Keram

2.9K 211 22
                                    

Fahmi tiba kembali di pekarangan rumah mertuanya ketika hari beranjak petang, sekitar pukul 4 sore. Namun ketika menapaki teras terasa sekali rumah itu begitu sepi. Memang sih di rumah ini biasanya juga tidak ramai, tapi sekarang di rumah memang seperti tidak ada orang.

Tok tok tok tok

Tak ada sahutan dari dalam saat Fahmi mengetuk dan mengucap salam, ketika mencoba membuka kenop pintu juga di kunci. Kebetulan, Bu Marni tetangga Salma yang rumahnya disebrang rumah ibu mertuanya itu tengah menyirami tanaman-tanaman hias di pekarangan rumahnya.

Fahmi menghampiri Bu Marni "Assalamualaikum, maaf, apa bibi tahu kemana ibu Salma pergi? Soalnya saya ke sana di rumah tidak ada siapa-siapa" Tanya Fahmi dengan sopan.

"Waalaikumsalam, eh a Fahmi, kalau gak salah tadi siang bibi lihat teh Salma sama kang Arif membawa neng Syakia ke dan pergi dengan taksi online" Tutur Marni.

"Membawa Syakia, apa bibi tahu kemana dan kenapa mertua saya pergi dengan Syakia?"

"Bibi gak tau pasti sih a, tapi bibi lihat tadi neng Syakia tampak kesakitan, namun bibi gak tau pasti, mau bertanya juga mereka tampak buru-buru" Marni menerangkan.

Raut wajah Fahmi langsung berubah "Yasudah terimakasih ya bi" Marni mengangguk dan sedikit cemas melihat perubahan raut wajah Fahmi.

Fahmi bergegas menuju mobilnya lagi dia lajukan ke tempat yang dia yakini mertuanya membawa istrinya ke sana. Fahmi menggenggam setir kemudi dengan erat, ketakutan meliputinya bahkan keringat muncul ke permukaan kulitnya tanpa aba-aba.

Tak butuh waktu lama untuk tiba di sana hanya 15 menit kini mobilnya sudah bertengger di parkiran.

Fahmi berlari menyusuri koridor rumah sakit melewati beberapa perawat dan orang-orang yang berlalu lalang seolah tak membiarkan koridor itu sepi.

Ketakutan semakin kuat saat melihat kedua mertuanya tengah duduk di kursi tunggu dengan raut cemas. Dugaannya benar, mertuanya membawa Syakia ke tempat ini, yang artinya Syakia tidak baik-baik saja.

Fahmi buru-buru menghampiri mereka, tahu bahwa ibu mertuanya masih menampilkan sikap tidak bersahabat, jadi Fahmi bertanya pada ayah mertuanya. "Ayah, Kia tidak papa kan?" Tanya Fahmi langsung.

Arif menoleh "Kita doakan saja nak, semoga Kia dan anak kamu baik-baik saja" Ucapnya sendu.

"Apa yang terjadi dengan Kia, ayah?" Napas Fahmi mulai memburu.

"Terjadi sedikit pendarahan pada Kia, tadi tiba-tiba perutnya keram dan ada sedikit darah mengucur pada kakinya"

"Astaghfirullah" Fahmi menunduk mengusap kepala dengan kedua tangannya.

Sungguh, Fahmi benar-benar takut apa yang di khawatirkannya dulu terjadi, namun Fahmi berusaha menepisnya pikiran buruknya.

Dulu dokter Winda bilang, bahwa rahim Syakia lemah setelah mengalami keguguran dan pendarahan hebat pada kehamilan anak pertamanya dulu. Dokter Winda juga menganjurkan agar Syakia tidak mempertahankan kehamilannya, karena kandungannya yang lemah dan beresiko. Masih ingatkan? Dulu Fahmi pernah melarang Syakia melepas alat kontrasepsinya, tapi Syakia tetap kekeh untuk melepasnya, karena keinginannya untuk memiliki anak begitu besar hingga Fahmi terpaksa mengijinkannya karena takut membuat istrinya sedih.

Dan sekarang Fahmi benar-benar takut, meski dia juga yakin bahwa Rabb-Nya akan memberi petunjuk dan senantiasa memberi jalan keluar untuk setiap hamba-Nya. Mengingat itu, perasaan Fahmi sedikit tenang, ditambah lagi usapan lembut di bahunya dari tangan ayah mertuanya semakin membuat rasa takut Fahmi memudar.

"Kamu dan bayi kita akan baik-baik aja, Kia" Yakin Fahmi dalam hatinya.

Tidak berselang lama, salah satu dokter perempuan di rumah sakit itu keluar dari ruang pemeriksaan Syakia, dengan cepat mereka menghampiri dokter itu.

Di antara Dua Hati (Sudah Terbit)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang