بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
-Happy reading-
*****
Fiza menyemplungkan buku diary nya yang tempo lalu ditemukan Gus Afkar dikamar mereka ke dalam api menyala dalam tong sampah. Sampai sekarang masih menjadi pertanyaan siapa sipenaruh buku itu dan di mana dia menemukan buku itu.
Belum kelar sampai di sana rasa penasaran mereka, beberapa hari yang lalu, seseorang mengirimkan sebuah video pada Fiza. Dimana dalam cuplikan video tersebut memperlihatkan Gus Afkar tengah memeluk Ning Radiya. Entah siapa dalang dibalik perbuatan itu dan apa motifnya. Gus Afkar dan Fiza pun tak mengerti.
Karena itu semua, hubungan mereka hampir diujung tanduk. Seolah yang melakukan perbuatan itu memang sengaja ingin merusak hubungan mereka. Namun, alih-alih menjadi rusak, hubungan mereka malah semakin erat.
"Kayaknya orang yang naruh buku itu dikamar sama orang yang kirim video ke kamu, orang yang sama deh, Fi. Iya gak sih?"
Fiza menoleh pada Gus Afkar yang berdiri dibelakangnya. "Bisa jadi."
"Apa Radiya, ya?" Gus Afkar berasumsi.
"Gak mungkin. Buat apa dia ngelakuin hal itu? Mau menghancurkan rumah tangga kita agar bisa sama kamu lagi? Dia sendiri yang bilang gak mau jadi perebut." Fiza teringat perkataan Ning Radiya dihari pernikahan mereka. Fiza yakin Ning Radiya gadis baik-baik hanya saja susah diatur.
Gus Afkar menggaruk tengkuknya sembari menampilkan cengiran khasnya. "Iya juga sih."
Gus Afkar kenal betul dengan kepribadian adik sepupu sekaligus mantan pacarnya itu. Dia tidak akan mungkin melakukan hal jahat seperti itu.
"Kalau bukan Radiya, jangan-jangan Bang Adnan. Dia kan suka sama kamu. Kali aja dia gak terima kamu udah menikah."
Api dalam tong sampah telah padam. Fiza membalikkan badan dan kini menatap suaminya. "Astaghfirullah, Gus! Jangan su'uzan begitu. Gus Adnan itu sudah sibuk sama semua agendanya, mengajar, mengurus kafenya, dakwah. Gak mungkin sampai kepikiran buat merusak hubungan kita."
Tanpa Fiza sadari, ia telah membuat hati Gus Afkar terbakar cemburu.
"Ya, ya, ya. Kan yang pantas di su'uzan-in itu cuma saya." Netranya berputar malas. Gus Afkar tidak akan pernah lupa, Fiza sering su'uzan pada dirinya. Meskipun Gus Afkar memang astaghfirullah, tapi tetap saja ia tidak terima.
Gus Afkar memutar badan dan pergi meninggalkan Fiza dengan perasaan dongkol dan wajah masamnya.
Melihat itu, Fiza tersenyum dan segera mengikutinya dari belakang. "Cemburu ya?"
"Dih, siapa juga yang cemburu. Kamu aja belum berhasil buat saya jatuh cinta," sewotnya.
Dibelakangnya, Fiza yang terus membuntuti mengerucutkan bibir. "Terus kapan jatuh cintanya?"
"Entahlah, coba saja."
"Susah juga ya ngejar cinta Gus labil," celetuk Fiza asal. Langkahnya kini seiras dengan Gus Afkar. Wajahnya menoleh kesamping pada Gus muda itu.
"Tapi, kalau aku lihat, Gus udah berubah baik banget sama aku. Udah gak pernah tuh Gus bersikap cuek dan judes sama aku. Terus juga sekarang udah gak pernah manggil nona tua lagi."
"Ya karena saya berusaha menjalankan tugas saya sebagai suami, bukan berarti jatuh cinta sama kamu." Fiza menaik turunkan kepalanya dengan bibir membulat.
Tangan kecil itu meraih lengan Gus Afkar dengan ragu. "Boleh, nggak kalau baiknya seumur hidup?"
Netranya yang teduh dan ditumbuhi bulu mata lentik itu terangkat menumbuk mata Gus Afkar. "Soalnya, aku udah jatuh cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEORANG GUS [END]
Ficción GeneralDemi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza, tapi Fiza begitu baik dan sabar menghadapinya. Berbagai cara Gus Afkar lakukan agar Fiza mau menyera...