Fahmi menatap punggung Syakia, hingga masuk ke mobil, hingga mobil itu perlahan menjauh, semakin mengecil dan tak terlihat lagi, dan tak sekali pun Syakia menoleh lagi padanya.
"Jadi seharusnya siapa disini yang harus marah, Kia?" Batin Fahmi masih diposisi sama.
Fahmi kembali masuk ke rumah, duduk di sofa dan termenung, sorot matanya menyiratkan banyak arti antara, sakit, sesal, kecewa, marah, bingung, semua itu kini ada dalam dirinya.
"Kamu sudah membuatku kecewa dengan ketidakpedulianmu dan dengan masalah Alvan, sekarang ditambah lagi dengan menyembunyikan kehamilan kamu dari aku, padahal kamu jelas paham aku yang seharusnya kamu beritahu terlebih dahulu" Ucap Fahmi bermonolog.
"Heuh, apa kamu sudah tidak menganggap aku suamimu Kia" Dia tersenyum samar.
"Arrrghh" Teriak Fahmi menggeram menendang meja di hadapannya hingga cangkir teh yang ada di meja itu tumpah dan jatuh ke lantai hingga pecah dan menimbulkan bunyi nyaring.
Di lain sisi, Kia hanya melihat keluar kaca mobil sepanjang jalan. Seolah-olah yang kini pergi hanya raganya sedangkan jiwanya masih di sana, di dalam tubuh Fahmi. Mungkin dirinya sudah idiot karena begitu mencintai laki-laki itu bahkan menggilainya.
"Nak...,"
Suara ibunya menyadarkan Syakia dari lamunannya hingga ia menoleh pada ibunya itu.
"Iya umi"
"Apa kamu berat meninggalkan suamimu?"
Syakia menggeleng pelan "Tidak umi, untuk apa Kia berat meninggalkan Fahmi, toh dia juga gak pernah percaya sama Kia dan gak pernah mendengar kata-kata Kia, justru Kia bahagia bisa pergi dari Fahmi" Tutur Kia bohong.
Salma hanya tersenyum pada Syakia "Kamu berbohong nak"
Tiba di rumah, di sana sudah ada Najwa dan Alvi juga Alif. Salma memang sudah memberitahu putri sulungnya itu bahwa Syakia akan tinggal di rumah itu selama dia hamil. Mendengar itu, Najwa langsung datang ke rumah ibunya, dia juga sangat merindukan adik kecilnya itu.
Rumah itu dipenuhi canda tawa ria dari keluarga Syakia di tambah lagi dengan tingkah Alif yang menggemaskan juga kocak yang kerap membuat semua tertawa melihatnya. Tapi, yang dirasakan Syakia, sepi, hampa.
***
2 minggu sudah Syakia tinggal di rumah orangtuanya, dia selalu termenung dan teringat pada Fahmi, namun jika dia mengingat akan rasa sakit di ulu hatinya maka penyesalan pergi dari rumah langsung hilang, yang Syakia pikirkan sekarang adalah bayi dalam perutnya, jika di sana terus dia pasti akan terus merasakan sakit dan itu mungkin akan berakibat pada kandungannya. Jadi, biarlah seperti ini.
Saat Syakia sibuk dalam lamunannya, dari kejauhan sebuah mobil silver melaju ke arah rumah ibunya, ketika mobil itu tiba di halaman rumah, Syakia langsung tahu siapa pengendara mobil itu.
Fahmi keluar dari mobil, dengan tangan menenteng kantong plastik, entah apa isinya, dia menghampiri Syakia.
Fahmi menyodorkan kantong itu "Ini, lumpia basah dan batagor kesukaan kamu, aku belinya di si amang yang mangkal di dekat kampus dulu"
Syakia hanya melirik sedikit "Sekarang aku tidak suka lumpia dan batagor" Jawabannya ketus.
Fahmi tersenyum dan manggut-manggut "Hm, maaf aku gak tahu kalau kamu sudah tidak suka makanan itu" Fahmi kemudian meletakkan makanan itu di meja samping Syakia.
Syakia menyeringai "Mana mungkin kamu tahu, yang selalu kamu utamain kan Anisa, jadi aku memaklumi" Setelah itu Syakia masuk ke dalam rumah, meninggalkan Fahmi tidak menyuruhnya pergi ataupun menyuruhnya masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di antara Dua Hati (Sudah Terbit)✅
Ficção GeralFahmi dan Syakia selalu hidup bahagia dan harmonis setelah hampir 2 tahun mereka menikah. Namun tiba-tiba bahkan tak pernah terpikirkan sedikit pun oleh Syakia bahawa suaminya akan datang kepadanya untuk meminta ijin menikah lagi. Bibir Syakia kelu...