kelulusannya dan nilai terbaikmu. Umi bangga sama kamu." Nyai Nadya memeluk erat putranya. Gus Afkar membalas pelukan sang Umi tak kalah erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEORANG GUS [END]
General FictionDemi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza, tapi Fiza begitu baik dan sabar menghadapinya. Berbagai cara Gus Afkar lakukan agar Fiza mau menyera...