CSG 21- Kesibukan bernilai ibadah

15K 1.1K 254
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

-Happy reading-

*****

"Sedikit lagi hampir habis, buka mulutnya, Cantik."

Arsyi membuka lebar-lebar mulutnya ketika Fiza ingin menyuapi makanan padanya.

Ning Nada datang dengan menenteng tas sekolah Arsyi yang baru disiapkan. Seperti hari-hari biasanya, Arsyi akan pergi ke sekolah kecuali hari libur.

"Maaf ya, Fi. Jadi ngerepotin kamu. Anak ini manja banget pake minta disuapin kamu segala." Ning Nada tak enak hati.

"Gak papa, Mbak. Aku senang kok."

"Terus gimana sama undangan pameran kemarin? Dikasih izin sama Afkar? Sayang banget soalnya kalau gak ikut."

Fiza tersenyum mengingat saat ia meminta izin kepada suaminya. "Alhamdulillah, diizinin, Mbak."

Ning Nada bernapas lega. Lalu sedetik kemudian tersenyum. "Afkar udah berubah ya, Fi. Kayaknya dia bucin banget sama kamu."

"Bucin itu apa, Umi?" tanya Arsyi menatap Ning Nada bertanya-tanya.

Diam-diam sembari memainkan boneka dipangkuannya, dia menyimak pembicaraan Ning Nada dan Fiza. Bagaimana tidak, keduanya berbicara keras di depannya.

"Bucin itu budak cinta, Sayang. Nanti kalau Arsyi sudah besar, Arsyi pasti akan merasakan jatuh cinta. Saat hari itu tiba, Umi berpesan jangan sampai Arsyi mau diperbudak oleh perasaan cinta Arsyi, gak baik," jelas Ning Nada.

Arsyi manggut-manggut mengerti. "Berarti Om Afkar harus diselamatkan ya, Umi dari budak cinta."

Fiza dan Ning Nada tertawa mendengarnya.

"Kenapa bawa-bawa nama aku? Kalian pasti lagi ghibahin aku ya?" sungut Gus Afkar yang baru pulang mengimami santri salat Dhuha di masjid.

Pemuda itu melepaskan pecinya dan langsung menjatuhkan kepalanya diatas paha Fiza. Matanya terpejam, mengantuk.

"Panjang umur kamu, Kar. Kita emang lagi ghibahin kamu yang bucin sama Fiza."

Mata Gus Gus Afkar terbuka kembali, menatap tajam Kakaknya. "Serah akulah, Mbak. Fiza udah milik aku."

"Dih, sewot banget! Gak malu apa kalau ingat sikap kamu kemarin sama Fiza."

"Namanya juga manusia, gak luput dari salah dan dosa, Mbak." Pemuda itu masih membela dirinya. Fiza menggeleng, memberi isyarat agar tidak usah menimpali. Gus Afkar langsung menurut.

"Fi, lapar," rengeknya.

"Habis ini aku ambilin Gus makan." Fiza mempuk-puk kepalanya layaknya anak kecil.

Seorang pemuda yang tidak sengaja melihat interaksi kedua pasangan itu menunduk menahan nyeri. Hal itu tak lepas dari pandangan Ning Nada.

"Dia harus ngerasain cemburu yang aku rasain ketika raganya milikku tapi hatinya milik orang lain."

"Mas Dzikra kenapa susah banget melupakan Fiza. Padahal Fiza sudah menikah dengan Afkar."

CINTA SEORANG GUS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang