Shuyang Pamungkas Gamalion

430 81 8
                                    

Shuyang Pamungkas Gamalion. (Bukan sodaranya bambang pamungkas ya), Cowok dengan tampang serius di buat buat, kini berhadapan dengan dua teman sepergoblokannya.

"NAH!! Itu botol aja tau mana yang paling cakep!" Serunya setelah botol plastik bekas pocari sweet berhenti ke arahnya.

Sedangkan dua temannya--yang tak lain Mingrui sayanda, dan Zeyu Agethama-- menghela nafas pasrah dan menyenderkan punggung mereka ke sandaran sofa.

"Cakep masih jomblo." Kata zeyu lalu Mingrui setuju sampai bocah itu cekikikan sendiri.

"Jangan salah! Gini gini banyak yang gebet." Dengan bangga dan tingkat kepedean yang tinggi, ya memang begitulah sejak lahir.

"Iya, kucing sebelah paling." Zeyu tumben banyak bicara membuat Mingrui semakin terkikik tak ingin menimpali, cukup meramaikan saja.

"Pulang lo Zey!" Usir shuyang sengit, kesal dia cuy, jam sebelas malam kedua temannya malah main kerumah, untung bunda, bapaknya dan sang abang sedang nginep di rumah saudara yang katanya hajatan nikahan kemaren si, tapi dia gak tau saudara yang mana, sedikit bego maklumi saja, dari sononya, yang penting ganteng katanya.

"Udah woe buruan mau maen apa, ular tangga apa Ludo?" Mingrui akhirnya menghentikan tawanya dan kembali ke topik utama.

Iya mereka memutar botol hanya untuk menentukan main apa mereka malam Minggu yang sepi ini, biasalah jomblo, keluar ya ngumpulnya di rumah temen nyemilnya gorengan perempatan mang ujang sama ale-ale warungan.

"Udah yang gampang aja ludo, yang kalah beliin ketoprak." Dan ya permainan ini hanya untuk menentukan siapa yang keluar beli ketoprak, padahal cukup suit atau yang lain, tapi katanya kalo ada yang susah kenapa harus yang gampang, definisi mempersulit diri yang sebenarnya.

"Yaudah ayok mulai." Shuyang dan Mingrui melirik Zeyu yang sibuk dengan ponselnya, mendapat tatapan aneh dari dua kawan gobloknya Zeyu bertanya.

"Apa?" Seperti biasanya, datar tanpa ekspresi, punya sejarah lho kenapa Zeyu bisa gabung bersama dua orang yang bahkan tidak satu frekuensi, alias beda kelakuan, Zeyu cenderung diam sedangkan yang satu kepedean dan satunya pecicilan.

"Hp lo." Zeyu paham dan membuka game yang mereka maksud di ponselnya, padahal ponsel kedua temannya itu nganggur dan sama memiliki game itu, menyebalkan memang.

Selama kurang lebih tiga puluh menit mereka bermain dengan berbagai macam ekspresi, kesal lebih mendominasi Shuyang, Mingrui lebih ke pasrah, dan Zeyu berucap Alhamdulillah, karna ia sudah menang dua menit lalu.

Tersisa dua temannya, Zeyu pamit ke dapur mengambil air putih, dan kembali melihat keduanya bersandar pada sofa.

"Siapa?" Setelah menegak segelas air putih Zeyu bertanya.

"Shuyang noh." Mingrui menutup wajahnya dengan bantal sofa, meringkuk seperti kedinginan.

"Matamu tah rui!" Shuyang tak terima, jelas jelas ia menang, dan Mingrui yang kalah.

Mingrui hanya tertawa dan bangkit mengambil jaket juga kunci motor, mau beli rumah, gak lah yakali, beli ketoprak kan tadi.

Baru sampai pintu depan rumah Shuyang, pintu itu sudah terbuka sebelum Mingrui yang membukanya, hal itu membuat Mingrui melompat terkejut.

"Woelah!, Saha sia, aing bisa silat, kadieu teu sieun aing!" Katanya reflek memasang gerakan kuda kuda.

(Siapa lo, gue bisa silat, kesini gak takut gue)

Mendengar itu Shuyang dan Zeyu ikut terkejut dan berdiri di atas sofa dengan posisi tidak ada estetik-estetik nya, sarung yang dikenakannya Shuyang pun sudah berada di leher persis seperti bapak bapak ronda.

Sedangkan Zeyu hanya terkejut dengan reflek Shuyang, mangkanya ikut reflek naik ke atas sofa, padahal dia lagi balas chat Dianjia tadi yang katanya mau kesini gabung.

Dan kasihan nya adalah Dianjia yang kini berdiri dengan sekresek hitam berisi tiga porsi ketoprak, ekspresinya benar benar polos tak mengerti apa yang terjadi.

"Dijee! Setan banget lo ah, ngagetin aja," Mingrui memasang wajah kesal, hampir saja ia menonjok wajah temannya itu.

"Kaget? Gue udah bilang ujey mau kesini, minim komunikasi lo pada," tak ingin berlama-lama diluar Dianjia masuk dan bergabung duduk di sebelah Shuyang sang pemilik rumah.

"Bawa apa lo?, Kayak mau kerumah mertua aja bawa bingkisan," Shuyang memungut sandal jepit nya yang terlempar cukup jauh dan kembali duduk.

"Ketoprak, lewat perempatan tadi gue," Dianjia menaruh kresek hitam yang ia bawa di atas meja kaca itu.

"Wahh kebetulan banget!!"

"Berarti kita main setengah jam tadi gak guna rui." Shuyang tersenyum bodoh, lama lama bego beneran dia.

"Lo kesini malem malem, tumben kok boleh?" Sedikit informasi, Dianjia memiliki kedua orang tua yang protektif, alias selalu menjadwali anaknya main, bukan hanya main tapi hal lain juga yang membuatnya tak bebas.

"Ribut," sesuai dugaan si, orang tuanya memang sedikit tidak akur.

"Ngungsi jadi nih? Yaelah rumah gue bukan pengungsian!" Shuyang mencomot sayur berbumbu kacang itu di meja, yang hanya beralaskan kertas nasi.

"Mas nana gak ada?" Tanya Dianjia mengacuhkan ucapan sebelumnya.

"Kagak, noh pake kamarnya, asal jangan sentuh kucing nya, di sunat dua kali lo sama dia," semua bergidik ngeri, mengingat abang Shuyang seorang dokter, tapi bukan dokter sunat.

Setengah jam dan kini pukul setengah satu, ketoprak tiga bungkus habis di makan bersama, sebelum tidur mereka memilih merapihkan meja juga sofa.

Setelah itu mereka tidur di depan ruang TV dengan alas kasur lantai, juga sarung sebagai selimut, sederhana tapi mampu membuat bahagia.

Memang benar ya, bahagia itu tidak perlu mahal, tapi bahagia itu harganya mahal.

Selamat malam..

-Sandal Jepit-

Kayaknya aku gak perlu deskripsi-in karakter Shuyang disini deh, kalian bisa nebak seperti apa dia?
Yang pasti punya tingkat kepedean Tinggi, melebihi kepedean lucas nct. kiw

Buat ketiga temannya juga sama, gak jauh beda kayak story sebelumnya.
Oiya kenapa namanya melokal? Karna latar nya indo, mon maap klo gk ngefeel.

Have fun ya^^
Jangan lupa vote❤️

-pacartiway

Sandal Jepit | FF Shuyang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang