Cara Lain

2.2K 176 21
                                    

Holla, gimana nih pada kangen gak sama SyaFa, lumayan lama juga ya thor gak UP😁
Gak terasa udah part 42 aja, kira-kira readersmau sampai part berapa nih😊

Seorang laki-laki duduk di kursi dekat jendela ditemani sebuah vas yang bunganya kian layu dan mulai mengering. Pandangannya lurus ke depan menembus jendela itu, tatapannya tidak terlihat seperti memperhatikan sesuatu, tapi lebih terlihat seperti tatapan tak bernyawa. Rahangnya mulai ditumbuhi bulu tipis, potongan rambut yang biasanya terlihat rapih dan menawan kini tampak berantakan hingga panjangnya sampai di ujung atas daun telinganya, jangan lupakan juga tubuhnya yang terlihat kurus meringkih.

Hampir setiap hari setiap pulang kerja dia duduk di sana menatap ke balik jendela entah memperhatikan apa, yang jelas tidak ada hal menarik selain tanaman hias dan beberapa bunga yang menghiasi sekeliling rumahnya, membicarakan bunga mengingatkannya pada sang penanam jenis tumbuhan itu. Tempat itu menjadi satu-satunya tempat yang dapat mengobati rindunya pada sosok jelita pemilik senyum manis yang selalu menggetarkan hatinya hingga melinu.

Kerinduan yang kian menjadi dan kehilangan yang menyiksa membuatnya tak sanggup bahkan untuk sekedar memasukan satu sendok makanan apa pun itu. Sekali pun tersaji satu meja makanan lezat menu seorang raja, dia hanya merindukan bubur asin atau sup tawar yang dulu selalu dia sajikan dengan raut wajah polosnya, namun orang-orang di sekelilingnya tak bisa memasakkan makanan seperti itu, rasanya seperti dibuat-buat tidak seperti masakan dia yang memang sudah alami seperti itu. Heh sepertinya dia sudah gila.

Klek

Pintu di ruangan itu terbuka namun tak membuat laki-laki itu terusik ia masih sibuk dengan bayangan yang menari-nari di dalam benaknya, namun bukan berarti dia tak menyadari bahwa sosok lain telah memasuki ruangan itu. Orang itu berjalan perlahan mendekat ke arahnya.

"Sepertinya aku sudah mengatakan bahwa aku tidak mengijinkan siapa pun memasuki kamar ini" Ucapnya datar masih dengan tatapan lempeng.

"Aku hanya ingin mengingatkanmu untuk segera makan" Ucap seorang wanita dengan sendu.

"Dan aku juga mengatakan, aku akan makan jika rasa makanannya sama dengan yang aku inginkan" Jawabnya dingin.

"Aku sudah membuatkannya tapi kau selalu bilang, 'tidak seperti ini' " Ada sedikit penekanan dalam kata-kata wanita itu.

"Karena rasanya memang tidak seperti itu!" Suaranya sedikit keras.

"Tidak akan ada yang bisa membuatnya sama persis seperti yang dia buatkan!" Pekik wanita itu.

Kali ini laki-laki itu berbalik "Itu artinya hanya dia yang bisa membuatkannya untukku, dan aku tidak akan makan jika dia tidak membuatkannya untukku!"

"Cukup Fahmi! Jangan ke kanak-kanakan seperti ini! Setidaknya pedulikan perutmu! Pedulikan kesehatanmu sendiri!" Wanita itu memekik jengah.

Fahmi menatap dingin wanita di depannya penuh sarkasme. "Aku harus mempedulikan perutku? Tanpa aku tahu apakah di luar sana dia sudah mengisi perutnya atau belum! Aku harus peduli pada kesehatanku? Tanpa aku tahu apakah saat ini keadaan dia baik-baik saja!" Dia menyunggingkan senyum, senyum yang begitu dingin dengan tatapan tajam seolah menuntut lawan bicaranya memberi jawaban.

"Kau boleh mengkhawatirkannya, tapi jangan sampai membuatmu gila!" Sarkas wanita itu. "Bahkan kita tidak tahu apakah dia masih ada di dunia ini atau tidak" Imbuhnya pelan.

Kalimat terakhir wanita itu menyulut emosi Fahmi "Jaga ucapanmu Anisa!" Bentaknya geram. "Aku akan menemukan dia...apa pun caranya" Lanjutnya kemudian seraya memalingkan wajahnya dari Anisa.

Di antara Dua Hati (Sudah Terbit)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang