Vanda memegang wajahnya yang cukup sakit akibat tamparan. Ia mengangkat wajahnya menatap sang mamah yang begitu tega memukul putranya sendiri dihadapan banyak orang.
"Kamu ini bisanya hanya melawan orang tua!"
Vanda hanya diam lalu menundukkan kepalanya. Ia hanya bisa menahan emosi agar tidak membuat keributan disekolah yang berdampak dirinya akan diperlakukan tidak baik lagi.
"Masalah apa lagi yang dibuat oleh putra saya?"
Vanda mengepalkan tangannya disaat mereka tidak percaya dengan putranya sendiri. Ia jadi sedikit paham alasan pemilik tubuh ini selalu bersikap memberontak. Ia memiliki hak untuk memilih dalam hal apapun termasuk pendidikan juga masa depannya.
"Putra bapak diduga ingin melakukan pemerkosaan terhadap siswi kami. Lalu memukuli siswa yang berniat menolong siswi itu."
Vanda yang mendengar seketika tertegun. Ia tidak menyangka jika dirinya akan dijadikan kambing hitam oleh murid brengsek itu. Hal yang sebenarnya terjadi malah dibalik ceritanya.
"Anda kalau mau menjebak saya ceritanya yang bagus, dong! Mentang-mentang dia murid pintar lantas dilindungi kayak binatang tidak berdaya," cibir Vanda dengan tertawa kecil.
Kedua orang tua Vanda menatapnya dengan tatapan tajam. Ia acuh tak acuh karena merasa hal yang dilakukannya tidak salah.
"Minta maaf ke Dino sekarang atau kamu saya hukum!"
"Hukum saja saya tidak takut!" seru Vanda dengan tersenyum mengejek.
Setelah mengatakan itu ia berdiri dan ingin pergi. Tangannya ditarik lalu kepalanya didorong hingga membungkuk kebawah. Ia ingin berdiri tapi kedua tangannya di tumpu oleh orang tuanya.
"Heh, gue nggak nyangka ada bonyok yang cinta reputasi sampai anak menjadi taruhannya," sindir Vanda dengan memberontak.
Vanda melirik sekilas kearah Reza dan teman-temannya. Lelaki itu terlihat tidak ingin ikut campur dengan permasalahan ini.
"Ngapain juga berharap sama dia," batin Vanda dengan menghela nafas.
"Ibu ada yang ingin saya sampaikan," celetuk Reza dengan muka datarnya.
"Silahkan, Reza!"
"Ibu tahu bukan jika saya itu ketua OSIS disini. Lalu saya juga sering mengamati gerak-gerik dia selama disekolah karena panda sudah jadi langganan ruangan BK," ucap Reza dengan bersedekap dada.
"Panda? Oh, lalu?"
"Jadi dia tidak mungkin melakukan hal itu kepada gadis itu," dalih Reza dengan tersenyum tipis.
"Cih, maling mana mau ngaku!"
"Pengguna narkoba juga mana mau ngaku," sahut Reza dengan menatap sinis.
"Ehem! Lalu bagaimana kamu bisa membuktikan jika Vanda tidak bersalah?"
Reza tidak menjawab melainkan mengeluarkan ponselnya. Vanda yang melihat hanya meringis kecil memikirkan apa yang dilakukan lelaki itu.
"Disini ada sebuah video yang membuktikan jika panda tidak bersalah," ungkap Reza dengan menyodorkan ponselnya.
Semua orang memperhatikan video itu dengan tatapan tidak percaya. Sang guru menatap kearah Vanda dengan perasaan bersalah karena sudah salah menuduh orang.
"Udahlah nggak perlu ngerasa bersalah! Gue anak nan baik ini maafin kalian semua. Gue mau balik UKS!" seru Vanda dengan mengibas tangannya.
Didalam ruangan BK hanya menyisakan keheningan. Reza yang melihat itu hanya mendengus terutama melihat keluarga Wikananda yang terlihat hanya mementingkan reputasi, tetapi sekarang mereka sendiri yang menghancurkan reputasi itu.
"Gimana rasanya salah paham kepada putra sendiri? Malu kali, ya? Anta juga kenapa hanya diam saat sepupu Lo terkena masalah? Apa Lo udah lupa sama prinsip kita? Percaya kepada sesama dan cari bukti sebelum bertindak," tekan Reza dengan menyeringai.
Penghuni ruangan termasuk murid-murid yang melihat itu seketika terkejut. Keluarga inti Wikananda yang melihat itu seketika menatap tajam kearah Reza lalu meninggalkan ruangan.
"Semuanya balik! Ini kenapa masih diluar kelas!" teriak Reza dengan muka dingin. Setelah itu dirinya juga ikut pergi.
***
Vanda menatap kearah cermin dengan tatapan kosong. Luka baru diwajahnya masih saja sedikit terasa seiring kekosongan hati melanda.
Ia memegang luka robek di bibirnya dengan pelan. Ia meringis kecil tatkala luka itu dipegangnya bahkan bekas tamparan masih berbekas diwajahnya. Ditambah wajah putih pucat semakin membuatnya tampak.
"Diobati dulu baru terserah mau ngapain."
Vanda terbangun dari lamunannya kemudian membalikkan tubuhnya. Ia mendengkus malas lalu kembali menatap wajahnya. Ia berpikir mungkin luka ini akan sembuh cukup lama dan mengganggu acara makannya.
Ia menghentikan acara menatap wajahnya. Kini berganti menatap lelaki itu dengan penuh tanda tanya.
"Kenapa Lo tadi bantuin gue? Lo bisa aja bukan biarin masalah ini. Malahan ini juga kesempatan Lo untuk balas dendam sama gue," celetuk Vanda dengan mengangkat alisnya.
"Cih, gue nggak licik kayak gitu juga kali! Lo itu juga masih anggota Black Devil jadi sebagai ketua kalian gue akan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi terutama apabila hal itu bukan kesalahan kalian," sahut Reza dengan duduk disampingnya.
"Dih, ceritanya jadi ketua bertanggung jawab nih!" seru Vanda dengan terkekeh kecil.
Mereka hanya diam dengan pemikiran masing-masing. Reza menatap sekilas lalu pergi menuju lemari kaca dan mengambil sesuatu.
Reza mengeluarkan beberapa obat-obatan dari kotak P3K. Kemudian lelaki itu mengobati luka Vanda dengan seksama dan pelan-pelan.
Vanda menatap wajah serius milik Reza. Lelaki itu tampak membuat orang tenang ditambah perhatiannya yang bisa saja membuat siapapun menjadi jatuh cinta, tetapi berbeda dengannya karena mereka satu spesies.
"Liat gue biasa aja! Gue juga tau kalau wajah gue ini idaman," celetuk Reza dengan menatap wajah Vanda.
"Anjir! Narsis banget Lo!" gerutu Vanda dengan mengalihkan pandangannya.
Reza mendekatkan wajahnya hingga membuat lelaki itu memundurkan tubuhnya hingga mentok ke dinding. Ia mendorong dada Reza, tetapi Reza semakin mendekat hingga napas lelaki itu mengenai wajahnya.
Reza merengkuh pinggang lelaki itu hingga jarak mereka semakin menipis. Entah mengapa rasanya wajahnya semakin memanas dan jantungnya berdetak lebih cepat.
"Anjir! Pergi jauh-jauh Lo bangsat! Lo ini homo, ya!" seru Vanda dengan mendorong tubuh lelaki itu.
Reza melepaskan tubuh Vanda lalu tertawa terbahak-bahak. Vanda yang melihat itu seketika menjadi kesal sendiri. Tapi wajahnya masih saja memerah karena malu.
"Lo mau tau aja atau mau tau banget," ledek Reza dengan mengacak rambut Vanda.
Vanda yang mendengar itu hanya bisa menahan marah sekaligus malu. Alhasil mereka kembali berdiam seperti awal.
Vanda menatap kearah Reza yang terlihat senyam-senyum sendiri menatap layar ponselnya. Ia menjadi sedikit ragu untuk memanggil lelaki itu.
"Kalau mau ngomong itu bilang aja. Lo itu bukannya nggak punya malu sekarang aja malu-malu tai," celetuk Reza dengan meletakkan ponselnya di atas meja.
"Dasar monyet!" umpat Vanda dengan muka masam.
"Ehm ... itu ... gue mau berterima kasih masalah di ruang BK tadi. Jika bukan karena Lo mungkin gue dihukum dengan kesalahan yang nggak gue lakuin," ungkap Vanda dengan ragu-ragu.
"Oh, nggak masalah karena Lo itu udah sering buat susah gue," sahut Reza dengan mengangkat bahunya.
"Monyet!" umpat Vanda dengan menatap tajam. Setelah itu Reza terus-menerus menjahili Vanda sesekali Vanda memukul lelaki itu.
***
Jangan lupa vote dan komen :)
Reza mah suka bikin anak orang baper 🙂
Lanjut!
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love Of Dream [END]
RomanceCalvin Kafeel Balindra cowok yang dikenal sebagai ketampanannya. Lelaki ini sosok yang sering gonta-ganti pacar seperti pakaian atau bisa dibilang sebagai playboy. Namun, sudah tahu punya banyak pacar masih saja suka dekat-dekat. Tiba-tiba saja diri...