15.Percakapan Pagi.

259 71 14
                                    

"Pak, Shuyang kesiangan ini lhoo, kok nggak ada yang bangunin!!" Cowok itu baru saja berlari kearah taman.

"Kesiangan gundul mu, adzan subuh aja belum" kata bapak pagi ini yang berhasil membuat Shuyang jatuh ke kursi seperti halnya jeli. Lemes.

"Kirain udah jam delapan loh pak, Ya Allah lemes" kata Shuyang yang masih mengawasi sang bapak, bapak lagi ngasih makan ikan di akuarium.

"Kamu itu kurang tidur, bang"  Abang adalah nama panggilan nya, kadang yang manggil itu cuma bapak sama bunda, dengan alasan 'karena bukan kamu yang paling muda, ada Nono' kata bunda waktu itu, akhirnya sudah sejak dulu dia di panggil abang, Mas nana?, Enggak! Dia nggak manggil abang, ogah katanya.

Bocah itu kemudian melenguh masih mengantuk, sedangkan bapak hanya terkekeh sederhana.

"Mangkanya jangan tidur kemaleman, nggak baik, semalem Abang mu kesini sampe jam berapa?" Bapak kini duduk di kursi lain di taman belakang ini, ikut menikmati dinginnya pagi.

"Aku tidur malem juga gara gara nunggu Nono pulang pak, Kak long sampe jam sebelas lewat kalau ngga salah" jawab Shuyang menggulung sarungnya, merasa kedinginan.

"Terus Nono nya udah pulang belum?" Bapak kemudian menyeruput secangkir kopi satu satunya yang ada di meja.

"Udah, tuh udah nangkring di kandang" lalu hening sebab bapak kembali berdiri, menyiram beberapa bunga milik bunda, sedangkan Shuyang kembali melenguh pelan menahan kantuk.

Suara kicauan burung dari rumah sebelah alias rumah bang Haechan terdengar merdu, langit masih gelap pagi ini, Shuyang rasa ia benar benar kurang tidur, tapi ini masih hari Jumat yang artinya ia masih masuk sekolah.

"Pak.." panggil Shuyang lalu bapak menjawab dengan gumaman sederhananya.

Karna respon bapak hanya begitu, Shuyang kembali melenguh.

"Kamu ini kenapa sih bang, kok kayak nggak punya semangat hidup, kenapa?, Coba cerita" lalu bapak kembali duduk, merasa Anak bungsunya ini sedang dilanda gelisah.

"Gimana mau semangat, wong aku nggak punya rencana hidup, masa depan itu rasanya abu abu banget, gak jelas, bingung aku pak"

Aku tau, semua yang berkaitan dengan masa depan itu sangat sensitif untuk semua orang.

"Sekarang kamu boleh bilang kalau kamu nggak punya rencana hidup, tapi nggak ada jaminan kalau besok kamu masih merasa begitu, ikuti alurnya, jalani semampunya, kalau capek ya duduk dulu, toh nggak ada yang tau kan besok kita bakal jadi apa, yang penting itu jangan nyerah" bapak menjeda sejenak, menyeruput kopi membasahi tenggorokan, "kalau gagal?, Yo di coba lagi, nggak ada yang namanya keberhasilan tanpa sebuah kegagalan bang, setelah sukses pun kamu pasti bakal merasakan hal sulit lainnya, mangkanya kamu nggak boleh nyerah, apalagi berhenti di titik itu, tapi ya jangan di buat beban, lakukan semampunya saja"

Disebelahnya, Shuyang masih mencerna semua ucapan bapak, bapak itu motivasi nya, walau bukan seorang pemilik perusahaan atau direktur, Bapak tetap jadi orang nomor satu di hidupnya, bapak itu seperti penyelamat, seseorang yang selalu membawa lampu disaat Shuyang kegelapan, menerangi hidupnya, cukup dengan selalu bersama, Shuyang sudah sangat bersyukur.

"Kamu tau, bang?, Dulu tuh ya, bapak juga nakal kayak kamu, nyolongin mangga pak RT, segala macem deh, bapak juga dulu sama kayak kamu nih, bingung pas udah mau menginjak bab baru dalam hidup, nggak punya rencana, nggak tau bakal jadi apa nantinya, tapi setelahnya bapak tau untuk apa bapak dilahirkan" sambung bapak pagi ini.

"Untuk apa pak?"

"Ya untuk kamu, Mas Nana, bunda mu, untuk mendidik kalian, sekalipun bapak nggak ngembaliin jam tangan bunda mu waktu itu, bapak pasti bakal tetap bertemu bunda mu, tuhan punya banyak cara, jadi jangan berkecil hati" lalu di kepalanya Shuyang merasakan usapan lembut.

Sandal Jepit | FF Shuyang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang