بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
-Happy reading-
*****
Samar-samar Fiza mendengar suara mengaji dari masjid yang menandakan sebentar lagi waktunya subuh. Tubuhnya menggeliat dan perlahan matanya terbuka. Ketika menoleh kesamping, ia tak menemukan keberadaan Gus Afkar. Namun, di dalam kamar mandi yang masih terhubung dengan kamarnya, ia mendengar suara percikan air. Pasti suaminya sudah bangun dan bersiap-siap untuk ke masjid.
Bibirnya kembali menyunggingkan senyum mengingat semalam ia telah dimanja oleh Gus Afkar. Seumur hidup, Fiza tidak pernah membayangkan akan merasakan itu semua. Ia kira pernikahannya yang terjadi karena sebuah perjodohan itu hanya akan berjalan datar saja tanpa dibumbui pemanis. Nyatanya Gus Afkar tidak semenakutkan yang ia pikir.
Fiza segera menutup matanya kembali ketika mendengar derak pintu dibuka. Gus Afkar keluar dari kamar mandi dengan wajah segarnya. Fiza yakini, pemuda itu hanya mengenakan handuk sebatas lutut, karena dirinya sering memergokinya, tetapi pemuda itu selalu bersikap biasa saja tidak seperti awal mereka menikah yang seakan ingin menelan Fiza hidup-hidup, marah. Namun, tetap saja Fiza merasa gugup menyaksikan itu atau pipinya tiba-tiba memanas nanti.
"Kalau udah bangun, bangun aja kali," ujarnya menyugar rambut yang masih basah sembari berjalan kearah cermin. Bibir Fiza berkedut menahan tawa. Kecyduk, kan?
"Saya taruh makanan kamu dikulkas. Semalam kamu ketiduran di mobil, jadi saya gendong kesini," ucapnya enteng sekali.
Fiza melongo, ia lupa kemarin malam jatuh tertidur dalam keadaan seperti apa. "Pasti berat ya?"
"Badan sekecil itu gak ada apa-apanya sama tenaga saya." Dia tertawa mengejek. Fiza mencebikkan bibirnya kesal merasa telah dihina.
Memang jika diukur dari segi tinggi badan, Fiza kalah jauh dari Gus Afkar. Gus Afkar 175 sentimeter dan dirinya 160. Otot-otot pemuda itu pun mulai terbentuk sejak ia sering latihan ilmu bela diri bersama dua kawannya lewat kursus. Fiza sendiri bertubuh ramping dengan berat badan 45 kg tidak terlalu kurus namun tidak gendut juga. Hal itu malah sering menjadi bahan ejekan oleh suaminya karena proporsi tubuhnya yang kecil.
"Secara gak langsung, Gus udah body shaming, ngatain aku pendek." Fiza merajuk.
"Jangan ngambek lah, Fi. Saya gak punya mochi, eh kemarin malam niatnya kita keluar buat beli mochi ya tapi malah kelupaan," ucapnya mengingat niat awal ia mengajak Fiza keluar kemarin malam untuk membeli makanan yang terbuat dari tumbukan beras ketan tersebut, tapi malah asik bersenang-senang dengan berbagai wahana dipasar malam.
"Ini pasti karena semalam kamu nangis, Fi. Tapi lucu juga ya," sambungnya setengah mengejek Fiza lagi.
"Udah, Gus udah. Iya aku salah." Pipi Fiza merah. Ia merasa sangat malu jika mengingat kejadian semalam, dimana ia menangis ketika menaiki wahana kora-kora. Sungguh Fiza merasa sangat ketakutan saat ayunan itu diputar 360 derajat sehingga menyebabkan tubuhnya terbalik.
"Mukanya sampai sembab, hidungnya merah. Seandainya saya punya fotonya, pasti sudah saya tunjukkan sama kamu, biar kamu tahu betapa lucunya kamu semalam, Fi."
Langsung saja Fiza melayangkan sebuah bantal ke arah Gus Afkar saking kesal bercampur malu karena suaminya itu tidak berhenti mengejeknya. Beruntung Gus Afkar sigap menangkapnya sehingga tidak mengenai cermin. Tawa Gus Afkar semakin meledak karena itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEORANG GUS [END]
Fiksi UmumDemi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza, tapi Fiza begitu baik dan sabar menghadapinya. Berbagai cara Gus Afkar lakukan agar Fiza mau menyera...