45

33.1K 4.3K 339
                                    

"Kandungan lo baik-baik aja karena kandungannya kuat," jawab Anta dengan membuka pintu.

Semuanya kini mulai menatap Anta dengan tatapan misterius. Lelaki itu hanya berjalan dengan santai lalu duduk disofa.

Anta mulai mengeluarkan ponselnya. Ia mengetik sesuatu dengan muka serius. Namun, karena ruangan hening hanya menyisakan suara ketikan ponsel lelaki itu.

Anta berjalan menuju kasur Vanda lalu mendorong tubuh Reza. Lelaki itu seketika menatap tajam Anta, tetapi tidak dihiraukan oleh Anta.

Suara dering telepon mulai bergema didalam ruangan. Febby dan Rendra juga ikut bergabung dengan mereka.

"Halo, Anta. Ngapain lo telpon gue?"

"Sekarang lo ada dimana?"

"Disekolah, lah! Masih jam pelajaran ini. Gue nggak kayak lo sama Vanda yang sering bolos!"

"Lo nggak ada rasa bersalah gitu? Lo udah hampir membunuh bayi yang nggak bersalah."

"Ya ... gue juga suka anak kecil, tetapi jika dari anak dia gue pastikan nggak akan hidup tenang."

"Sheren! Gue hanya mengizinkan lo buat pisahin mereka bukan berarti membunuh!"

"Memang lo siapa? Lo nggak berhak ikut campur urusan gue."

"Gue cinta sama lo ... tapi kali ini perbuatan lo udah fatal."

"Gue nggak peduli."

Anta menatap panggilan telepon yang diputuskan oleh lelaki itu. Vanda yang melihat itu seketika menjadi tidak tahu apakah bahagia atau turut bersedih.

"Hmm ... mending lo cari cewek yang lebih baik," ucap Vanda dengan menepuk pundak Anta.

Anta menggelengkan kepalanya. Ia teringat dengan masa lalunya di sekolah dasar.

"Dulu gue sama Sheren itu teman kelas waktu SD. Waktu itu murid-murid lain selalu mengejek gue anak haram. Gue hanya diam karena orang-orang itu punya banyak pengikut," ungkap Anta dengan menghela nafas panjang.

"Lalu kelas kami kedatangan murid baru. Orang itu nggak lain Sheren dengan sifat judes. Waktu itu gue lagi di ejek sama teman sekelas dan dia yang bantu gue. Sejak saat itu kami jadi sahabat sampai kelas tiga dia pindah lagi. Lalu kami nggak pernah ketemu lagi hingga gue liat dia jalan sama lo Reza. So ... gue sengaja masuk lingkungan pertemanan Reza untuk mendekati Sheren," lanjut Anta dengan tatapan kosong.

Vanda yang mendengar itu seketika menatap tidak percaya. Gadis itu sangat judes waktu SD.

"Anjir, yang bener tuh cewek dulunya judes! Nggak percaya gue!" seru Febby dengan mengangkat alisnya.

"Ya ... dulu Sheren itu orangnya judes. Tapi sekarang gue juga bingung nada bicaranya rada aneh dan menjijikan," ucap Anta dengan mengangkat bahunya.

"Tapi jika kalian denger pembicaraan di telepon dia kelihatan judes," lanjut Anta dengan tersenyum tipis.

Reza hanya diam lalu menarik dan mendorong tubuh Anta. Lelaki itu seketika menjadi oleng dan memeluk tubuh Rendra.

"Ngapain liatin gue segitunya?" tanya Rendra dengan menatap sinis. Lelaki itu masih agak membenci keberadaan Anta.

"Ya ... sorry," ucap Anta dengan muka masam.

Vanda hanya menatap keduanya dengan mengerutkan keningnya. Ia berpikir sampai kapan keduanya berhenti memainkan peran kucing dan tikus.

"Anta sebelumnya mau bilang makasih karena udah berbaik hati menolong gue dan kandungan ini," ucap Vanda dengan nada tulus.

Anta menatap sekilas lalu mengangguk. "Gue hanya nggak ingin tuh anak menderita kayak gue dulu. Jadi jangan kepedean dulu!"

Vanda hanya mengangguk pelan dengan tersenyum tipis. Reza mengelus rambutnya semakin membuatnya nyaman dan aman.

"Sifat tengil lo kayaknya udah hilang semenjak hamil," cibir Anta dengan duduk di sofa.

"Reza, ayah pergi dulu mau mengurus anak itu," pamit Damian dengan muka datar.

"Om jangan sakiti Sheren! Cukup ancam pakai jarum suntik dia pasti ngaku!" teriak Anta dengan menatap kepergian Damian dan Arzan.

Vanda menatap Anta dengan menggelengkan kepalanya. Namun, ia salah fokus saat melihat beberapa luka di lengan lelaki itu.

"Woy, tangan lo kenapa?" tanya Vanda dengan menunjuk lengan Anta.

Anta yang mendengar itu seketika menutup lukanya dengan seragamnya. Rendra yang berada disamping Anta segera menarik seragam baju lelaki itu.

Semuanya dikejutkan oleh luka biru yang berada di lengan lelaki itu. Luka itu seperti luka pukulan benda.

"Orang tua itu yang mencambuk lo," tebak Vanda dengan muka datar.

"Iya, ini udah biasa," jawab Anta dengan membenarkan seragamnya.

"Udah biasa?" ucap Vanda dengan heran.

"Lo nggak perlu tau," ucap Anta dengan menutup matanya.

"Gue tebak lo udah tau kalau gue punya rahim dan bisa hamil. Jadi karena takut gue kena cambukan lo sengaja memanas-manasi mereka hingga gue diusir. Akhirnya lo yang kena amarah mereka," duga Vanda dengan mengangkat alisnya.

Anta tertawa kecil. Lalu membuka matanya dengan tersenyum mengejek menatap Vanda.

"Lo terlalu pede," cibir Anta dengan tersenyum mengejek.

Anta berdiri ingin pergi dari ruangan ini. Namun, tubuhnya ditarik hingga kembali duduk di sofa. Ia meringis kecil saat lukanya terkena sofa.

Vanda berjalan dengan dibantu oleh Reza. Saat didepan lelaki itu ia mengelus rambut adik sepupunya.

"Terima kasih lo udah banyak berkorban," ucap Vanda dengan tersenyum tipis.

Tiba-tiba pintu kembali terbuka memperlihatkan Damian bersama Arzan. Vanda menatap mereka dengan raut wajah penasaran.

"Ternyata dia anak dari klien yang meminta untuk membunuh Vanda. Kedua orang tua mereka sudah cerai dari waktu dia SD lalu ikut bersama ibunya," beber Damian dengan menghela napas panjang.

"Dia ingin membunuh Vanda karena mau balas dendam atas kematian sang ayah. Ia juga melakukan itu demi mengambil Reza dari Vanda. Gadis itu mengetahui semua ini karena mendengar berita kematian sang ayah di televisi," lanjut Damian dengan menggelengkan kepalanya.

Vanda yang mendengar itu seketika berdecak kesal. Pasalnya, ia tidak mempunyai salah apapun kepada gadis itu. Urusan kematian ayahnya seharusnya yang salah Damian dan Reza juga melakukan hal itu hingga dirinya hamil.

"Pantas aja dia pindah waktu itu," gumam Anta dengan tatapan kosong.

Anta memekik kaget tatkala lukanya ditekan oleh Rendra. Lelaki itu terus saja memasang wajah tanpa dosa saat mengobati lukanya.

"Van! Obatin luka gue, dong!" seru Anta dengan tersenyum lebar.

"Dih, siapa lo? Gue juga pasien disini. Masa lo nyuruh pasien," cibir Vanda dengan memutar matanya.

Anta menarik tangannya dengan menatap tajam Rendra. Lelaki itu berdecak kesal dengan menarik tangan Anta.

"Tangan gue sakit astaga!" pekik Anta dengan menatap tajam.

Disaat yang diperlukan seorang perawat datang dengan membawa makanan untuk Vanda. Anta seketika menatap sang perawat dengan berbinar.

"Kak perawat bisa bantu obatin luka saya? Saya tidak mau sama orang yang obatin orang dengan kasar," sindir Anta dengan menarik tangannya.

Vanda yang melihat itu seketika hanya tertawa kecil. Reza hanya menggelengkan kepalanya menatap tingkah aneh penghuni ruangan ini.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Anta tuh tsundere 🤐
Sorry tadi ada urusan penting jadi baru up😭
Lanjut!

Eternal Love Of Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang