07.Pelangi setelah hujan

272 62 4
                                    

Pernyataan Ara yang bilang kalau dirinya tidak pernah memiliki teman sebenarnya tidak seutuhnya benar, sebab sekitar 2 tahun yang lalu Ara memiliki satu orang sahabat.

Kalau ditanya sekarang dimana sahabatnya itu, kenapa tidak ada di sebelah Ara sampai sekarang, bukan, bukan karna tidak setia kawan, tapi dia pergi, pergi untuk selamanya dengan cara paling- ah Ara kalau ingat ingin sekali menahannya, tapi apa daya, menyesal pun sudah terlalu terlambat.

Dulu Sahabatnya hancur sehancur hancurnya, mungkin tidak ada yang tau kalau dirinya begitu rapuh sebab senyumnya selalu mengembang, tak pernah pudar, tapi siapa sangka, ternyata kehidupannya begitu kelam, dan akhirnya ia memilih lompat dari gedung berpuluh-puluh lantai itu.

Ara dulu ada disana, menyaksikan secara langsung kepergian sahabatnya, tapi Ara terlambat cepat untuk menggapai lengannya, Ara juga dulu ingin sekali menyusul lompat dari sana, andai saja seseorang tidak menahannya.

Kalian tau betapa sesaknya saat sahabatnya itu tersenyum terakhir kali seakan berkata 'aku baik baik saja' padahal tidak sama sekali!.

Dia teman sekaligus sahabat pertama yang Ara kenal, seseorang yang selalu berhasil membuat Ara tertawa, tapi dia juga yang berhasil membuat dirinya hancur, seakan kehilangan dunianya, seperti guci mahal yang jatuh, tak bisa kembali direkatkan.

Mungkin pernyataan orang yang paling kamu sayang akan memberikan rasa sakit paling banyak, itu benar ya?.

Ingin menolak rasanya-

"Assalamualaikum!, Permisi ada orang?" Suara dari lantai bawah terdengar hingga kamarnya, mungkin karna rumah ini begitu sunyi.

Dengan cekatan Ara berjalan kesana, sebab bibi tidak ada, ia sendiri sejak pulang sekolah tadi, dari note yang bibi tulis sih, bibi pergi ke pasar ada barang yang tertinggal.

"Waalaikumsalam- kak sebentar!" Ara memang membuka pintu namun setelah menjawab salam dan melihat siapa yang datang ia kembali menutupnya, tentu saja membuat si tamu kebingungan.

Sedangkan di balik pintu sini Ara menggerutu, bukan apa apa, ini kalau kalian bisa lihat, kalian akan mencap Ara gak keramas sebulan, atau bahkan setahun, rambutnya itu lho habis guling guling di kasur, kan berantakan. Banget.

Selesai merapihkan rambutnya dengan tangan Ara kembali membukakan pintu, gak enak kalo lama lama, gak sopan juga kan.

"Maaf kak, ada apa?"

"Oh ini dari bunda, dimakan" Cowok itu Shuyang, ya siapa lagi, sembari menyodorkan sepiring bolu percobaan nya dan abangnya itu.

"Makasih, ini nggak di kasih sianida kan?" Gak niat si cuma liat mukanya yang kusut gitu Ara jadi kepingin aja ngisengin.

"Enggak, tapi tadi ketabur diterjen sorry ya" demi apapun Ara gak bisa gak ketawa.

"Ketawa kan lo, udah gue pamit, eh bentar kalau gak enak jangan diterusin, menurut gue si enak, soalnya tadi yang buat adonan mas Nana, ya udahlah" setelahnya dia pergi kembali kerumah dengan sedikit berlari.

Disini ara tersenyum entah kenapa, lucu aja, kok ada cowok yang kayak gitu.

Ara masuk kembali kerumah dan meletakkan bolu kukus itu di meja, kalian tau bolu yang pakai kertas itu kan?, Yang warna warni itu lho, ah lucu banget.

Ara memakannya, dan bersyukurlah karna tidak ada rasa diterjen disana seperti yang cowok itu bilang tadi. Ini enak.

Lagi asik asik makan dia baru inget!, LHO KENAPA TADI GAK SEKALIAN TUKERAN SENDAL?!!!, astagfirullah Ara lupa bilang, lain kali ingetin Ara dong!!.

🍉🍉🍉

 

"Mas Nana!!, Nono naik naik kulkas!!" Di dapur Shuyang berteriak keras, sebenarnya gak masalah kalau si Nono tuh cuma tidur di atas kulkas, tapi ini Nono lagi mode aktif, lagi pengen di ajak main, jadi mendekat satu langkah saja wajah Shuyang bisa di pastikan di cakar, itu lho tangannya yang ngangkat-ngangkat gitu sambil tiduran, ah ngeselin banget, kalau kayak gini cuma Mas Nana yang bisa jinakin.

"Apa si teriak teriak, tinggal turunin aja kuyang!" Shuyang sudah berdiri di atas kursi makan sejak tadi lho, ini mas nana enak banget ngomong begitu, ah sama aja ngeselin.

Oh iya kuyang itu nama panggilan Shuyang dari mas nana, sejak Shuyang kecil. Ya gak tau kenapa kuyang, lucu mungkin.

"Nono lagi aktif Mas, nanti aku di cakar gimana" lalu dengan isengnya Mas nana mendekatkan kucing itu ke arahnya, tentu Shuyang segera mundur dengan komuk wajah yang gak banget.

"Mas Nana!!" Mas nana segera berlari dan membawa Nono ke teras rumah.

Akhirnya dari pada mengejar mas nana, Shuyang kembali ke tujuan awalnya, yaitu ngambil milkuat beku rasa strawberry lalu menggunting bagian atasnya dan memakannya dengan khidmat. Ada alasan kenapa ia selalu memakan rasa strawberry saja, soalnya Mas Nana gak bisa makan rasa strawberry, jadi biarlah Shuyang yang menghabiskan.

Dan sekarang ia ikut duduk di kursi teras rumah bersama mas Nana juga Nono yang anteng di pangkuan mas Nana itu.

"Mas, bunda kemana?"

"Mboh, tadi sih katanya ke rumah Renjun" Shuyang manggut-manggut saja, terlalu menghayati makan es nya.

"Mas ada pelangi!" Shuyang menunjuk langit yang menampakkan lengkungan warna warni itu.

Mas Nana menoleh dan membiarkan tangannya di gigiti Nono, ini kan belum hujan kok udah ada pelangi.

"Belum hujan tapi udah ada pelangi" gumam Shuyang.

"Kamu percaya sama kata kata pelangi selalu datang setelah hujan?" Tanya Mas nana.

"Enggak juga, kan gak ada jaminan buat percaya toh" Mas nana setuju banget, karna dari itu dia gak percaya kalau setelah tertimpa kabar buruk akan selalu ada kabar baik, bisa saja yang datang itu kabar buruk lagi.

"Gak selamanya selalu ada bahagia setelah kesedihan" kata mas nana lagi, "tapi kamu harus percaya kalau gak ada yang abadi, termasuk sedih juga bahagia"

Shuyang mengangguk beberapa kali memahami perkataan abangnya itu lalu tak lama Bunda datang dengan kemeja marun di tangannya, datang dengan wajah berseri.

"Seneng banget bun, kayak habis dapet diskon" ucap Shuyang membuat senyum bunda semakin lebar.

"Iya nih bunda minta tolong pasangin kancing kemeja Bapak yang copot, tapi di gratis-in" kata bunda.

"Oh jadi bunda kerumah Renjun buat itu" mas Nana manggut-manggut sembari mengusap usap nono.

"Iya, kamu tadi di cariin Renjun lho mas, tapi katanya dia mau kesini aja" Mas nana menyahut oke, lalu bunda masuk kedalam rumah dan Nono turun dari pangkuan mas nana mengikuti bunda yang berjalan masuk.

Lalu sore ini kembali sunyi, gak si soalnya di dalam rumah Nono mengeong minta makan sama bunda, oh iya kalau Bapak belum pulang dari kantor, bapak bukan CEO atau apalah itu, tapi keluarga mereka terbilang cukup, sebab kata bapak gak perlu kaya raya kalau hidup apa adanya saja sudah bahagia.

Lalu saat itu mas Nana mencibir, "gak kaya raya kok punya dua mobil"

"Mas, pelangi kan tercipta dari cahaya yang bertemu air lalu di belokan jadilah warna warna indah yang melengkung yaitu pelangi"

"Lo pasti belajar dari upin ipin yakan?" Mas nana tertawa hanya untuk membuat Shuyang kesal, gak pernah akur, Bunda pun kalau lihat capek sendiri.

"Kayaknya keren jadi pelangi"

Mendengar itu shuyang menggeleng cepat, "enggak!, Lebih keren jadi matahari, kalau pelangi kan gak selalu datang setelah hujan, tapi matahari?, Dia selalu datang tanpa diminta, kadang aku gak suka sama matahari soalnya dia yang maksa aku bangun pagi buat mulai hari padahal aku masih ngantuk" di akhiri keluh kesah bocah piyik itu, mas Nana hanya terkekeh, sering sekali dia mendengarkan hal hal random adiknya ini, tapi terkadang juga berhasil membuatnya terpukau.

"Tapi Shuyang, kita tetap butuh dia buat akhiri hari, alias senja, kalau yang kamu gak suka itu Fajar"

"Lho iya juga, terus-"

"MAS NANA, SHUYANG, MAGHRIB MASUK!!"

-sandal jepit-

Ditulis di tengah kebisingan rumah, semoga masih layak dibaca.

Thank you ❤️
-pacartiway

Sandal Jepit | FF Shuyang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang