"Mas, kamu tau?, Kemarin Ara bisa jadi perwakilan provinsi di Bandung, tapi karna kamu dia jadi gagal" itu suara mama Ara yang menggema di ruang tengah.
"Terus kamu nyalahin aku?, Kemarin yang minta kita pindah siapa?, Ara juga bisa berkembang lagi disini"
"Tapi dia harus mulai dari nol" setelahnya sang ibu menghela nafas lelah, disini di kamarnya Ara menahan pilu, bukan bermaksud menguping, tapi suara itu terdengar keras, ia punya telinga.
"Kamu dengerin aku deh, jangan tekan dia buat selalu perfect, dia sama seperti anak lainnya yang punya kebebasan"
"Toh aku gak pernah ngelarang dia buat main, aku gak pernah melarang dia menyukai yang dia suka, aku cuma mau masa depan dia baik"
Jujur Ara pusing, malam harusnya waktu istirahat, tapi dirinya harus mendengar keributan yang sudah sering ia dengar.
Keributan itu masih terus berlangsung, sampai Ara melewati kedua orang tuanya barulah mereka berhenti.
Ara berjalan kedapur untuk mengambil minum, disana ada bibi mita yang sedang menyiapkan makan malam.
"Hai bi!, mau Ara bantu gak?" Ara menawarkan diri.
"Gak usah neng, sebentar lagi selesai kok ini" Ara tetap kekeuh dengan pendiriannya yang ingin membantu, akhirnya dia memilih merapihkan piring yang baru saja di cuci.
"Gak papa aku gak ada kerjaan bi" kemudian bi mita pasrah, Ara tipe anak keras kepala kalau dilarang bukannya nurut yang ada semakin menjadi dan itu turun dari sifat ayahnya.
"Neng mau ikut bibi belanja nanti?" Tawar bi mita.
"Boleh!!, Tapi bi" Ara memelankan suaranya, "gak sama mama kan?" Tanya nya, dan bi mita menggeleng memahami, pasalnya saat terakhir kali mereka belanja bersama, Ara menjadi bulan bulanan sang ibu, seakan memaksa Ara bisa melakukan segalanya, termasuk jago masak.
"Engga neng, bibi sendiri, mangkanya ngajak neng Ara" Diam diam ara bersorak sembari melompat senang, gak tau kenapa tapi rasanya senang.
"Ara, les kamu gimana?" Sang ibu datang membuat Ara diam dan kembali datar tak lama di susul sang Ayah.
"Baik baik aja ma" jawab Ara yang diam diam menghela nafas.
"Re udah dong" sang ayah menepuk bahu ibu Ara.
"Aku cuma tanya, kamu kenapa si" Ara masih diam, melanjutkan membenahi piring bersama bi mita, seakan menganggap dua orang disana tidak ada.
"Bi ini udah kan ya?, Ara bawa ke meja dulu" Ara kembali melewati kedua orang tuanya menuju meja makan.
"Ya udah lah aku capek" itu suara terakhir yang Ara dengar sebelumnya sang ibu masuk ke kamar.
Sedangkan sang ayah menghela nafas lelah, dirinya menghampiri Ara yang tengah menyiapkan piring.
"Kamu istirahat saja, jangan capek capek, saya bukan mau menghasut kamu, tapi sesekali katakan pada ibumu kalau kamu juga manusia biasa, kamu punya rasa lelah" tutur sang ayah, sebenarnya ini yang membuat Ara selalu menyayangi ayah sambungnya, walau bukan kandung, sang ayah selalu paham.
"Enggak yah Ara nggak capek kok"
"Mulut kamu bisa bilang begitu, tapi mata berlian kamu gak bisa bohong nak, ayah gak mau kamu sakit lagi, kalau ada apa apa bilang, minimal bilang ke bibi" setelahnya Ara merasakan usapan lembut di kepalanya.
Ara diam, kenapa sang ayah sambungnya ini begitu paham dirinya..
Saya dulu juga seperti kamu, di tekan menjadi sempurna..
🌧️🌧️🌧️
"Bun, mas nana lama bener ngambil apa si" Shuyang menggerutu kesal lantaran sang abangnya itu terpisah dari mereka, tapi maklumi saja sih, mas nana kalau udah ketemu bahan bahan dapur tuh gak bakal bisa berhenti, apalagi lagi banyak diskon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandal Jepit | FF Shuyang (END)
Fanfictiondiciptakan seperti sandal jepit sepasang maksudnya. Kisah nya semulus jalan tol. Anti menye menye. Anti pelakor masa lalu. Mungkin kisah nya semulus jalan tol, tapi hubungannya seburuk panci gosong yang susah di gosok. Tidak ada kata damai. Note: h...