بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
-Happy reading-
*****
"Bang, ini maksudnya apa? Abang yang kirim video itu ke Fiza? Sungguh, Afkar gak percaya Abang bisa sejahat itu!" tanya Gus Afkar meminta penjelasan kepada Kakak iparnya. Bukti di handphonenya menunjukkan kalau Gus Dzikra-lah pengirim video itu. Bahkan jejak pesan itu masih belum dihapus olehnya.
Kiai Ilham yang tak mengerti apa pun bertanya, "Ada apa ini? Afkar, maksud kamu apa? Mau siapa pun yang mengirimkan video itu, kamu tetap salah. Sudah berapa kali Abi peringatkan sama kamu, jangan dekat-dekat sama Radiya lagi. Dia itu bukan mahram kamu, dan seharusnya kamu sadar kalau kamu itu sudah punya istri!"
Gus Afkar menatap Kiai Ilham nyalang. Selalu saja dirinya yang disalahkan sebelum mendengar penjelasan apa pun darinya.
"Iya, Afkar mengaku salah, tapi Afkar udah jauhi Radiya, Bi. Video itu gak benar. Situasinya saat itu Radiya lagi kena lemparan bola terus Afkar samperin dia cuman mau ngecek keadaan dia aja. Afkar lihat dia kayak banyak beban pikiran, terus minta dia buat cerita--"
"Sambil pelukan begitu?"
"Dia yang meluk duluan, bukan Afkar?" dengus Afkar, "Afkar udah gak punya hubungan apa pun lagi sama dia."
"Benar, Fi? Atau kamu mau tutup-tutupi kesalahan suami labil kamu ini?" ucap Kiai Ilham menoleh menantunya. Gus Afkar membeliak tak terima dikatai seperti itu.
"Gus Afkar gak bohong, Bi. Dia udah jelasin semuanya sama Fiza," jujur Fiza.
Hening tercipta. Gus Afkar mendekati Gus Dzikra dan mengembalikan handphone miliknya. "Abang gak mau jelasin kenapa Abang kirim video itu sama Fiza? Terus Abang juga, kan yang taruh buku diary Fiza di dalam kamar Afkar? Karena gak mungkin ada orang luar yang berani masuk ke kamar Afkar selain orang yang ada di keluarga ini."
"Kalau emang Abang, apa alasan Abang melakukan itu? Abang mau merusak hubungan Afkar sama Fiza?"
Kiai Ilham cukup tertegun mendengar penuturan putranya. Ingatan pria paruh baya itu seperti diputar kembali pada beberapa tahun lalu ketika ada seorang pemuda dari keluarga terhormat datang seorang diri hendak melamar Fiza. Namun, langsung ditolak olehnya. Kiai melakukan itu tanpa merundingkannya dengan keluarganya terlebih dahulu. Sebab, beliau tahu bahwa putrinya, Ning Nada sudah mencintai Gus Dzikra sejak lama. Sebagai seorang ayah, beliau tidak mau menghancurkan perasaan putrinya sendiri jika harus menikahkan Gus Dzikra dengan Fiza. Kiai Ilham tak sampai hati.
Jika seandainya Ning Nada tak berjodoh dengan Gus Dzikra, maka sungguh Kiai Ilham tak apa. Asalkan jodohnya bukanlah Fiza.
Sang empu yang sudah dipojokkan, bersuara, "Iya, Abang yang melakukan itu semua. Maaf, sebelumnya."
Rahang Gus Afkar mengeras. Tangannya mengepal. "Kenapa?"
"Abang mau kamu berubah, Kar," dinginnya.
"Berubah, gimana? Abang gak berhak ikut campur urusan rumah tangga Afkar!" berang Gus Afkar.
"Afkar, tahan emosi kamu," bisik Nyai Nadya sembari mengusap punggung putranya guna memenangkannya. Keadaan semakin runyam ketika yang bermasalah adalah Gus Afkar yang notabene sebagai anak dikeluarga Al-Mumtaz dan Gus Dzikra sebagai seorang menantu.
"Abang tahu selama ini kamu tidak memperlakukan Fiza dengan baik. Karena itu Abang tidak suka jika dia mempertahankan hubungannya sama kamu karena itu akan semakin membuat dia menderita. Tapi Abang nggak sampai sepicik itu untuk langsung merusak hubungan kalian. Abang mengambil langkah ini agar kamu sadar dan mau menerima dia dengan baik. Kalau bukan dengan cara begitu, mana mungkin kamu tahu apa arti Fiza dalam hidup kamu. Ingat ya! Abang tidak suka ada perempuan diperbudak." Penuh gebu pengungkapannya.
Kiai Ilham semakin yakin, jika menantunya itu masih belum sepenuhnya melupakan Fiza. Amarah mendobrak dadanya. Sesak dan sakit. Bagaimana jika putrinya tahu kalau suaminya menyukai perempuan lain yang sekarang menjadi iparnya? Pasti putrinya akan terluka hebat.
Padahal Ning Nada sudah tahu tentang perasaan suaminya pada Fiza sejak lama, waktu awal-awal mereka menikah.
"Abang bilang begitu, kayak Fiza seseorang aja dihidup Abang." Jujur, Gus Afkar tidak suka dengan caranya. Bukan hanya Gus Afkar, tapi Nyai Nadya juga merasa ada yang aneh dengan sikap menantunya itu.
Bagai di skakmat, bibir Gus Dzikra terbungkam rapat.
"Mbak juga ada dibelakang Mas Dzikra merencanakan ini semua agar kamu sadar, Kar. Dan mbak perhatikan kamu berubah belakang semenjak tahu Fiza pernah suka sama Bang Adnan. Kamu cemburu, kan? Sebenarnya kamu itu suka, kan sama Fiza? Lucunya juga pas mbak kirim video itu, kamu malah gelisah. Takut ya, Fiza ninggalin kamu?"
Semua orang menoleh pada Ning Nada yang baru saja memasuki ruang keluarga dengan senyuman manis menghiasi bibirnya.
"Jangan cuma salahkan Mas Dzikra, salahkan aku juga."
"Fiza suka sama Adnan?" tanya Kiai Ilham dengan raut wajah tak percayanya. Fiza meremas jemarinya. Semuanya jadi terungkap sekarang.
"Jawab jujur, Nak. Apa dulu kamu menolak lamaran dia, karena Umi dan Abi?" tanya Nyai Nadya. Netranya memanas.
Fiza segera menggeleng dan memegang tangan Nyai Nadya. "Umi, maafkan Fiza sudah tidak jujur sama Umi. Fiza memang pernah menyukai Gus Adnan, tapi sekarang Fiza sudah melupakan dia. Sekarang Fiza mencintai suami Fiza."
Tatapan Fiza mengarah pada Gus Dzikra dan Ning Nada yang menjadi penyebab semua kekacauan tercipta. "Maaf, Gus Dzikra dan Mbak Nada. Aku menghormati kalian sebagai keluarga, tapi tidak seharusnya kalian ikut campur urusan pribadi Fiza."
"Maaf," kata Gus Dzikra pelan.
"Maafkan, Mbak juga Fiza. Mbak cuma gak mau kamu disakiti terus menerus sama Afkar. Kamu bisa saja menyembunyikan semua keburukan dia, tapi mbak tidak bisa tinggal diam kamu dijadikan boneka yang diperlakukan sesuka hati."
"Sudah, sudah! Semuanya sudah jelas, kan sekarang? Kalian sama-sama kurang dewasa. Nada dan Dzikra memang seharusnya tidak ikut campur urusan pribadi Afkar dan Fiza. Dan Afkar? Buang sifat plin-plan dan labilmu itu. Jangan menyakiti Nak Fiza lagi dengan ego dan gengsi kamu."
"Iya, Bi. Maaf." Gus Afkar melirik Fiza yang tersenyum padanya. Dadanya berdesir hebat.
Satu persatu membubarkan diri. Arsyi memeluk lutut Fiza dan menatapnya dengan mata bulatnya. Gadis kecil itu sedari tadi ketakutan dan tak mengerti apa yang dibicarakan keluarganya.
"Sini gendong, Sayang."
"Sama Om aja sini." Tanpa persetujuan Arsyi, Gus Afkar mengangkat tubuh kecil Arsyi.
"Om jellek! Arsyi, maunya sama Tante Fiza." Tangan kecilnya menggebuk dada Gus Afkar bertubi-tubi.
"Om jellek sering nakal sama Tante Fiza. Arsyi gak suka sama Om," katanya berwajah jutek. Fiza tertawa kecil, mendengar gerutuan Arsyi.
"Fi, jangan ketawa kayak gitu."
Kekehan Fiza terhenti, menatap Gus Afkar yang tengah menatapnya intens. "Kenapa?"
Gus Afkar menarik tangan Fiza lalu diletakkan diatas dadanya. "Dengar, nggak?"
Pipi Fiza bersemu merah ketika tangannya merasakan getaran di dada Gus Afkar.
*****Spam next 👉
Yang belum follow IG-ku Sabi di follow dulu karena biasanya aku ngasih info up di sana. Wattpadnya jangan lupa sekalian di follow @_Aishfaaa ☺️
Jazakumullahu Khair 💐
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEORANG GUS [END]
قصص عامةDemi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza, tapi Fiza begitu baik dan sabar menghadapinya. Berbagai cara Gus Afkar lakukan agar Fiza mau menyera...