Vanda mengambil langkah besar untuk menyusul Reza. Ia juga menyambut tote bag yang diberikan oleh Anta.
Ia ingin mengambil arah yang berbeda. Namun, tangannya dicengkeram erat lalu menyeretnya pergi.
"Heh, Lo mau bawa gue ke mana? Gue mau ganti baju ini," ucap Vanda dengan muka masam.
"Nggak usah pakai muka masam cukup bau badan Lo aja. Lo ganti baju di ruang OSIS aja," celetuk Reza dengan menatap lurus.
Plak
"Enak aja wangi gini dibilang bau!" geram Vanda dengan melotot tajam.
Vanda kembali mengalihkan pandangannya. Ia menatap tote bag dengan raut wajah bingung.
"Wait, apa nggak papa gue ganti baju di sana?" tanya Vanda dengan mengerutkan keningnya.
"Nggak papa mereka lagian masih sibuk pasti nggak ke ruangan," jawab Reza dengan mengangkat bahunya.
Vanda mengangguk pelan. Setelah sampai ia segera masuk kedalam ruangan. Ia tidak terburu-buru karena ruangan seni berada di seberang.
Vanda memakai seragamnya dengan tersenyum tipis. Ia menyukai ruangan OSIS yang bersih dan dingin. Jika bukan ruangan OSIS mungkin sudah ia jadikan tempat tidur.
Vanda tersenyum lebar melihat penampilannya sekarang. Ia tidak mengancing seragamnya dan terlihat lebih bebas. Lalu tinggal menyemprotkan parfum berkali-kali hingga harum.
"Perfect," gumam Vanda dengan mengedipkan matanya.
Setelah itu baru dirinya keluar dan masuk ke ruangan seni untuk melanjutkan lombanya. Ia berjalan ke depan dengan mengambil kuas, cat dan kanvas yang sudah disediakan.
"Maaf sebelumnya lomba ini sudah dimulai dan mungkin waktunya tidak bisa ditambah."
"Hmm," sahut Vanda dengan muka datar.
Vanda sekarang sudah dalam mode kalem. Jiwa pelukisnya seketika menjadi keluar dengan melihat sekilas ide mulai berdatangan di otaknya.
Ia duduk di pojok dengan tersenyum tipis. Kuasnya mulai menggores kanvas dengan perlahan. Coretan warna itu membuat sebuah gambar yang indah.
Dari depan Reza mengangkat kameranya dan mengambil foto. Ia tersenyum tipis melihat wajah serius dari lelaki itu. Vanda disini tampak tenang dan menambah pesonanya.
"Reza Lo foto apaan dari tadi?" tanya Rendra dengan mengerutkan keningnya.
"Foto Vanda dia, tuh! Heran gue apa yang bisa dilihat dari wajah monyet," cibir Anta dengan memutar matanya.
"Kalau panda itu monyet berarti Lo juga monyet karena kalian keluarga," sahut Reza dengan terkekeh kecil.
"Lo nggak main-main bukan sama Vanda?" tanya Anta dengan mengangkat alisnya.
"Nggak emangnya gue mainin apa," jawab Reza dengan mengangkat bahunya.
"Oh," sahut Anta dengan mengangguk.
"Ya," ucap Reza dengan muka datar.
***
Vanda menatap teman sekelasnya dengan terkekeh kecil. Ia menatap tempat yang penuh kelap-kelip dengan muka datar.
"Vanda ayo minum!"
"Masa Lo nggak mau nikmati pesta, sih!"
Vanda menatap para cewek yang berjoget ria, bahkan para cowok juga gabung ke para cewek lain. Ia hanya mengelus dada sepertinya yang paling normal disini hanya dirinya.
Seumur hidup ia tidak pernah mengunjungi club. Masuk ke dunia ini bukannya tobat malah makin tambah dosa.
Awalnya bermula saat dirinya memenangkan lomba basket dan terakhir melukis. Hasil lukisannya menjadi yang terbaik selain karena polesannya juga idenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love Of Dream [END]
RomanceCalvin Kafeel Balindra cowok yang dikenal sebagai ketampanannya. Lelaki ini sosok yang sering gonta-ganti pacar seperti pakaian atau bisa dibilang sebagai playboy. Namun, sudah tahu punya banyak pacar masih saja suka dekat-dekat. Tiba-tiba saja diri...