Fahmi menyusuri lorong rumah sakit sekembalinya dari mushola, dia bagai patung berjalan, seperti raga tak bernyawa. Bahkan rambutnya terlihat acak-acakan. Separah itukah dia?
Saat Fahmi kembali, ayah dan ibu mertuanya sudah ada di sana, Najwa dan Alfi juga ada di sana, mungkin mereka baru datang. Iya, Sufyan yang mengabari mereka tentang keadaan Syakia.
Fahmi yang menyadari kehadiran mertuanya, dia langsung menghampiri Arif–ayah Syakia, dan memeluk Arif dengan tangis yang teredam. Meminta maaf atas apa yang terjadi dengan putri mereka, dan Fahmi menyalahkan dirinya atas hal itu.
"Maaf ayah, maaf karena Fahmi Syakia dan bayi kami....," Fahmi terisak.
Arif segera mengusap punggung Fahmi "Jangan menyalahkan siapa pun atas apa yang telah terjadi, Allah maha mengetahui alur yang akan di lalui oleh setiap hambanya" Ucap Arif memotong perkataan Fahmi dengan menitikan air mata.
Arif bukan tidak sedih dengan yang terjadi pada putrinya, dia adalah seorang ayah tentu dia akan sangat sedih. Namun, semua sudah terjadi dan apa yang sudah tidak ada tidak akan kembali.
Sedangkan Salma, dalam rangkulan putri sulungnya–Najwa dia menangis tersengguk-sengguk. Ia merasa kesulitan seolah tak berhenti menerpa Syakia, kapan putrinya itu akan bahagia, mengapa di saat kebahagian baru menghinggapinya sudah terenggut kembali.
Jika boleh bilang, Salma sangat marah teramat marah pada siapa pun yang menyebabkan luka pada putrinya. Namun, itu tak berguna, putrinya itu terlalu mencintai suaminya, dan terlalu mengalah pada madunya, hingga apa pun yang Salma katakan tidak dia tanggapi. Dan Arif pun dia juga sama seperti Syakia, ketika Salma bilang tentang Syakia dan Fahmi jawabannya tetap sama "Mereka yang menjalaninya, biarkan mereka yang mengurus dan menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangga mereka, yang harus kita lakukan untuk anak-anak kita adalah selalu mendoakan yang terbaik untuk mereka." Memang banyak orang bilang, bahkan menurut psikolog bahwa seorang anak cenderung mewarisi sifat dari ayahnya.
Satu jam kemudian dokter keluar, dan memberitahukan bahwa Syakia akan di pindahkan ke ruang rawat, setitik bahagia dirasakan semua keluarga karena Syakia berhasil melalui masa kritisnya. Syakia di bawa ke ruang rawat oleh dokter dan beberapa perawat yang mendampingi.
Beberapa saat kemuadian dokter kembali keluar "Keluarganya Syakia...? Tanya dokter itu.
Fahmi baru berdiri dan baru saja mau bilang "Saya su–" Tapi Salma segera memotongnya.
"Saya ibunya!" Serobot Salma dengan mata mendelik tajam pada Fahmi.
Fahmi hanya bisa diam dan pasrah dengan sikap yang diberikan ibu mertuanya, karena wajar ibu mertuanya seperti itu sebab dirinya pantas mendapat itu, bahkan sejak dulu. Justru dia akan merasa lebih tidak enak hati jika ibu mertuanya tetap bersikap baik padanya.
Salma memasuki ruangan diikuti Najwa dan Arif, sedang Alfi masih duduk di ruang tunggu menemani Fahmi sembari berusaha menguatkannya.
Salma dan Najwa menatap Syakia yang terbaring lemah dengan beberapa alat bantu rumah sakit. Sejenak Najwa berpikir, mengapa kehidupan adiknya tak sebahagia dirinya, kenapa adiknya tidak mempunyai suami seperti Alfi, padahal dulu Najwa mengira bahwa Fahmi akan lebih baik dari suaminya dan memberi kebahagian untuk adiknya itu. Meskipun dia tahu bahwa Fahmi sangat mencintai Syakia, namun tetap saja pada kenyataannya rasa cinta Fahmi yang begitu dalam tak mampu membuat Syakia bahagia.
Salma dan Najwa juga sadar bahwa yang terjadi sekarang bukanlah kesalahan Fahmi, namun yang terjadi sekarang menggali kembali dan mengingatkan mereka pada apa yang Fahmi perbuat pada Syakia di masa lalu ketika dia menduakan Syakia dengan perempuan lain, sekalipun dengan alasan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di antara Dua Hati (Sudah Terbit)✅
General FictionFahmi dan Syakia selalu hidup bahagia dan harmonis setelah hampir 2 tahun mereka menikah. Namun tiba-tiba bahkan tak pernah terpikirkan sedikit pun oleh Syakia bahawa suaminya akan datang kepadanya untuk meminta ijin menikah lagi. Bibir Syakia kelu...