Jingga senja perlahan melebur menjadi gelap malam kian pekat. Seorang perempuan itu mengucek mata terbangun dari tidurnya. Menaruh laptop yang sejak tadi bertengger di pangkuannya, kemudian dia berjalan mengambil wudhu dan melaksanakan kewajibannya.
Usai sholat dia berjalan menyikap gorden jendela kamarnya. Hari sudah sangat malam, pikirnya. Dia menolehkan matanya pada jam di dinding, jarum pendek jam itu menunjuk angka sepuluh, itu artinya malam mulai larut, pantas di luar begitu gelap bahkan bulan pun sepertinya tak menampakan diri malam ini.
Entah mengapa, tapi saat ini ia merasakan tidak enak pada hatinya. Bahkan seseorang tidak kunjung menemuinya malam ini, padahal seharusnya malam ini suaminya itu datang ke rumahnya, namun Syakia mencoba menepis rasa tidak nyaman di hatinya itu, mengingat suaminya itu mungkin masih ingin berlama-lama dengan putrinya.
Di lain sisi, Fahmi baru pulang dari acara pengajian di kampung sebelah. Mengingat jarak ke kampung itu tidak terlalu jauh dari rumahnya, jadi dia ke sana dengan berjalan kaki. Saat pulang dia tidak sendiri, ada dua sahabatnya juga yang sama-sama baru pulang dari pengajian itu. Namun di persimpangan mereka bertiga berpisah karena arah rumah yang berbeda.
Baru beberapa langkah Fahmi menjauh dari sahabat-sahabatnya, sayup-sayup dari belakangnya dia mendengar suara langkah kaki, dari suaranya sepertinya bukan cuma satu tapi lebih.
Dengan tiba-tiba tubuhnya tersentak keras terhuyung ke depan hingga tubuhnya menyentuh tanah yang dipenuhi batu krikil, ada yang menendangnya dengan keras. Dengan masih terduduk Fahmi menoleh ke arah seseorang yang menendang punggungnya itu. Di dalam gelapnya malam yang hanya di terangi sedikit cahaya dari rumah warga yang letaknya juga nan jauh di sana, samar-samar Fahmi melihat tiga orang laki-laki bertubuh tegap. Namun dia yakin seseorang yang berdiri paling depan yang menendangnya barusan, wajahnya terlihat sangar menatapnya, kedua temannya yang lain juga tak kalah sangarnya. Tapi, satu yang Fahmi pikirkan. Siapa mereka? Fahmi merasa tidak mengenal satu pun dari mereka dan Fahmi juga merasa tidak punya masalah dengan mereka.
"Siapa kalian? Aku tidak merasa mengenal kalian, kenapa kalian tiba-tiba menyerangku?" Ucap Fahmi masih sabar.
Laki-laki yang berdiri paling depan itu merendahkan tubuhnya, menopangkan tangannya pada lututnya kemudian berkata "Oh aku baru ingat, kita belum kenalan ya" Ucap laki-laki itu dengan smirk nya.
Fahmi masih diam tak mengerti. "Aku adalah ayah Ilham, hoh lebih tepatnya mantan suami istrimu itu" Ucap laki-laki itu masih terkekeh.
Fahmi mengerutkan kening "Lalu apa maksudmu melakukan ini padaku?" Tanya Fahmi masih terduduk dan mendonggakan kepalanya pada laki-laki itu.
"Kau bertanya?" Laki-laki itu mengeratkan rahangnya "Tentu saja aku ingin mengambil anakku!" Tegas laki-laki itu.
"Ck bermimpilah" Fahmi menanggapi dengan senyum miring.
Laki-laki yang diketahui ayahnya Ilham itu semakin mengeratkan rahangnya kala mendengar ucapan Fahmi. Dia menarik kerah baju koko Fahmi. Namun Fahmi segera menepis dengan kasar tangan laki-laki itu dan segera berdiri berhadapan dengan laki-laki itu.
"Aku tidak akan memperpanjang masalah ini jika kau menyerahkan Ilham padaku!" Tegas laki-laki itu sekali lagi.
"Dan jawabanku tetap sama, aku tidak akan membiarkan orang sepertimu mengambil putraku" Balas Fahmi dengan tegas pula.
Laki-laki itu terkekeh meremehkan "Hoh putramu katamu? Lancang sekali kau menyebut anakku putramu, bukan kah kau sudah mempunyai anak dari wanita itu!!!" Laki-laki itu berbicara dengan penuh penekanan.
"Meraung lah sesukamu dan aku tidak akan pernah membiarkan kau mengambil Ilham!" Ucap Fahmi mulai tersulut emosi.
Laki-laki itu mengeram, rahangnya mengeras, matanya merah menyala pertanda dia sangat marah "Bangs****t" Umpatnya, lalu sesaat kemudian sebuah pukulan menghantam pipi kiri Fahmi hingga wajah Fahmi terpaling ke kanan.
Fahmi menyeka darah di sudut bibirnya dengan tersenyum miring, lalu membalas pukulan bertubi pada wajah dan perut laki-laki itu hingga dia sedikit terhuyung kebelakang.
"Setan!" Laki-laki itu kembali menyerang Fahmi kali ini bersama dua temannya juga.
Fahmi tentu melawan tiga orang itu meski dia bukan ahli silat atau karate tapi tubuhnya masih sanggup menghadapi mereka. Laki-laki itu sempat terhuyung kembali sebelum dia menendang perut Fahmi hingga Fahmi tersungkur ke tanah.
"Baiklah kalau kau tidak ingin memberikan Ilham, tapi ku dengar-dengar kau mempunyai istri lain selain Anisa yang katanya sangat cantik" Ucap laki-laki itu membelakangi Fahmi. Kemudian dia berbalik "Gimana kalau kau serahkan saja istri cantikmu itu, aku akan dengan senang hati menerimanya," Ucap laki-laki itu dengan senyum smirk nya.
Tangan Fahmi mengepal hingga kuku dan buku-buku jarinya memutih saking marahnya mendengar laki-laki itu membawa-bawa Syakia istri kesayangannya.
"BANGS**T!" Kali ini Fahmi juga mengumpat dia tak bisa menahan emosinya lagi kala menyangkut Syakia.
Fahmi dengan segera bangun dan dengan cepat melayangkan pukulan yang bertubi-tubi hingga laki-laki itu tersungkur ke tanah dengan keras kedua sudut bibirnya mengeluarkan darah hingga dia meringis. Namun dengan cepat ke dua temannya memegangi kedua tangan Fahmi, tak mau menyia-nyiakan kesempatan laki-laki itu segera bangkit dan memukul perut Fahmi berkali-kali hingga napas Fahmi tercekat dan yang terakhir dia melayangkan pukulan keras pada wajah Fahmi, Fahmi kembali tersungkur. Sebelum Fahmi kembali bangun dia segera menendang pinggang Fahmi berkali-kali hingga Fahmi hampir kehilangan kesadarannya. Beruntung saat itu dua orang hansip melalui tempat itu.
Dion–ayah Ilham itu. Menyadari ada orang di sekitar mereka karena beberapa kali senter dari hansip itu menerpa wajahnya. Dion mengintruksikan kepada kedua temannya untuk segera pergi dari tempat itu. Mereka berlari entah kemana meninggalkan Fahmi yang tersungkur dengan darah berlumuran dari wajahnya.
Kedua hansip itu semakin mendekat ke arah Fahmi, saat senter mengenai Fahmi mereka berdua terkejut karena mengenal baik orang yang tengah tergeletak di tanah itu. Dengan segera mereka berdua menghampiri Fahmi.
"Astagfirulloh, a Fahmi, apa yang terjadi?" Ucap salah satu hansip itu yang diketahui namanya Maman.
"B–bantu saya mang" Ucap Fahmi terbata.
"I–iya a, ayo kami bantu berdiri" Ucap Maman bersama temannya.
"Kenapa a Fahmi bisa seperti ini?" Tanya Maman saat Fahmi sudah berdiri dengan bantuannya.
"Sa–ya tidak b–bisa menjelaskannya, t–olong bawa saya ke rumah Syakia" Ucap Fahmi sembari memegangi perutnya begitu sakit karena beberapa kali tendangan dari Dion.
"Baik a tentu" Ucap Maman dan dengan perlahan memapah Fahmi menuju rumah Syakia.
Mata Fahmi sesekali terpejam menahan sakit di sekujur tubuhnya. Namun, yang dia pikirkan saat ini bukanlah tubuhnya, tapi dua orang yang berarti dalam hindupnya, Syakia dan Ilham. Ancaman Dion tadi tentang Syakia sepertinya tidak main-main dan Fahmi tentu takut terjadi sesuatu pada dua orang yang dia cintai.
See you ya❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Di antara Dua Hati (Sudah Terbit)✅
Ficción GeneralFahmi dan Syakia selalu hidup bahagia dan harmonis setelah hampir 2 tahun mereka menikah. Namun tiba-tiba bahkan tak pernah terpikirkan sedikit pun oleh Syakia bahawa suaminya akan datang kepadanya untuk meminta ijin menikah lagi. Bibir Syakia kelu...