16

43.2K 5.8K 378
                                    

"Disini kita mau bahas tentang geng. Tapi Lo bawa orang nggak berkepentingan," tekan Reza dengan menatap tajam satu-persatu.

"Lo yang nggak modal masa bahas hal penting di kantin," sahut Vanda dengan memainkan ujung rambut gadisnya satunya lagi merengkuh pinggang gadis lainnya.

"Vanda jangan bikin keluarga malu. Sekarang apa lagi? Ceritanya Lo mau ngeharem gitu?" ucap Anta dengan memutar matanya.

Vanda mendengus salah satu yang ada didalam otak Anta hanya reputasi keluarga. Lelaki itu sama sekali duplikat sang papah yang selalu memikirkan reputasi.

"Lo ikut geng beginian jika ketahuan bisa bikin reputasi keluarga hancur," cibir Vanda dengan menatap kedua pacarnya.

Vanda membuka mulutnya menyambut makanan yang disuapi oleh sang pacar. Lalu pacar yang satunya tampak mengelus lembut wajahnya.

"Cih, menjijikkan. Lo juga anggota geng kalau lupa," cibir Anta dengan menatap sinis.

Vanda mengangkat tangannya yang memberhentikan kegiatan kedua gadisnya. Ia menatap Anta dengan tersenyum lebar tapi matanya tersirat ketidaksukaan.

"Jika gue terbongkar reaksi mereka pasti baik-baik aja karena reputasi gue udah hancur dimata mereka. Tapi kalau Lo keponakan kesayangan mereka yang dikenal sebagai anak baik-baik bagaimana reaksi mereka," tekan Vanda dengan menyeringai.

Anta terdiam sejenak dengan pemikirannya. Vanda tersenyum puas lalu kembali makan dengan lahap. Ia tidak memperhatikan etika makannya karena tidak dalam acara formal.

Kaki diangkat keatas kursi lalu tangan memegang daging ayam dengan memakannya berantakan. Semuanya seketika mendesis karena lelaki itu biasanya makan dengan anggun tapi nyatanya apa yang dilihatnya.

"Makannya pelan-pelan atuh, itu makannya nggak bakalan lari," ucap Rendra dengan menggelengkan kepalanya.

Vanda mengangkat bahunya lalu melanjutkan makan. Ia tidak ingin bicara sebelum makanannya habis.

"Habis pulang sekolah musuh ngajak kita tawuran. Jika nggak mau mereka akan datangin kita ke selokan," ucap Reza dengan muka datar.

Vanda menyemburkan batuan berwarna putih cukup banyak. Lava mulai mengucur deras dari matanya. Seketika lelaki itu tertawa terbahak-bahak dengan memegang perutnya.

Semua orang yang melihat itu seketika berhenti dari aktivitas makannya. Beberapa orang ada yang menatapnya dengan jijik tatkala semburan nasi dari mulutnya.

"Ih, sayang. Kok makannya dikeluarin lagi!"

"Iya, sayang! Jijik tau."

"Van, dari kapan Lo bisa menjijikkan kayak sekarang. Biasanya Lo selalu menjaga reputasi dari hal apapun kecuali ngejar cinta Sheren sama cari masalah Reza dkk," celetuk Febby dengan muka julid.

Reza yang melihat itu hanya bisa mengelus dadanya. Ia harus banyak bersabar jika menghadapi makhluk tidak berakhlak seperti Vanda.

"Asu! Masa Lo pada nggak denger tadi Agustus bilang selokan bukan sekolah!" seru Vanda dengan tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya.

"Loh, benar juga. Bos Lo salah bilang tadi," sahut Rendra dengan menggaruk tengkuknya.

"Typo kali si Reza," timpal Anta dengan tertawa terbahak-bahak.

"Typo mulu! Lo kira mesin bicara!" sahut Vanda dengan terkekeh kecil.

Reza yang merasa disudutkan hanya bisa banyak bersabar. Ia menyantap makanannya dengan menatap sinis orang-orang yang menertawainya.

"Anjir, si Babang Reza udah merajuk!" seru Vanda dengan tertawa terbahak-bahak.

"Awas aja lo," geram Reza dengan mencengkeram keras sendok hingga bengkok.

Eternal Love Of Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang