Pagi ini TPS yang Ira datangi sudah penuh, ada banyak remaja-remaja bahkan orangtua juga lansia
"Hei, TPS sini juga" Ira menoleh kearah samping dan matanya bertemu dengan netra milik Niko
"Hemm, lah Lo juga?" Niko mengangguk
"Kenapa masih disini? Ayo buruan keburu makin rame"
"Sekarang?"
"Iya, udah ayo sama-sama" Niko mendorong pelan bahu Ira
Mereka berdua masuk bersama dan duduk di kursi yang bersebelahan "Lo pilih siapa?"
"Lo udah tau jawabannya"
"Haha iya gue cuma bercanda"
Saat giliran Ira maju. Ira rasa langkah kakinya semakin berat, seperti ada yang menahannya
Astaghfirullah ini kenapa sih?
Tiba ditempat pemilihan, Ira kaget saat melihat foto wajah papanya yang terpajang dikertas itu. Bukan apa-apa, tapi difoto itu wajah papa nya sangat gelap dan tidak ada senyum yang keluar dari bibir sang papa
Tangannya juga seperti tertarik untuk mencoblos no urut 2 yaitu milik om Arya. Ira mencoba membacakan dzikir dan berhasil, Ira berhasil memilih no urut 1
Setelah selesai Ira langsung berpamitan kepada Niko bahwa ia akan pulang lebih dulu
Setibanya dirumah Ira merasa sepi, semua anggota keluarganya belum pulang, hanya dirinya sendiri dirumah. Tak apa Ira akan tidur sebentar rasanya lelah, TPS miliknya lumayan jauh dari rumah
Bangun tidur Ira kaget saat mendengar suara bising dari ruangan depan. Ira pun beranjak turun lalu menemukan papanya yang duduk kaku, kenapa?
"Pah? Papa kenapa?" Sang papa pun menoleh kearah Ira
"Gapapa, udah shalat ashar belum?" Ira menggeleng
"Shalat dulu sana" Ira menuruti perintah Hadi tanpa membantah sedikitpun
Sekitar jam 5 sore Ira bersiap-siap, tadi ia mendapat telfon, Fa'i mengajaknya ketemuan, 'Kita ketemuan. Lo harus dateng, ini penting banget' begitu katanya. Ira juga tidak tau hal penting apa yang akan dibicarakan Fa'i
"Gimana?" Ira duduk tepat dihadapan Fa'i
"Pesen minum dulu gih"
Ira memutar bola matanya jengah "Mba, pesen es teh satu"
"Ga diwarung ga dikaffe, es teh terus"
"Ga usah bacot Lo ya, buruan ngomong"
Yang ditanyai malah fokus pada handphone miliknya tanpa memperdulikan kehadiran Ira
Jadi? Ngapain ngajak ketemuan kalo gue dikacangin anjirrr
"Heh, Lo tuh mau ngomong apa bangsat. Cepetan ngomong, keburu malem nih"
Ira merasa kehabisan oksigen kala melihat tatapan dingin dari Fa'i. Ira terus menatap netra milik Fa'i sampai Fa'i menundukkan kepalanya dan menghela nafas panjang
"Gue mewakili semuanya mau minta maaf"
"Minta maaf?"
"Please Lo dengerin gue dulu, jangan potong omongan gue"
"..."
Fa'i menunduk, rasanya enggan menatap Ira. Ia merasa malu, Ira adalah temannya bahkan ia sudah menganggap Ira sahabatnya sendiri sejak hari dimana Ira dijauhi oleh ketiga sahabatnya. Malu, diantara keempat laki-laki dirinya dan Ahmad yang bermasalah dengan Ira
"Soal gue, Ahmad, Fajar, Dhea, Annisa sama Syifa. hari itu gue disuruh papa gue buat kumpul bareng-bareng sama temen bisnis papa gue, dan yah temen papa gue itu papa mereka, makanya mereka juga bisa ada sama gue"
Fa'i terdiam sejenak lalu melanjutkan ucapannya tanpa mengalihkan pandangannya dari bawah. Rasanya lantai itu lebih menarik daripada objek didepannya ini
"Gue minta maaf, karna rencana dari mereka terlalu licik. Mereka semua mau jatuhin karir bokap Lo. Dan seperti yang Lo pikirin, mereka bekerja sama"
Kini tangan Ira sudah mengepal kuat, oh jadi ini maksudnya? Saat Ira ingin berbicara tiba-tiba pesanannya datang, dan akhirnya ia mengurungkan niatnya. Malu apabila didengar pelayan kaffe disini
"Silahkan diminum mba" ucap sang pelayan dengan ramah
"Terimakasih mba" pelayan itu mengangguk lalu berlalu pergi
"Kenapa?"
"..." Fa'i menatap Ira dengan tatapan bertanya
"Kenapa Lo baru cerita?"
"..."
"Gue pikir Lo bener-bener serius mau sahabatan sama gue. Cihh! Ternyata cuma kedok Lo doang, buat ngehancirin keluarga gue? Lo tuh ga jauh beda sama mereka" ucapan Ira memang tajam tapi ia masih terlihat begitu santai, buktinya ia masih menikmati minumannya yang baru saja datang. Sebisa mungkin Ira menahan diri agar tidak pergi, Ia masih butuh banyak informasi
"Gue bilang dengerin gue dulu"
"Iya, lanjutin"
"Soal pemilihan itu, mereka buat cara yang bener-bener ga masuk akal dan diluar nalar-"
"Mereka nyogok warga pake uang bahkan sembako dengan cara diam-diam. Gue ga yakin ga ada orang yang lapor ke bokap Lo, pasti salah satu warga yang di sogok om Arya ada temen bokap Lo. Jadi, kemungkinan besar bokap Lo pasti udah tau"
"..."
"Lebih parahnya, gue curiga soal mereka main-main"
"Main-main? Maksud Lo?"
"Mereka pake cara haram, Lo pasti ngerti"
"Ilmu hitam?" Tebak Ira dengan nada takut-takut, takut salah bicara lebih tepatnya
"Hemm, mungkin"
"Tunggu-tunggu-"
Fa'i menatap Ira penuh tanya lalu kembali menyeruput minuman miliknya
"Lo ada dipihak om Arya! Kenapa Lo malah bocorin ini ke gue?"
"Ck! Lo itu temen gue, sahabat gue. Udah pasti gue kasih tau soal ini. Lagian gue ga restu juga sama cara yang mereka pake"
"J-jadi..?"
"Gue sama Ahmad emang ikut kumpul bareng mereka, tapi ga ada sedikit pun niat buat ikutan cara mereka"
"..."
"Gue juga bingung sama jalan pikir mereka, udah tua tapi-"
"Aaishhh... dhlh males gue"
"Tapi, diantara mereka ada papa Lo"
"Gue tau"
"Gue binggung harus gimana" dengan tatapan kosong miliknya ia beranjak tapi sebelum itu langakhnya dihentikan oleh suara milik Fa'i
"Mau kemana?"
"Gue ketoilet bentar" Fa'i hanya ber'oh ria lalu kembali fokus pada minuman miliknya
Ira berjalan gontai kearah toilet yang ada dikaffe ini, saat sampai didalam ia melihat pantulan wajah nya dicermin, sangat buruk
Perasaannya tidak enak, ada apa ini? Atau perasaannya ini ada kaitannya dengan papanya atau?
Akhirnya ia membasuh wajahnya lalu kembali merapihkan surainya yang sempat berantakan
Semoga ga terjadi apa-apa! aamiin
JANGAN LUPA VOTE TEMAN
SILENT READER 🚫Swipe?
Follow akun Ig author ya mhysr17_
Terima Aya 🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
DZAKIRA
Teen Fiction(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Biar afdol bacanya . . . ⚠️ Mengandung kata-kata kasar ⚠️ Ambil sisi positif, buang yang negatif ⚠️ Banyak typo ⚠️ Konflik betebaran . . . "Ramaaaaa..... Tungguin ihh" "Ssttt, jangan teriak-teriak" "Ihh bodo suka-suka gue...