CSG 17- Gus Killer

18K 1.5K 92
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Di bab ini, kalian akan melihat sisi lain Gus Afkar.

Jangan lupa tombol ⭐ dipojok, Kakak. Spam komen ditiap paragraf juga sangat boleh.

-Happy reading-

*****

Fahmi, santri putra kelas 3 madrasah ibtida' diniyah itu terlihat menelan air ludah menyaksikan tatapan elang sang Gus mengetahui dirinya telat sepuluh menit masuk kelas saat ini.

Madrasah Diniyah sendiri adalah sekolah berbasis agama seperti kebanyakan pesantren pada umumnya. Namun, selain menerapkan pendidikan agama, pesantren Darul-Falah juga menyelenggarakan pendidikan formal yang tak kalah majunya seperti pendidikan diluar. Bedanya mungkin terletak pada jam sekolah dan beberapa mata pelajaran yang diimbuhi dengan mata pelajaran agama seperti fiqh, akhlak, hadist dan Aqidah.

Di Darul-Falah, santri mengakhiri aktivitas sekolah formal seperti SD (sekolah dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas) pada jam 12.00 lalu disambut dengan pendidikan agama yang dimulai jam 13.00 sampai sore menjelang.

Sama halnya dengan pendidikan formal, sekolah agama dipesantren Darul-Falah juga memiliki tingkatan. Terdapat MID (Madrasah Ibtidaiyah Diniyah) dari kelas I-VI dilanjut Mts (Madrasah Tsanawiyah) dari I-III.

Santri yang telah lulus dan mumpuni dalam ilmunya serta diyakini mampu bertanggungjawab, akan ditugaskan mengajar diluar yakni dipesantren lain. Ada pula yang ditugaskan mengajar di dalam.

"Jangan harap bisa masuk kelas saya, kalau kamu tidak bisa menjawab pertanyaan dari saya," ucap pemilik suara dingin itu yang tak lain adalah Gus Afkar.

Sudah dua tahun ini, Gus muda itu dipercayakan mengajar madrasah oleh Kiai Ilham disela kesibukannya sekolah diluar pesantren.

Bukan tanpa sebab Gus Afkar lebih memilih sekolah MA diluar daripada dipesantren Abinya sendiri. Sedari SD-SMP, Kiai Ilham selalu menyekolahkannya di dalam pesantren yang mana interaksinya hanya dengan itu-itu saja. Gus Afkar tentu bosan. Gus muda itu juga ingin mengenal dunia luar serta merasakan suasana baru.

Gus Afkar yang pada saat itu baru lulus SMP meminta Kiai Ilham mendaftarkannya sekolah SMA diluar. Awalnya sempat ditentang karena tak ingin salah pergaulan. Namun pada akhirnya dituruti dengan catatan Kiai Ilham yang memilihkan sekolah untuknya. Pilihan kiai Ilham jatuh pada MA Darul-Ulum sekolah formal berbasis agama.

"InsyaAllah siap, Gus," sahut Fahmi dengan penuh percaya diri.

Gus Afkar menoreh tinta spidol di papan tulis. Terpampanglah sebuah kalimat dengan bahasa Arab tanpa harakat. Karena jadwal Gus Afkar hari ini adalah mengajar ilmu alat, jadi ia akan memberikan tes lisan materi nahwu-Shorof.

رأيت القاضي

"Kalimat sederhana, bukan?" ucap Gus Afkar menunjuk papan tulis sambil tersenyum miring pada Fahmi.

"Iya, sih kalimat sederhana, tapi entar pertanyaannya bercabang-cabang. Sama aja susah," batin Fahmi menggerutu.

"Sederhana, tapi saya tahu tidak semua dari kalian paham dengan struktur kalimat ini. Jangan mengelak! Saya sudah cek semua tugas kalian kemarin dan saya heran kenapa bisa setelah dua kali pertemuan saya ulangi materi ini. Tapi, kebanyakan dari kalian masih ada yang belum paham juga. Lebih gobloknya lagi, kalian mengaku sudah mengerti padahal kenyataannya cuma pura-pura mengerti. Kalian sadar tidak kalau itu hanya akan mempersulit kalian sendiri ketika menghadapi ujian nanti. Orangtua kalian mengirim kalian belajar disini itu tidak gratis. Jadi bersekolahlah dengan serius, bukan sekedar bayar buat numpang makan dan tidur.  Tidak berguna!"

CINTA SEORANG GUS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang