CSG 26- Pulang Tanpa Pamit

17.9K 1.5K 458
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

-Happy reading-

* * *

Setelah hampir satu jam pingsan, akhirnya Gus Afkar tersadar. Sedikit demi sedikit pemuda itu mulai membuka kelopak matanya. Timbul kerutan di dahinya ketika mendapati dirinya berada dalam sebuah ruangan yang tak ia kenali. Ingatannya pun kembali pada beberapa saat yang lalu, saat dirinya memeluk Gus Adnan lalu tiba-tiba ia kehilangan keseimbangan tubuhnya dan semuanya menjadi gelap. Pingsan.

Akh sial! Pasti keluarganya membawanya kerumah sakit, tempat yang sangat Gus Afkar benci.

"Alhamdulillah, akhirnya sadar juga," ucap Gus Dzikra sebagai orang pertama yang menyadari Gus Afkar telah sadar.

Kiai Ilham, Ning Nada beserta Arsyi yang memang menunggu kesadarannya, mendekati brankarnya. Secara bergantian Kiai Ilham dan Ning Nada menyentuh kening Gus Afkar, memastikan suhu tubuhnya. Ketika dirasa panasnya sudah menurun, mereka bernapas lega.

"Tadi kamu demam tinggi, Nak. Kata dokter daya tahan tubuh kamu menurun karena kelelahan dan tidak ada asupan yang masuk keperut kamu. Sudah berapa kali Abi bilang, kamu boleh mencemaskan Fiza tapi jangan sampai menyepelekan kesehatan kamu."

"Abi tidak akan mengerti sebelum menjadi Afkar," sahut Gus Afkar memalingkan muka.

"Yaudah sekarang makan ya, Dek. Mbak sudah belikan kamu makanan kesukaan kamu," ucap Ning Nada mencairkan suasana yang mulai tegang.

Ning Nada duduk di samping Gus Afkar dan membuka kotak makanan yang tadi dia beli untuk Gus Afkar, hendak menyuapi adiknya.

"Afkar gak lapar, Afkar cuma mau ketemu Fiza."

Urat-urat dileher Kiai Ilham tampak mengeras. "Jangan kekanak-kanakan, Kar!"

"Afkar tidak akan kekanak-kanakan, kalau masa kanak-kanak Afkar nggak Afkar habiskan menjadi anak ambis untuk memenuhi setiap keinginan Abi."

Gus Afkar pun menjadi marah dan mengungkit hal-hal yang mana ia sempat berdamai dengan keadaan itu karena mendapat pengertian dari Fiza. Namun, Fiza sekarang entah di mana.

Jleb!

"Masa yang seharusnya Afkar habiskan bermain dan bersenang-senang dengan teman-teman sebaya Afkar, Abi renggut dari Afkar. Dan sekarang Abi bilang Afkar masih kekanak-kanakan? Afkar capek harus selalu menjadi apa yang Abi inginkan."

Gus Afkar mengusap sudut matanya yang gerimis. Akhirnya hal yang selama ini ia pendam sendirian, ia buncahkan.

Kiai Ilham tertegun mendengar penuturan putranya. Dan entah kenapa hatinya meringis ngilu. Putranya yang selama ini bandel dan selalu terlihat baik-baik saja, nyatanya memikul beban yang dibuat olehnya.

Sikecil Arsyi memeluk lutut Gus Dzikra dengan erat. Kepalanya ia sembunyikan merasa takut dengan keadaan yang menegangkan diruangan itu.

"Nada, Mas bawa Arsyi keluar ya." Ning Nada mengangguk, merasa kasihan dengan putrinya.

"Afkar, kamu harus tahu bahwa Abi melakukan semua itu demi kebaikan kamu, karena hanya kamu satu-satunya harapan beliau dalam meneruskan pesantren."

"Kenapa harus aku, Mbak? Kenapa bukan Mbak?"

CINTA SEORANG GUS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang