"Tadi apa yang kalian bicarain?"
Fiza memicingkan matanya pada Gus Afkar karena pertanyaannya "Kenapa? Penasaran ya?"
Gus Afkar tersenyum lembut, tangannya menyapu kepala Hifdza yang kini tak mengenakan penutup sebab mereka sedang di dalam kamar. "Jangan dijawab kalau gak mau."
"Aku minta maaf sama dia lalu sedikit ngobrol."
"Ngobrolin apa? Saya?"
"Enggaklah, percaya diri banget." Fiza terkekeh kecil. Gus Afkar geleng-geleng kepala merasa terhina.
"Aku sempat menanyakan satu hal ke dia. Kalau dia dikasih kesempatan menikah dengan Gus, apa dia mau? Begitu."
Mata Gus Afkar melotot tidak percaya dengan perbuatan istrinya itu. Pemuda itu memegang bahu Fiza dan menatap wajah Fiza serius. "Kamu jangan bercanda ya, Fi. Astaghfirullah, bisa-bisanya kamu menanyakan hal itu. Saya gak mau poligami. Sampai kapanpun tidak akan pernah mau. Saya sudah cukup dengan kamu dan saya sangat bersyukur memilikimu."
Tawa Fiza menguar begitu saja melihat panik diwajah Gus Afkar yang membuat suaminya itu semakin hilang akal dibuatnya.
"Kenapa ketawa? Lucu?" Gus Afkar melepaskan pegangan tangannya dari bahu Fiza dan berpaling dari wajah istrinya kesal.
Namun sedetik kemudian ia bertanya, "Dia jawab apa waktu kamu tanya begitu?"
"Dia gak mau." Gus Afkar bernapas lega. Ia tahu Haifa bukan tipe perempuan yang ingin mendapatkan sesuatu dengan memanfaatkan situasi atau keadaan.
Jika iya, sudah dari dulu dia mendekati dirinya ketika dia tahu bahwa istrinya telah meninggal dunia. Tapi apa yang dia lakukan?
Haifa pernah berkisah tentang perasaan yang sejujurnya pada Gus Afkar. Tentang perempuan itu yang selama ini mengagumi Gus Afkar dalam diam, tanpa sebuah pertemuan. Tentang lalu dia tiba-tiba menghindar dan menghapus semua jejak Gus Afkar saat tahu bahwa Gus Afkar telah beristri, meski istrinya telah meninggal, Haifa tahu kalau hati Gus Afkar hanya untuknya.
Haifa cukup bijak dalam menyikapi perasaannya.
"Sebenarnya teman saya menyukai dia dari kecil. Pak Mahfudz, ayahnya Haifa juga sudah berinisiatif menjodohkan mereka. Tapi Haifa menolak." Tanpa diminta Gus Afkar bercerita mengenai teman seperjuangannya dulu.
"Perasaan itu gak bisa dipaksakan, Gus."
"Tapi bisa diusahakan, Fi. Seperti saya ke kamu. Kadang yang menurut kacamata kita baik, itu belum tentu baik untuk kita. Begitu pun sebaliknya, yang buruk atau yang tidak kita sukai tidak melulu buruk untuk kita."
* * *
Fiza mendengarkan sekaligus mencatat tugas yang harus ia lakukan terhadap permintaan pemesannya di butiknya. Iya, sekitar sebulan yang lalu, ia sudah aktif bekerja di butiknya bahkan dia juga sudah mengajar santri putri dan santri putra bagian TK.
Hari ini, Fiza menangani anak pejabat yang memesan gaun untuk acara ulang tahunnya. Dia request dress panjang dengan permintaan yang bukan kaleng-kaleng. Jika dijumlahkan harganya sangat mahal, tapi karena dia adalah anak pejabat, Fiza tak merasa aneh. Bukan sekali dua kali butiknya dipercaya oleh orang-orang kelas atas, mulai dari artis sampai yang berpengaruh di kota. Fiza bersyukur karena itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEORANG GUS [END]
General FictionDemi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza, tapi Fiza begitu baik dan sabar menghadapinya. Berbagai cara Gus Afkar lakukan agar Fiza mau menyera...