Tanpa penolakan

2.5K 125 0
                                    

Syakia baru selesai sholat magrib saat Fahmi masuk kamar, menaruh peci dan sejadahnya pada nakas, lalu beralih mengambil jam tangan di meja rias dan memakainya.

"A, makan dulu yuk, aku tunggu di meja makan" Ucap Syakia, Fahmi hanya mengangguk.

Fahmi pergi menyusul Syakia ke dapur setelah selesai ganti baju. Rencananya hari ini dia mau menemui Rizal untuk membahas tentang pembangunan sekolah untuk anak-anak jalanan, sebelumnya tadi sore Fahmi sudah membicarakan hal ini dengan Sufyan-ayahnya, tapi Sufyan tidak bisa ikut menemui Rizal malam ini karena ada jadwal mengajar Santri.

Tadinya juga Fahmi berniat menemui Rizal tadi siang. Namun, karena jadwal Rizal sedang padat, jadi dia tidak bisa menemui Fahmi dan baru bisa malam ini. Jadi, mau tidak mau Fahmi harus menyetujuinya, meskipun jarak dari ruamahnya ke rumah Rizal lumayan jauh.

"Kamu yang masak ini semua? Tumben" Seru Fahmi saat sudah di meja makan.

"Lagi mood aja, coba deh"

"Hm tapi kok kamu bisa masak makanan kaya gini?"

"Tutor di youtube, hehe" Ucap Syakia, Fahmi mangut-mangut.

"Gimana enak gak?"

"Enak" Ucap Fahmi "Tapi bohong" Ucapnya lagi membuat Syakia mendelik.

"Enak kok, beneran"

"Serius?" Tanya Syakia.

"Beneran bohong" Jawab Fahmi. "Enggak kok, ini enak" Lanjut Fahmi karena melihat tatapan maut Syakia.

Lama mereka makan dalam diam sampai Syakia bicara "A,"

"Hm" Fahmi hanya bergumam tanpa menoleh.

"Mm, apa sebaiknya aku lepas aja ya suntik KB nya?" Ucap Syakia hati-hati.

Fahmi langsung menoleh cepat "Enggak" Jawabnya.

"Tapi a, aku ingin, aku ingin memiliki seorang anak seperti orang lain" Rengek Syakia.

Fahmi menoleh lagi "Terlalu beresiko Kia, kamu gak inget kata dokter Via waktu itu? Aku gak mau kamu kenapa-napa"

"Tapi aku ingin, aku janji sekarang gak bakal ceroboh lagi" Ucap Syakia membujuk.

"Jawabannya tetap enggak Kia!" Fahmi sedikit menekan kata-katanya.

"Kamu mungkin memang tidak terlalu menginginkannya karena kamu sudah punya Sarah dari Anisa, tapi aku? Aku gak ada" Kata Syakia kesal.

"Kan kamu masih bisa menganggap mereka seperti anak kita sendiri, kamu juga bisa merawat mereka" Fahmi mencoba sabar.

"Aku tau, aku tau itu. Tapi aku ingin punya anak dari rahim aku sendiri!"

"Kia..."

Percakapan yang tadinya asyik-asyik saja sekarang berubah menjadi tegang dan mencekam, Fahmi harus pandai memilih-milih kata agar tidak salah mengucapkan yang nantinya akan memicu marah Syakia.

"Pokonya aku mau berhenti KB dengan atau tanpa persetujuan kamu!." Tungkas Syakia dengan mata berkaca dan langsung pergi meninggalkan meja makan.

"Shuuuhh" Fahmi menghela napas panjang. kemuadian dia kembali melanjutkan makan, mencici piring bekas makan dirinya dan Syakia. Baru setelah itu Fahmi menyusul Syakia ke kamar.

Saat Fahmi masuk kamar Syakia tengah duduk di pinggiran ranjang sembari menangis. Benarkan, sepertinya tadi dia salah bicara. Mungkin ini yang di namakan definisi cowok selalu salah, dan cewek Meskipun salah harus benar.

Fahmi mendekat kemuadian menarik kursi rias dan duduk di hadapan Syakia.

Fahmi memegang tangan Syakia "Aku minta maaf jika tadi aku menyakiti kamu, aku tidak bermaksud. Percalah aku hanya tidak ingin kamu kenapa-napa" Ucap Fahmi lembut meyakinkan.

"Kamu tidak tahu kan, aku hampir mati melihat keadaan kamu di rumah sakit waktu itu" Lanjut Fahmi.

Syakia mengangkat kepalanya "Aku paham, aku memang sangat mencintai Ilham dan Sarah, tapi bukan berarti aku sudah tidak menginginkan seorang anak dari rahihimku"

Fahmi hanya menatap Syakia, membiarkannya berbicara.

"Ami aku mohon, aku yakin tidak akan kenapa-napa, aku juga akan lebih sering mengunjungi dokter, jadi boleh ya...," Syakia menggenggam erat tangan Fahmi.

Lama Fahmi diam kemudian mengangguk pasrah.

Fahmi tidak tahu apa ini akan baik atau tidak, Fahmi hanya takut jika nanti akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mengingat saran dokter Via waktu itu. Namun, Fahmi juga tidak bisa membujuk Syakia lagi jika dia sudah seperti itu, dia akan tetap pada keinginannya.

Mereka berdua saling diam lagi, sampai suara dering ponsel Fahmi memecahkan keheningan di antara mereka.

"Hallo, assalamualaikum"

"...."

"Dimana?"

"...."

"Sekarang juga?"

"...."

"Tapi abi gak bisa ikut, dia ada jadwal mengajar"

"...."

"Hm baiklah, aku ke sana sekarang"

Setelah menutup telepon, Fahmi kembali menghampiri Syakia.

"Kia, aku keluar sebentar ya" Ucap Fahmi.

Syakia menolehb"Mau kemana?" Tanyanya.

"Ke rumah Rizal, mau bicarain soal pembangunan sekolah untuk anak-anak jalanan" Tutur Fahmi.

Syakia langsung menghampiri Fahmi, merasa tertarik dengan yang Fahmi katakan "Sekolah anak jalanan?" Tanya Syakia, Fahmi mengangguk

"Iya, rencananya kami ingin membangun sekolah untuk anak-anak jalanan anak-anak tidak mampu" Tutur Fahmi.

"Kenapa gak tadi siang aja ke sananya?

"Kalau siang, Rizal ada di kantor, gak bisa aku temui"

"Tapi kok kamu gak pernah cerita sama aku soal pembangunan itu?" Ucap Syakia.

Fahmi memegang kedua bahu Syakia "Ya kan aku juga baru mau bicarain sama Rizal" Ucapnya dengan senyum.

"Hm yasudah, hati-hati kalau begitu" Ucap Syakia membalas senyum Fahmi.

Fahmi mengelus pipi kiri Syakia, mengangguk pasti. Fahmi mengambil kunci motornya pada nakas dan beranjak pergi meninggalkan kamar, namun saat di ambang pintu Syakia kembali memanggilnya. "A Ami" Fahmi menoleh.

"Jangan malam-malam ya pulangnya, dan.... hati-hati" Seru Syakia. Fahmi mengangguk lagi dan beranjak pergi.

Syakia mengikuti Fahmi dari belakang hingga ke depan rumah sekalian mau mengunci pintu juga.

Baru saja Syakia mengunci pintu, tapi saat dia hendak kembali ke kamar, pintunya di ketuk maka Syakia membalikan badannya lagi dan berjalan menuju pintu untuk mengetahui siapa yang barusan mengetuk. Ketika Syakia membukakan pintu, tampak Anisa dan Ilham.



See you ❤️

Di antara Dua Hati (Sudah Terbit)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang