CSG 45- Tentang Luka

15.8K 1.4K 477
                                    

Pada taman sekolah, sebuah kursi ayunan yang dibentuk saling berhadapan, mengayun ke depan dan kebelakang. Dua kursi tersebut diisi oleh dua orang perempuan berbeda generasi.

Tak jauh dari mereka, berdiri seorang lelaki yang diam-diam memperhatikan. Bibirnya melengkungkan senyum, tidak menyangka, perempuan yang tadi ia mintai tolong untuk membujuk keponakannya agar rajin sekolah juga menasehatinya agar bisa bersikap baik, kini mematuhi keinginannya dibelakangnya setelah enggan.

Ya, dialah Haifa. Sosok tak tertebak.

"Sebenarnya ada apa, Sayang?" tanya Haifa dengan intonasi rendah. "—kenapa nilai Arsyi merah, hm? Ibu bilang apa kemarin waktu di acara pernikahan Bibimu? Arsyi harus rajin belajar meskipun Ibu tidak mengajari Arsyi lagi."

Arsyi diam, menunduk dalam-dalam. Bibirnya seperti menahan getar, tanpa diketahui pula, matanya menampung air yang siap untuk ditumpahkan. Namun, di tahan dengan usaha keras.

"Arsyi boleh cerita sama Ibu. Ibu pasti dengar Arsyi. Ibu juga akan bantu Arsyi. "
Keterdiaman Arsyi yang berlanjut, membuat tangan Haifa mengangkat wajah gadis kecil itu. Sedikit tertegun karena seiring itu, air matanya tiba-tiba turun. Haifa langsung menarik raga kecilnya ke dalam pelukannya.

"Arsyi, nangis aja ya sepuasnya. Keluarin semua uneg-uneg dalam hati Arsyi. Ibu gak bakal lepasin pelukannya kok, tapi boleh gak kalau sambil cerita apa yang membuat Arsyi marah sama Tante Fiza dan apa juga yang membuat Arsyi malas belajar?"

Sedetik hingga semenit kemudian hanya terdengar suara isakan yang keluar dari bibir Arsyi. Tubuhnya terguncang dalam dekapan Haifa. Haifa biarkan saja hingga gadis itu mulai merangkai katanya.

"Arsyi gak mau Abi dan Umi berpisah kayak Orangtua temannya Arsyi. Abinya Arsyi suka sama Tante Fiza. Karena Tante Fiza, umi sering nangis. Arsyi gak suka sama Tante Fiza."

Haifa tersentak kaget mendengarnya. Pun Gus Afkar  yang seketika membeku di tempatnya. Fakta apa yang barusan dirinya dengar?

"Arsyi tahu dari mana kalau Abi suka sama Tante Fiza?"

"Waktu itu, Arsyi gak sengaja dengar mereka bertengkar dikamar. Ka—kata umi, Abi jahat karena tidak pernah bisa mencintai Umi. Umi juga bilang, Abi jahat karena terus mencintai Tante Fiza walaupun setelah Tante Fiza gak ada. Dan sekarang Tante Fiza kembali."

Ini adalah masalah keluarga, tak seharusnya Haifa mendengarnya. Tak sopan rasanya ia yang bukan sesiapa dalam keluarga Al-mumtaz untuk ikut campur. Namun, teringat permohonan Gus Afkar beberapa menit lalu, jadi menggerakan hatinya untuk membantu Arsyi melawan kemarahan anak itu, agar semuanya baik-baik saja, kan?

Haifa mengigit bibir bawahnya, sedang bingung, berpikir bagaimana memberi pengertian dengan kalimat sederhana yang mudah dipahami untuk anak seusia Arsyi. Arsyi masihlah anak kecil. Mungkin sebab musabab ia terpengaruh dengan pikiran negatif itu akibat ia bersekolah dilingkungan luar.

Kalau sudah terjun dalam dunia luar, maka hal apa saja bisa terjadi. Semesta akan memberi hal tak diinginkan tanpa sebuah intruksi melalui banyak perantara. Jadi bersiaplah mendapat kejutan dan pesakitan.

"Arsyi tahu nggak kenapa Arsyi bisa ada di sini sekarang?"

"Karena Arsyi sekolah," jawab Arsyi polos.

"Tujuan Arsyi sekolah itu apa? Bukannya lebih enak diam dirumah? Sekolah itu bikin pusing, banyak pelajaran."

Arsyi menggeleng, teringat cuplikan perkataan Uminya. "Kata Umi sekolah memang capek tapi kalau gak sekolah lebih capek nanggung bodohnya."

CINTA SEORANG GUS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang