Hari itu keadaan kembali mengejutkan Syakia. Sebuah dua garis merah muda itu mampu membuat dunianya melebur dalam sebuah haru yang tiada hentinya. Ia tak mengerti mengapa semesta begitu senang mempermainkannya, kadang membuat sedih dan terluka namun kemudian menghempaskannya dalam sebuah kebahagiaan yang tak ternilai.
Ketika itu, Syakia juga tidak menanggapi serius tentang apa yang dia rasakan akhir-akhir ini, namun setelah melihat benda di tangannya, Syakia ingin sekali berteriak tak perduli ia dianggap gila atau apa pun saking bahagianya. Bahkan tubuhnya ambruk lemas rasanya tak percaya tuhan masih memberinya kepercayaan setelah apa yang terjadi sebelumnya, entah berapa kali dia menempelkan dahinya pada lantai bersujud menghadap kiblatnya, dangan hati yang terus mengucap syukur.
Dia genggam erat-erat benda itu di tangannya berlari menuju rumah mertuanya tempat suaminya berada sekarang, menyeka air mata bahagianya, tak sabar untuk memberitahu hal itu pada cintanya.
Namun ketika dia membuka pintu rumah, di sana tengah ada Imran dan Ulfa beserta putranya, sepertinya mereka tengah berkunjung. Untuk sementara Syakia menunda niatnya untuk memberitahu tentang kehamilannya pada Fahmi. Sebaiknya dia beritahukan beberapa saat lagi saja.
"Kia" Sapa Ulfa berdiri dari duduknya.
Syakia tersenyum canggung "Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" Jawab mereka. Saat ini semua keluarga memang sedang berkumpul.
"Ayo sini, tadinya aku baru saja akan menyuruh salah satu santri untuk memanggilmu" Ucap Ulfa lagi.
Syakia berjalan mendekat, meminta ijin untuk menggendong Alvan. Syakia mendudukkan dirinya di samping Sadiah dan mengajak Alvan bermain. Sementara yang lain melanjutkan perbincangan hangat mereka.
"Kia, kamu bisakan menjaga Alvan sebentar, aku ingin ke minimarket dulu sebentar, tadi ada beberapa perlengkapan Alvan yang lupa ku bawa untuk selama menginap di sini" Tutur Ulfa.
"Tentu saja aku akan menjaga anak menggemaskan ini" Jawab Syakia sembari mencubit pelan pipi Alvan.
"Baiklah, aku yakin Alvan pasti anteng di gendongan tangan lembut itu" Seru Ulfa sebelum beranjak pergi bersama Imran.
Semenjak Syakia menggendong Alvan tadi, dia jadi semakin tidak sabar untuk memberitahu Fahmi tentang dia yang mungkin sekarang tengah hamil, iya itu masih mungkin, karena bagi Syakia alat tespek tidak membuatnya puas, meskipun dirinya begitu yakin.
Setengah jam sejak Ulfa pergi, Alvan menangis, Syakia memeriksa Pampers Alva tapi tidak basah juga tidak pov. Syakia memberikan Alvan dulu pada Fahmi, mungkin Alvan haus.
"A, tolong pegang dulu Alvan, aku akan membuatkannya susu dulu" Fahmi hanya mengangguk dan membawa Alvan pada pangkuannya.
Syakia pergi menuju dapur, ternyata ada Anisa juga di sana. Dia sedang menuangkan beberapa sendok bubuk susu pada botol.
"Barusan aku dengar Alvan menangis, tadinya aku berniat membuat susu untuk Sarah, tapi sepertinya Alvan lebih haus. Usia Sarah dan Alvan hampir sama jadi susunya sama" Ucap Anisa sembari memberi botol susu itu.
Syakia tersenyum "Terimakasih Anisa, sepertinya Alvan memang sedang lapar" Syakia mengambil botol susu itu kemudian segera kembali membawa botol susu itu pada Alvan.
Sementara Anisa dia kembali menuangkan beberapa sendok susu lagi untuk Sarah. Namu Anisa tiba-tiba teringat sesuatu, dia segera membaca tulisan di bungkus susu itu. Anisa begitu terkejut dan panik. Tanggal di kemasan susu itu sudah habis. Kenapa dia bisa melupakannya hal itu, bagaimana jika susu itu sampai terminum oleh salah. Sepertinya tadi Anisa salah mengambil kemasan susu di lemari, susu yang biasa dia pakai ada di sebelah susu itu. Kemudian Anisa teringat dengan botol susu yang di bawa Syakia barusan, yang akan di berikan pada Alvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di antara Dua Hati (Sudah Terbit)✅
Aktuelle LiteraturFahmi dan Syakia selalu hidup bahagia dan harmonis setelah hampir 2 tahun mereka menikah. Namun tiba-tiba bahkan tak pernah terpikirkan sedikit pun oleh Syakia bahawa suaminya akan datang kepadanya untuk meminta ijin menikah lagi. Bibir Syakia kelu...