"Assalamualaikum bu"
"Waalaikumsalam, siapa ya?" Jawab Salma, ia sedikit bingung dengan orang yang bertamu ke rumahnya saat ini. Ia seperti mengenal orang ini rasanya seperti tidak asing, tapi dia lupa siapa namanya.
"Siapa ya?" Tanya Salma sedikit mengerutkan keningnya.
"Saya temani Syakia, saya ingin bertemu dengannya, Syakianya ada?" Tanyanya sopan.
_________________________________________
"Ada apa kamu datang kesini?" Tanya Syakia pada seseorang di hadapannya.
Dia tersenyum "Tidak papa, aku hanya ingin tahu keadaanmu saja" Jawabnya.
"Aku baik-baik saja"
"Iya, aku bisa melihat itu, kamu memang akan jauh lebih baik jika bersama keluargamu" Aku laki-laki itu.
"Menurutku, orangtua adalah tempat satu-satunya yang bisa menerimamu seburuk apapun kamu, satu-satunya tempat ternyaman untuk kembali, dan tangan mereka selalu terbuka kapan pun kamu ingin memeluknya bahkan di saat orang-orang membuangmu" Tutur Syakia.
Dia menyimak serius kata-kata Syakia, kata-kata yang diutarakan perempuan itu seperti memiliki makna yang dalam, entah apa itu.
"Apa kamu masih akan bersama Fahmi?" Pertanyaan itu refleks Dion layangkan, bahkan kini dia merutuki mulutnya yang mengeluarkan kata-kata begitu saja, bagaimana kalau itu membuat Syakia marah atau semacamnya.
Syakia tersenyum ketir "Jikapun aku ingin berpisah, itu tidak akan bisa, aku sedang mengandung anaknya"
"Jika bayimu sudah lahir apa kamu akan pergi darinya?"
Syakia menggeleng masih dengan tersenyum ketirnya "Aku tidak tahu Dion, aku sendiri masih belum yakin dengan apa yang aku rasakan"
"Lalu, apa masih ada kesempatan untukku memilikimu, Syakia?" Ucapnya dengan tatapan penuh harap.
Syakia menoleh lalu diam sesaat kemudian di menghela napas "Aku memang sempat tersentuh dengan sikap manismu tempo hari" Ucap Syakia.
"Dan mungkin kamu memang memiliki tempat dihatiku, tapi bukan untuk menggantikan Fahmi, tempat dia akan selamanya miliknya meskipun otakku menyangkalnya tapi hatiku menolaknya, seolah dia hanya menginginkan Fahmi yang menempati tempat itu" Ucap Syakia tersenyum pada Dion, membuat Dion termenung mendengar jawaban perempuan di hadapannya, lagi-lagi dia kalah dari Fahmi dalam merebut hati perempuan ini, tapi dia juga cukup senang jika perempuan itu memiliki sepercik hati untuknya.
Dari kejauhan seseorang mengepalkan tangannya dengan wadah yang dia bawa. Rahangnya mengeras kala melihat wanitanya saling melempar senyum dengan laki-laki itu. Rasa panas di hatinya seolah mengalahkan panas dari sinar matahari yang mulai naik ke permukaan.
Dia meletakan wadah berisi bunga itu di bangku halaman rumah. Setelah itu, dia melenggangkan kakinya dengan langkah cepat dan raut sulit diartikan.
"Untuk apa kau datang kesini" Ucapnya tanpa basa-basi saat sudah di teras rumah. Sontak Syakia dan Dion berdiri dari duduknya.
"Fahmi" Gumam Syakia pelan.
"Hanya ingin bertemu dengannya, aku rindu dia" Jawab Dion santai dengan mata mengarah pada Syakia.
"Pantaskah merindukan istri orang lain!" Ucapnya lagi dingin dan datar.
"Itu hakku merindukan siapa pun dan aku juga tidak perduli itu pantas atau tidak" Jawab Dion dengan seringainya.
"Tapi aku tidak akan pernah mengijinkan itu" Balas Fahmi juga melemparkan seringai pada Dion.
"Oh, aku tidak peduli kau mengijinkan atau tidak, aku baru merindukannya belum ke tahap merebutnya!" Sarkas Dion. Syakia menatap dua laki-laki itu bergantian, merasakan atmosfer di sekelilingnya mulai tidak baik-baik saja.
Rahang Fahmi semakin mengeras dia menyeret tubuh Dion ke halaman rumah, dan setelah di sana terjadilah baku hantam antara dua laki-laki itu. Syakia tak mau melihat itu dia segera berlari menghampiri mereka dan mencoba melerai keduanya.
"Stop!" Pekik Syakia melerai mereka tapi keduanya tak mendengarkan Syakia dan masih saling melayangkan tinjuan, hingga salah satu dari mereka tersungkur.
Syakia mencekal lengan Fahmi menarik laki-laki itu agar berhenti memukul Dion yang sudah tersungkur di bawah, kedua sudut bibir mereka sama-sama berdarah juga memar di beberapa bagian wajah mereka.
"Lepas Kia!" Fahmi mencoba melepas tangannya dari cekalan Syakia tapi Syakia juga semakin menguatkan cekalannya.
"Udah Fahmi! Kamu gak lihat dia udah babak belur, kamu juga" Decak Syakia sedikit membentak. "Dan kamu Dion, sebaiknya kamu pulang" Ucap Syakia pada Dion.
"Iya Kia" Jawabnya seraya beranjak pergi menuju mobilnya.
Setelah Dion pergi Syakia menghempaskan tangan Fahmi melepas cekalannya pada suaminya tadi.
"Kenapa kamu menghalangi aku?"
"Kamu gak liat dia udah tersungkur, kamu mau pukul dia sampai dia mati!"
"Kamu membelanya? Dia yang udah menculik kamu Kia!" Fahmi memicingkan matanya tak percaya bahwa wanitanya baru saja membela brengsek itu.
"Dia memang menculikku tapi setidaknya dia tidak berbuat jahat di sana dan melepaskanku sekarang!"
"Kamu mau berterimakasih pada dia?" Fahmi semakin memicingkan matanya heran.
Syakia tak berkata lagi dia menatap tajam Fahmi lalu beranjak berlalu meninggalkan Fahmi masuk rumah, dan tentu saja Fahmi mengejarnya.
"Kia" Panggil Fahmi seraya mengejarnya.
"Kia" Fahmi mencekal tangan Syakia hingga dia berhenti melangkah lalu Fahmi melepaskan tangannya.
"Yang kamu lakukan itu kekanak-kanakan tau gak!"
"Kamu bilang aku kekanak-kanakan? Kalian saling melempar senyum, aku cemburu, Kia" Tekan Fahmi.
"Cemburu? Kamu cemburu? Hal itu saja bisa membuat kamu cemburu, lalu apa kabar aku yang hampir setiap hari melihat kamu bermesraan bersama istrimu yang lain!" Syakia meninggikan suaranya.
"Kamu membalasku?"
"Tidak! Senyum aku padanya hanya senyum biasa, senyum yang sama aku berikan pada mang Ridwan, mang Encep, bude kantin atau yang lainnya, bukan senyum perempuan pada laki-laki yang dia suka" Jelas Syakia.
"Tapi jika kamu menganggap seperti itu, itu bagus setidaknya kamu merasakan apa yang aku rasakan saat kamu bersama Anisa!" Tungkas Syakia seraya beranjak ke kamarnya.
"Kia Kia" Fahmi kembali mengejarnya namun Syakia segera menutup pintunya. "Kia buka, kamu salah Kia, aku dan Anisa-" Fahmi tidak melanjutkan kata-katanya. "Arrrgh" Fahmi memukul tembok di samping pintu lalu menyandarkan punggungnya pada pintu itu lalu terduduk di sana dia begitu berantakan dengan memar diwajahnya dan darah di sudut bibirnya.
Sementara Syakia dia juga melakukan hal yang sama menyandarkan punggungnya di pintu dan terduduk. Dia masih tidak percaya menyaksikan dua laki-laki itu saling baku hantam di hadapannya. Syakia tidak habis pikir, kenapa mereka harus berkelahi, apa itu bisa menyelesaikan suatu masalah?.
Sebenarnya Syakia tidak bermaksud membela Dion, keduanya sama-sama membuat Syakia jengah. Dia hanya tidak mau nanti orangtuanya melihat mereka berkelahi, namun untungnya mereka tidak di rumah karena tadi setelah sarapan mereka pergi menghadiri undangan dari kerabatnya. Untunglah jadi mereka tidak menyaksikan kejadian tadi.
Dan kini Fahmi dan Syakia saling terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing, Syakia pun tidak berniat membuka pintu itu.
_________________________________________
Bang Fahmi yang sabar ya😕
See you next part❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Di antara Dua Hati (Sudah Terbit)✅
Fiction généraleFahmi dan Syakia selalu hidup bahagia dan harmonis setelah hampir 2 tahun mereka menikah. Namun tiba-tiba bahkan tak pernah terpikirkan sedikit pun oleh Syakia bahawa suaminya akan datang kepadanya untuk meminta ijin menikah lagi. Bibir Syakia kelu...