CSG 36- Ternyata bukan dia

11.3K 1K 451
                                    

"Pulang, Nak! Besok hari pernikahan kamu."

Gus Afkar melipat bibir bingung harus menjawab apa. Ia pasti akan pulang tapi dengan membawa Fiza.

"Afkar akan pulang, Umi. Tapi bukan sekarang."

"Kapan itu? Sampai hari pernikahan kamu terlewat? Semuanya terjadi atas keputusan kamu, Nak. Jangan membuat umi malu dengan berubah pikiran apalagi sampai kabur seperti ini."

"Afkar tidak kabur, Umi. Afkar akan pulang dan menepati ucapan Afkar sama Haifa, tapi tolong biarkan Afkar di sini dulu."

"Umi gak habis pikir sama kamu, Kar. Kalau kamu sampai menyakiti hati Haifa, umi tidak akan memaafkan kamu."

Tuut

Percakapan diputuskan secara sepihak oleh Nya Nadya. Sudah berulangkali kali beliau menelepon tapi tak kunjung diangkat oleh Gus Afkar dan saat diangkat dan disuruh pulang, Gus Afkar malah membuat alasan nyeleneh.

Gus Afkar melempar ponselnya ke sofa. Terduduk sembari mengacak rambut frustrasi. Kenapa serumit ini kisah cintanya? Saat ia ingin melanjutkan hidup bersama Haifa mengapa justru Fiza muncul lagi? Gus Afkar sudah mengikhlaskan kepergian Fiza, meski tidak dengan perasaan yang bersemayam dihatinya. Seandainya, Gus Afkar tahu dia masih hidup, Gus Afkar tak akan mengambil langkah terlalu jauh dengan melamar Haifa. Sebab Haifa hanyalah pengganti.

Bolehkah jika Gus Afkar protes dengan takdir? Tapi bukankah ia akan terkesan seperti hamba yang tak memiliki iman jika meragukan takdir Allah.

"Astaghfirullah."

Demi mengusir rasa gundah, Gus Afkar berlalu ke kamar mandi untuk mengambil wudhu'. Ia baru ingat kalau belum melaksanakan salat dhuhur. Gus Afkar absen salat di masjid karena badannya tiba-tiba lemas.

Usai melaksanakan salat dhuhur serta membaca wirid, Gus Afkar teringat jika siang-siang begini Hifdza mengajar anak-anak mengaji di masjid. Informasi itu, ia kulik dari anak-anak.

Gus Afkar pun segera bersiap-siap ke masjid. Sesampai di sana, pikirannya yang sempat berkecamuk, mendadak tentram melihat wajah Hifdza yang tengah fokus mengajar.

"Assalamualaikum, wife," ucapnya dalam hati sebelum akhirnya mengucapkan salam kepada anak-anak yang ada di dalam masjid.

"Assalamualaikum, anak-anak."

"Wa'alaikumussalam, Gus." Mereka kompak berdiri. Satu persatu meminta tangan Gus Afkar untuk mereka salimi.

"MasyaAllah, lagi belajar mengaji ya?"

"Iya, Gus," sahut mereka bersamaan.

"Maaf kalau mengganggu, silakan dilanjutkan ustadzah," ucap Gus Afkar menatap Hifdza seraya tersenyum ramah.

Hifdza pun melanjutkan aktivitas mengajarnya sampai selesai. Meski dengan itu, ia merasa risih karena diperhatikan secara terus-menerus oleh Gus Afkar.

Pukul dua siang, anak-anak dibubarkan dari masjid dan pulang kerumah masing-masing, menyisakan beberapa anak saja yang masih bermain dipelataran dan dihalaman masjid.

"Emm, mbak Hifdza boleh saya mengobrol dengan kamu?" Gus Afkar bertanya saat melihat Hifdza bersiap untuk pulang.

Hifdza tak menggubris pertanyaan Afkar dan memilih untuk segera pergi. Tak menyerah, Gus Afkar mengekori langkahnya.

CINTA SEORANG GUS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang