بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
-Happy reading-
* * *
Naik ke atas yudisium dengan mengenakan jubah wisuda serta menyandang gelar baru dengan nilai yang memuaskan tidak cukup menyenangkan bagi Gus Afkar saat ini, karena seseorang yang mendorongnya sampai di sini, kini tak ada di sisinya dan bahkan pergi untuk selamanya.
Pagi itu setelah melewati banyak cobaan dalam dunia perkuliahan selama tiga tahun setengah, ia dinyatakan lulus dan diikutsertakan wisuda bersama ratusan mahasiswa dan mahasiswi lainnya.
Keluarganya turut hadir menemani dimoment bahagia ini, meski tak dapat dipungkiri, Gus Afkar masih merasa ada yang kurang sebab Fiza dan Kiai Ilham tidak ada.
Cobaan Gus Afkar begitu berat. Setelah Tuhan mengambil Fiza disaat dirinya sedang dimabuk cinta padanya, kini Tuhan juga telah mengambil sosok ayah sebelum ia sempat bertemu dan melihatnya di detik terakhirnya.
"Abi, Afkar berjuang di sini demi Abi. Ketika Afkar sudah memenuhi keinginan Abi, kenapa justru Abi pergi? Afkar bahkan belum meminta maaf atas perlakuan Afkar selama ini sama Abi? Maafkan, Afkar ya, Bi."
"Afkar janji akan menjadi anak yang baik, Bi. Yang tidak menentang keinginan Abi dan Umi lagi. Afkar janji akan selalu menuruti keinginan Umi."
Mata pemuda itu berkaca-kaca. Nyai Nadya yang mengerti perasaannya mendekap tubuhnya erat.
"Sabar, Nak. Ikhlaskan apa pun yang terjadi dalam hidup karena semuanya sudah takdir Allah."
"Kalau Abi disini, beliau pasti bakalan bangga sama Afkar kan, Umi?"
"Meskipun Abi sudah tidak di sini, Abi akan tetap merasa bangga menyaksikan kamu dari sana."
"Afkar rindu Abi dan Fiza, umi."
"Perpisahan ini hanya sementara, semoga kelak kita bisa berkumpul lagi."
Gus Afkar mengangguk seraya mengamini. Setelah itu pelukan hangat disertai ucapan selamat dari Ning Nada dan Gus Dzikra menyambutnya.
Kini pandangan Gus Afkar terarah pada Arsyi yang bersembunyi dibalik punggung Ning Nada. Gadis kecil itu sudah cukup besar. Kalau tidak salah usianya sudah enam tahun. Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik, kulitnya semakin putih bersih.
"Hei, udah besar ya sayangnya Om." Gus Afkar menjawir hidung mungilnya.
"Om, bakalan pulang, kan?" Wajah cantiknya terangkat malu-malu.
"Ciee kangen om ya?" Wajahnya seketika menunduk dengan pipi memerah.
"Om pulang sama Arsyi nanti."
"Yeay." Arsyi berjingkrak senang.
Nyai Nadya, Gus Dzikra dan Ning Nada melempar tawa melihat sikap gadis kecil itu.
Acara selanjutnya, mereka melakukan sesi foto bersama sebagai kenang-kenangan. Ditengah-tengah itu Gus Afkar mengedarkan pandangan ke sekeliling dimana teman-temannya masih berseliweran. Ada yang juga tengah mengabadikan moment ini bersama keluarga atau pasangan.
Yang membuat Gus Afkar iri adalah mereka yang berfoto dengan pasangannya. Tiba-tiba saja ia teringat akan seorang perempuan.
"Haifa siapa yang menemani ya? Kata Fadli ayahnya tidak bisa hadir. Gak ada Abi dan Fiza saja rasanya masih hampa, apalagi jadi Haifa tidak ditemani siapa-siapa. Tapi di mana dia?"
Gus Afkar geleng-geleng kepala sendiri akibat memikirkan seorang perempuan yang bahkan tidak begitu ia kenali.
"Ngapain juga aku mikirin dia? Ini pasti karena Fadli sering ceritain dia. Sahabatku yang satu itu malang sekali nasibnya, cintanya bertepuk sebelah tangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEORANG GUS [END]
General FictionDemi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza, tapi Fiza begitu baik dan sabar menghadapinya. Berbagai cara Gus Afkar lakukan agar Fiza mau menyera...